Halloween party ideas 2015
Showing posts sorted by relevance for query FILSAFAT. Sort by date Show all posts

Kue Unik di Hari Ulang Tahun Kota Parma
 
model lain dari kue berbentuk sepatu 'scarpette di sant'illario'
FOTO: comeunfiorellinodirosmarino.blogspot.com
Kota Parma termasuk kota kreatif. Kreatif bisa dalam bidang apa saja. Beberapa di antaranya sudah terkenal di seluruh dunia. Sebut saja keju parmigiano yang sudah akrab di lidah pecinta kuliner. Satu lagi rupanya yang membuat warga Parma makin kreatif yakni kue kas dalam pesta HUT kota Parma.

Setiap tanggal 13 Januari, warga Parma beramai-ramai memeriahkan ulang tahun kota yang mereka cintai. Hari itu pun menjadi hari libur untuk seluruh warga kota. Universitas dan sekolah-sekolah libur, kantor pemerintah dan pabrik juga demikian. Pada hari itu—atau juga sehari sebelumnya—di rumah-rumah warga dan di tempat belanja atau di restoran, disediakan makanan kas warga Parma. Makanan ringan yang manis itu disebut Scarpette di Sant’Ilario atau sepatu dari Santo Hilarius.

Kue ini memang berbentuk sepatu. Kisahnya mengingatkan mereka akan sosok Santo Hilarius atau Sant’Ilario sebagai Pelindung kota Parma. Dalam legenda yang beredar, Ilario melewati kota Parma pada musim dingin. Ia sedang melakukan perjalanan panjang dari Poiters-Prancis ke Roma-Italia. Tukang sepatu di kota Parma yang melihatnya tanpa sepatu memberinya sepasang sepatu. Illario berterima kasih kepada tukang sepatu itu. Keesokan harinya, tukang sepatu itu melihat sepasang sepatu dari emas di tempat ia bertemu dengan Sant’Illario sehari sebelumnya. Ia kaget dan mengira tidak benar. Tetapi, sepatu itu memang benar-benar dari emas.
 
Sant'Illario atau Santo Hilarius FOTO: morethanfood.wordpress.com
Illario (315-367) sendiri adalah seorang Uskup dalam Gereja Katolik. Ia lahir dan meninggal di kota Poiters, Prancis. Dalam sejarah literatur Gereja Katolik, Illario dikenal sebagai Filsuf, Teolog, Penulis, dan Doktor Gereja atau Pujangga Gereja. Tentu saja dia juga adalah seorang Uskup dan akhirnya juga diberi gelar Santo pada pertengahan abad XIII (1851) oleh Paus Pius IX. Tidak banyak Filsuf dan Teolog dalam Gereja Katolik yang diberi gelar Pujangga Gereja atau Doktor Gereja. Sant’Illario menerimanya karena kepiawaiannya dalam bidang Filsafat dan Teologi.

Dalam sejarahnya, kepiawaian Illario sebagai Filsuf dan Teolog diakui bukan saja oleh Gereja Katolik. Gereja Anglikan di Inggris dan Gereja Ortodoks di Rusia pun mengakuinya. Illario sendiri berasal dari keluarga kaya yang tidak mengenal agama (pagano). Dengan kepiawaiannya dalam bidang FIlsafat, ia mencari dan terus mencari ilmu pengetahuan termasuk membaca Kitab Suci agama Kristen Katolik dan akhirnya bergabung dan menerima baptisan dalam Gereja Katolik.

Boleh jadi tidak semua warga Parma tahu sejarah sosok Pelindung kota mereka ini. Tetapi, yang jelas bagi mereka, sosok ini adalah Pelindung kota mereka yang memberi mereka anugerah dan rejeki termasuk untuk menghadiahkan Kue Kas Scarpette di Sant’Ilario pada hari ulang tahun kota mereka.

Pada Jumat pagi itu, kami juga mendapat Kue Kas ini dari Tukang Roti yang datang setiap pagi. Dia memberikan secara gratis. Ini hadiah terindah. Tidak masuk dalam daftar roti yang akan dibayar setiap akhir bulan. Di sekolah, anak-anak yang kami jumpai pada hari sebelum dan sesudah pesta juga menyinggung soal kue ini. Rupanya sudah populer seperti makanan khas lainnya dari kota Parma.
 
SIndaco atau Walikota Parma Federico Pizzarotti memberi sambutan
sebelum penyerahan hadiah medali, tampak pejabat kota madya Parma
bersama Uskup Parma Mgr Enrico Solmi (kedua dari kiri)
di Auditorium Paganini, FOTO: parmadaily.it
Pada perayaan HUT yang ke-2200 ini, Pemerintah kota Parma memberikan hadiah (premio di Sant’Illario) Medali Emas dan Setifikat Prestasi Sipil (Attestati civica benemerenza) kepada 7 orang dan lembaga yang berjasa untuk kota Parma. Penghargaan ini diberikan setiap tahun pada perayaan HUT. Tahun 2017 ini, medali emas diberikan kepada Arturo Carlo Quintavelle (Profesor emeritus Sejarah Seni di Universitas Parma), dan Sertifikat Prestasi Sipil kepada Giulia Ghiretti (Perenang Putri nasional dan internasional, lahir tahun 1994 di Parma), Cus Parma (Lembaga Olahraga yang lahir dari inisiatif mahasiswa di Universitas Parma), Lanzi Trasporti (Perusahaan penghubung antar beberapa bandara dan dermaga di sekitar kota Parma), Emporio di Parma (Organisasi Pasukan Sukarela yang dibentuk selama krisis moneter tahun 2008), Comitato Orti (Lembaga non profit yang membantu di rumah-rumah para jompo), Giovanni Ballarini (Profesor dari Persatuan Akademi Masak Italia), Unione Veterani dello Sport (Lembaga Olahraga yang menekankan semangat Kekeluargaan dalam berolahraga).

Mereka ini dipilih dari sekitar 30 orang yang diusulkan pada tahun 2017 ini. Hadiah pada HUT ini diberikan sejak tahun 1986. Saat itu, pemerintah kota Parma berinisiatif untuk memberi penghargaan kepada orang dan lembaga yang berjasa membangun kota dan warga Parma dengan berbagai caranya. Warga dan pemerintah kota Parma berhak memberi usulan setiap tahun untuk menerima penghargaan bergengsi ini. Bidang yang bisa diusulkan adalah ilmu pengetahuan, seni, industri, lapangan pekerjaan, olahraga, bantuan amal, inisiatif dermawan, dan sebagainya.

Penghargaan ini datangnya baru-baru ini saja kalau dibanding dengan usia kota Parma. Kota Parma dalam sejarahnya mulai dibentuk pada tahun 183 Sebelum Masehi. Kota ini adalah satu dari sekian kota jajahan Pasukan Romawi. Dan, sejak saat itu, Parma terus berkembang menjadi kota yang betul-betul berguna. Boleh dibilang, kota Parma melalui banyak pengalaman berharga yang menjadi pijakan dalam perkembangannya.
 
Satu dari banyak model kue berbentuk sepatu pada HUT Kota Parma
FOTO:madeinparma.com
Berbagai torehan prestasi pernah diraih oleh kota berpenduduk sekitar 194.464 orang pada Agustus 2016 ini. Penghargaan internasional pernah diraihnya pada tahun 2014 yang lalu. Saat itu, koran The Telegraph dari Inggris memberi peringkat ke-4 kepada kota Parma dari semua kota di seluruh dunia sebagai kota paling layak dihuni. Sementara majalah Panorama dari Italia—pada tahun yang sama—memberi peringkat sebagai kota terfavorit yang layak dikunjungi oleh seluruh warga Italia.

Setahun setelahnya (2015), Parma mendapat penghargaan internasional dari UNESCO sebagai satu dari beberapa kota kreatif (UNESCO Creative Cities Network). Kota Parma dipilih sebagai “Città creativa” dalam bidang perkembangan ekonomi. Di Italia pada saat itu, hanya terpilih 5 kota saja dari 69 jumlah kota yang dipilih oleh UNESCO.

Saat ini, sudah terpilih sekitar 116 kota dari 54 negara yang tergabung dari jaringan Kota Kreatif ini. Sekitar 7 bidang yang dinilai untuk masuk kategori kota kreatif—lihat situsnya di sini—yakni Crafts & Folk Art, Design, Film, Gastronomy, Literature, Music and Media Arts.

Sampai saat ini, 5 kota di Italia mendapat penghargaan di 5 kategori. Kota Roma dipilih untuk bidang Film, Bologna untuk bidang Musik, Fabriano untuk bidang Seni Kerajinan Tangan, Torino untuk bidang Desain, dan Parma untuk bidang Gastronomia.
 
Medali Emas pada premio Sant'Illario 2017, FOTO: parmaquotidiana.info
Satu lagi penghargaan yang sedang diusahakan oleh kota Parma adalah penghargaan dalam bidang kemanusiaan. Walikota (sindaco) Parma Federico Pizzarotti pada Desember 2016 yang lalu ikut dalam pertemuan tentang Imigrasi di Vatikan. Dia bersama beberapa walikota di Eropa ikut dalam pertemuan yang diprakarsai oleh Negara Vatikan itu ikut mempresentasikan cara menghadapi masalah keimigrasian di Eropa saat ini. Dia mempresentasikan situasi aktual di kota Parma.

Parma memang tergolong cukup terbuka untuk menerima kaum imigran. Banyak organiasi yang bergerak dalam bidang ini. Termasuk beberapa yang masuk kategori ‘daftar hitam’ karena secara gelap bekerja hanya demi keuntungan saja.

Pemimpin Gereja Katolik di Parma Monsinyur Enrico Solmi juga—dalam pesannya kepada warga Parma—mengharapkan kinerja yang lebih dalam bidang kemanusiaan. Dalam pesannya yang dibacakan saat misa HUT di Gereja Katedral Parma, Monsinyur Enrico mengatakan bahwa kebaikan dan kebajikan (volto) manusia-lah yang membangun kota Parma. Ini berarti, kemanusiaan yang menjadi titik pusat dari kota Parma. Lebih lanjut, Enrico mengajak warga Parma untuk memerhatikan bidang ini. Dia juga menghimbau warga Parma untuk memerhatikan wajah kemanusiaan daripada wajah agama atau kelompok ras dari kaum imigran yang hadir di kota Parma. Pesan dari Uskup Parma ini kiranya menjadi tugas bersama baik Pemerintah Kota maupun warga Parma.
 
Tampak sebagian dari Gereja Katedral Parma dalam Misa HUT Kota Parma,
ada pasukan keamanan dari Kantor Walikota Parma, FOTO: agoramagazine.it
Inilah keunikan Parma dengan segala kekayaan tradisi dan budayanya. Andai kota-kota di Indonesia mengembangkan kekhasannya, boleh jadi tidak ada warga kota yang ngangur karena semuanya sibuk bekerja demi kebaikan warga dan kotanya.

Wajah kota yang seperti inilah yang diimpikan untuk Indonesia. Jika ini mulai diterapkan, tidak ada lagi kelompok tertentu—entah yang berbasis agama atau suku bangsa—yang bertindak semau gue. Tetapi, jika Indonesia masih sibuk dengan pencarian, siapa yang benar atau malah memutlakkan hanya agama kami kami yang benar, niscaya pencapaian seperti ini tidak akan tercapai.

Ingat, bukan kelompok berlabel atau suku berlabel yang memajukan sebuah kota tetapi kebajikan dan wajah manusia. Maka, siapa pun Anda, agama apa pun asal Anda, tidak penting. Tidak perlu mengadili agama orang lai. Buktikan dengan perbuatanmu bahwa agamamu benar dan bukan dengan orasi dan demo atau adu otot.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

SELAMAT HUT Kota Parma.

PRM, 15/1/2017
Gordi

*Dari postingan pertama di blog kompasiana



Hari Bersejarah (2)

foto oleh kaupffup2013
Saya tak jemu-jemunya mengatakan sejarah itu penting. Bukan karena tanpa sejarah sebuah bangsa akan mati. Sejarah bisa menjadi sebuah ranting kehidupan sebuah bangsa. Jika ranting itu patah tak ada lagi pohonnya. Saya tahu banyak anak-anak SD dan SMP bahkan SMA yang tidak suka sejarah. Saya tetap akan mengatakan cintailah sejarah bangsa.
Seperti postingan saya sebelumnya di blogspot menyinggung soal sejarah. Kali ini juga akan saya singgung hari bersejarah lainnya. Konteksnya masih sama yakni menjelang akhir masa kuliah di STF Driyarkara. Saya langsung saja menyebut tanggalnya yakni 25 Mei 2012 (hari Jumat).

Pada hari ini saya kembali diuji oleh 3 dosen dalam ujian penentu. Ujian itu setara dengan skripsi yang juga diuji oleh lebih dari satu dosen. Memang ada perbedaan bobotnya. Ujian skripsi berbobot 6 SKS (Satuan Kredit Semester) sedangkan ujian yang ini hanya 3 SKS.
Ujian ini dikenal dengan sebutan Ujian Komprehensif. Komprehensif berarti secara keseluruhan. Ujian ini mencakup bahan kuliah dari semester 1 sampai 8. Bukan berarti semua mata kuliah. Lebih kurang ada 9 mata kuliah. Bahan-bahannya diringkas dalam 36 tesis.

Tesis di sini jangan dicampuradukkan dengan tesis sebagai tugas akhir mahasiswa S2 atau master. Tesis merupakan sebuah pernyataan yang mesti dijelaskan penjabarannya. Dalam ilmu filsafat dikenal istilah tesis-antitesis-sintesis. Nah, sintesis itulah yang merupakan pernyataan yang sudah dijelaskan penjabarannya secara detail. Tesis merupakan sebuah pernyataan yang masih perlu dijelaskan isinya.

Tesis-tesis inilah yang akan diuji saat ujian komprehensif. Mahasiswa akan menjawab 3 tesis yang dipilih secara acak oleh 3 dosen penguji. Seorang dosen akan bertanya setelah mahasiswa menjelaskan tesis yang dipilih. Dalam kesempatan inilah dosen akan menguji kemampuan berpikir mahasiswa. Biasanya mahasiswa berpikir logis setelah mengikuti kuliah 4 tahun. Untuk mengujinya, salah satunya, dengan ujian ini. Tiap dosen menggunakan metode ini. Jadi, seorang mahasiswa itu betul-betul diuji kemampuannya dalam menjelaskan sesuatu.

Ujian ini biasanya menuntut keseriusan dalam mempersiapkan bahan. Juga kesiapan mental. Ada beberapa teman yang karena rasa gugup menguasainya, dia tidak bisa menjawab satu kata pun dalam ujian. Sadis bukan? Maka, persiapkanlah mental dengan baik. Beberapa teman lagi gagal karena belum mampu menjelaskan dengan baik dan detail tesis yang diuji.

Peristiwa ini menjadi sejarah dalam hidup saya. Dengan persiapan yang belum terlalu matang, saya memberanikan diri menghadap ketiga dosen penguji. Saya baru saja keluar dari rumah sakit sehingga persiapannya juga agak kurang. Tiap hari hanya ada waktu sekitar 1-2 jam untuk persiapan tesis. Selebihnya saya istirahat karena masih lemas.

Tetapi saya berterima kasih kepada pihak sekretariat kampus karena memberi saya waktu belajar secukupnya. Jadwal ujian saya ditunda dari jadwal semula yakni Senin, 21/5/2012. Penundaan ini karena kondisi kesehatan saya tidak memungkinkan untuk ujian hari itu. Hari Kamis minggu sebelumnya saya baru keluar dari rumah sakit.

Saya tetap berusaha mempersiapkan diri dengan baik juga disesuaikan dengan trik-trik menghadapi dosen penguji. Tesis-tesis diuraikan dengan bahasa sendiri. Trik menghadapi dosen penguji juga sudah disiapkan. Betapa kagetnya saya ketika semua ini sia-sia. Dosen penguji diganti pada hari ujian. Untungnya pagi hari saya ke kampus melihat ulang jadwal. Terkejut sekaligus kecewa karena dua dosen diganti. Mulai saat itu saya meyakinkan diri saya bahwa ujian ini tidak tergantung pada dosen penguji tetapi tergantung pada persiapan diri. Usaha meyakinkan diri ini berhasil. Saya tidak gugup berhadapan dengan dua dosen yang diganti. Saya bersyukur karena saya bisa menjelaskan tesis yang diuji dengan baik.

Inilah bagian dari sejarah hidup saya. Sejarah ini menjadi tonggak bagi saya untuk melangkah ke dunia selanjutnya yang sama sekali lain. Dunia yang tidak lagi antara menjelaskan dan mendengar. Tetapi, dunia yang kadang-kadang membutuhkan pertanggungjawaban yang rasional dan logis. Dunia yang hanya bekerja saja tanpa berdiskusi. Terima kasih untuk Sang Empunya yang membolehkan saya mengalami masa sejarah ini.

CPR 3/6/2012
Gordi Afri

Pendahuluan
            Tulisan ini dibagi empat bagian. Bagian pertama menjelaskan pengertian Substansi menurut Spinoza (Baruch dpe Spinoza, 1632-77). Bagian kedua menjelaskan dua konsep yang berkaitan dengan konsep substansi yakni konsep ‘attribute’ dan ‘modus’. Bagian kedua ini merupakan penjelasan lebih lanjut dari pengertian substansi pada bagian pertama. Bagian ketiga menjelaskan konsep Allah atau Alam sebagai kenyataan tunggal. Bagian keempat menjelaskan konsep Allah sebagai substansi tak terhingga. Tulisan ini ditutup dengan kesimpulan.

Substansi menurut Spinoza
            Spinoza—seperti Descartes—ingin menemukan jaminan atau pegangan yang pasti bagi segala bentuk pengetahuan. Pegangan yang pasti itu bagi Spinoza adalah konsep substansi. Substansi menurut Spinoza adalah sesuatu yang ada pada dirinya sendiri dan dipahami melalui dirinya sendiri.[i] Dalam rumusan lain Spinoza mendefinisikan substansi sebagai sesuatu yang konsepnya tidak membutuhkan konsep lain untuk membentuknya.[ii] Konsep substansi itu sudah terbentuk pada dirinya sendiri. Spinoza memahami substansi sebagai suatu kenyataan yang mandiri tapi juga terisolasi dari kenyataan-kenyataan lain. Substansi tidak berelasi dengan sesuatu yang lain, dan tidak dihasilkan atau tidak disebabkan oleh sesuatu yang lain (causa sui: penyebab dirinya sendiri). Spinoza berpendapat bahwa ada satu dan hanya satu substansi, dan substansi itu adalah Allah. Ia tidak setuju dengan Descartes yang mengatakan ada tiga substansi yang saling berkaitan. Substansi ini menurut Spinoza bersifat individual sekaligus menjadi hakikat segala sesuatu yang tampaknya individual. Sifat lain dari substansi adalah abadi, tidak terbatas, mutlak (artinya sama sekali tidak bergantung pada yang lain), dan tunggal. Menurut Spinoza yang memenuhi semua definisi ini adalah Allah. Allah mempunyai sifat abadi, tidak terbatas, mutlak, tunggal, dan utuh.[iii]
            Allah adalah substansi menurut Spinoza maka Allah adalah sesuatu yang ada pada dirinya dan dipahami melalui dirinya sendiri; Allah adalah sesuatu yang konsepnya tidak membutuhkan konsep lain untuk membentuknya; Allah adalah suatu kenyataan yang mandiri tapi juga terisolasi dari kenyataan-kenyataan lain; Allah tidak berelasi dengan yang lain; Allah tidak dihasilkan atau tidak disebabkan oleh sesuatu yang lain; Allah bersifat individual sekaligus menjadi hakikat segala sesuatu yang tampaknya individual. Kalau demikian bagaimana Spinoza mengetahui atau mengenal Allah yang tak terbatas kalau Allah itu hanya bisa dipahami melalui dirinya sendiri? Bagaimana mungkin pikiran Spinoza yang adalah manusia dan terbatas mengenal Allah yang tak terbatas itu? Di sinilah letak rasionalisme Spinoza. Rasio manusia—menurut Spinoza—mampu mengenal dan menjelaskan seluruh realitas berdasarkan asas atau prinsip pertama yang adalah substansi itu sendiri.[iv] Rasio itu pula yang memampukan Spinoza untuk menjelaskan substansi tak terhingga atau Allah itu. Dengan kata lain, Allah yang sedemikian tak terhingga itu bisa dijelaskan dengan kekuatan rasio manusia. Namun sebetulnya pikiran manusia itu adalah bagian dari pikiran tak terbatas dari Allah.[v] Pikiran manusia—dalam hal ini Spinoza—bisa menjelaskan sesuatu yang tak terbatas, yang melampau daya tangkapnya karena masih  merupakan bagian dari yang tak terbtas itu. Yang tak terbatas itu adalah Allah dan pikiran manusia yang menjelaskan Allah itu merupakan bagian dari yang tak terbatas itu.

Dua konsep yang berkaitan dengan konsep substansi
            Spinoza menjelaskan dua konsep yang berhubungan dengan konsep substansi yakni konsep attribute dan modus. Attribut  atau atribut di sini berarti segala sesuatu yang ditangkap intelek sebagai hakikat substansi, sedangkan modus adalah hal-hal yang berubah-ubah pada substansi.[vi] Atribut merupakan sifat atau ciri khas yang melekat pada substansi dan modi merupakan berbagai bentuk atau cara keberadaan dari substansi (dari kata modus, bentuk tunggal kata benda Latin yang berarti ‘cara’).[vii] Keluasan (ekstensi) menurut Spinoza adalah sebuah attribut karena kita tangkap sebagai hakikat benda-benda jasmani. Sedangkan warna, ukuran, dst adalah modus. Keluasan juga merupakan attribut Allah yang adalah substansi tak terhingga. Keluasan bisa dimengerti sebagai hakikat dari Allah, dan juga sebagai sifat atau ciri khas yang melekat pada Allah. Allah mempunyai sifat keluasan. Tampaknya keluasan yang dimaksudkan Spinoza di sini adalah sesuatu yang tak terhingga. Seperti konsep Spinoza yang dikenakan pada Allah yakni konsep substansi tak terhingga. Allah dimengerti sebagai sesuatu yang tak terhingga. Pikiran menurut Spinoza adalah attribut dari substansi tunggal yaitu Allah. Pikiran memiliki modus-modus, misalnya aliran tertentu, imajinasi tertentu, dst. Pikiran juga bisa dimengerti sebagai hakikat dari Allah, dan juga sebagai sifat atau ciri khas yang melekat pada Allah. Hakikat dari Allah adalah pikiran, dan sifat atau ciri khas dari Allah itu sendiri adalah pikiran (berpikir).

Allah atau Alam adalah kenyataan tunggal
            Spinoza mengatakan bahwa dunia hanyalah satu substansi dengan kedua attribut yakni keluasan dan pikiran. Kita bisa melihat dunia dari attribut pikiran, dan kita menyebutnya ‘Allah’ tapi juga bisa melihatnya dari attribut keluasan dan kita menyebutnya ‘alam’.[viii] Dengan kata lain dunia juga mempunyai dua hakikat atau ciri khas yang melekat padanya yakni keluasan dan pikiran. Dari sini dapat dimengerti bahwa melihat dunia dari segi pikiran sama dengan melihat Allah. Sebaliknya melihat dunia dari segi keluasan sama dengan melihat alam. Pikiran (thought) di sini meliputi kesadaran (consciousness) dan pikiran itu sendriri (thought) sedangkan keluasan (extension)  meliputi tempat atau ruang (space) dan zat atau bahan (matter).[ix]
Kalau Allah adalah satu-satunya substansi maka segala yang ada harus berasal dari Allah.[x] Semua yang ada di atas alam ini; manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dst berasal dari Allah. Semuanya ini tidak lain adalah cara berada dari Allah. Keberadaan dari semuanya ini bergantung pada Allah. Maka, bisa dikatakan bahwa alam dan segala isinya identik dengan Allah. Lalu apa bedanya Allah dan Alam? Yang berbeda hanyalah istilah atau sudut pandangnya saja. Sebagai Allah, alam adalah natura naturans (alam yang melahirkan). Sebagai dirinya sendiri, alam adalah natura naturata (alam yang dilahirkan).[xi] Dari sini, Spinoza menyimpulkan bahwa Allah atau Alam adalah kenyataan tunggal. Kenyataan tunggal di sini berarti satu kesatuan. Maka, pandangan Spinoza ini disebut sebagai monisme, yakni keyakinan bahwa segala yang ada merupakan suatu kesatuan dan pada akhirnya segala-galanya adalah satu.[xii] Spinoza menyebutnya Deus sive Natura (Allah atau alam).
Penjabaran lebih jelasnya bisa dilihat pada skema di bawah. Alam, sebagai Allah atau natura naturans mempunyai sifat abadi, tidak berubah, tersembunyi dan unik. Sedangkan, alam sebagai alam mempunyai sifat sementara, berubah, kelihatan, dan berbeda. Sumber skema: ww.friesian.com/spinoza.htm. *Untuk lebih jelasnya pembaca mengecek ke alamat ini, karena tidak bisa dimasukkan ke laman ini.
Pandangan ini tentu saja berbeda dari ajaran agama-agama monoteis yang melihat Allah sebagai pencipta alam semesta. Allah yang dipikirkan Spinoza bukanlah Allah yang bersifat personal dan memisahkan diri dari ciptaannya. Menurut Spinoza, batu atau pohon yang tampak di hadapan kita itu tak lain daripada Allah yang menampakkan diri, maka alam semesta ini sakral dan religius. Segalanya ada dalam Allah termasuk manusia yang adalah pikiran Allah. Tidak ada yang di luar Dia. Tak heran kalau Spinoza menyebut Allah sama dengan aturan kosmos.[xiii] Kehendak Allah ia samakan dengan kehendak alam maka hukum-hukum alam itu merupakan kehendak Allah. Pandangan seperti ini disebut sebagai panteisme, ajaran yang menyamakan Tuhan dengan kekuatan-kekuatan dan hukum-hukum alam semesta.[xiv] Dari sini dapat disimpulkan bahwa Allah dan Alam merupakan kenyataan tunggal. Keduanya adalah satu substansi. Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa istilah Allah dan Alam muncul karena berbeda sudut pandang dalam melihat substansi ini. 

Allah sebagai substansi tak terhingga
            Pertanyaannya adalah mengapa Allah disebut sebagai substansi tak terhingga? Paparan di atas hanya menyebut Allah sebagai substansi tak terhingga tetapi alasan sampai menyebut demikian belum dijelaskan. Spinoza—seperti pada paparan di atas tadi hanya menyebut dua dari sifat atau hakikat Allah sebagai substansi yakni keluasan dan pikiran atau dalam sumber lain diterjemahkan sebagai pemikiran dan pengembangan.[xv] Kalau argumen Spinoza hanya sampai di sini, konsepnya tentang Allah sebagai substansi tak terhingga bisa diproblematisir. Dia hanya menyebut dua sifat Allah maka konsep Allah itu hanya terbatas pada dua itu. Dengan demikian konsepnya bukan lagi substansi tak terhingga atau Allah tetapi substansi terbatas atau Allah. Terbatas karena hanya terdapat dua sifat dari Allah, dan bukan banyak atau tak terhingga.
            Spinoza tidak berhenti di sini. Ia menjelaskan lebih lanjut tentang konsep Allah sebagai substansi tak terhingga. Menyebut tak terhingga berarti ada banyak sampai tak bisa dihitung atau tak terhingga. Ia mengatakan bahwa Tuhan juga memiliki sifat-sifat lainnya yang tak terbatas jumlahnya, karena Dia tidak terbatas dalam setiap aspeknya; tetapi sifat-sifat lain tersebut tidak kita ketahui.[xvi] Di sinilah letak ketidakterhingga-an dari Allah. Hanya dua yang disebut Spinoza saja yang dapat diketahui dari sifat Allah. Masih banyak sifat lainnya yang tidak diketahui. Pemikiran Spinoza ini menjadi kuat dan jelas kalau melihat pengertian Allah menurut Spinoza. Allah merupakan sebuah substansi maka sebagai substansi tentu saja Allah itu tidak bisa dimengerti atau dipahami seluruhnya. Hakikat dari sebuah substansi tidak bisa dipahami sepenuhnya. Selain itu Allah menurut Spinoza bukan person atau pribadi seperti dipahami orang Kristen. Hakikat seorang pribadi yang terbatas saja tidak bisa dipahami sepenuhnya oleh manusia apalagi hakikat Allah yang bukan pribadi tetapi sebuah substansi. Di sini menjadi jelas bahwa memang konsep substansi tak terhingga atau Allah menurut Spinoza itu bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian pertanyaan yang sempat dilontarkan penulis pada bagian awal juga bisa dijelaskan. Bagaimana mungkin pikiran Spinoza yang adalah manusia dan terbatas mengenal Allah yang tak terbatas itu? Pikiran manusia termasuk Spinoza memang terbatas tetapi tetap mampu menjelaskan sesuatu yang tak terbatas. Ia tetap konsisten pada pandangannya bahwa Allah itu adalah substansi tak terhingga karena ia melihat ketakterbatasan dari Allah. Dengan pikirannya yang terbatas ia menjelaskan bahwa masih ada sifat-sifat lain dari Allah yang tak terbatas namun sifat itu tidak dapat diketahui. Di sini tampak kekuatan rasio sebagai sumber pengetahuan (rasionalisme) sebagaimana dipikirkan Spinoza. Rasio mampu menunjukkan bahwa ADA yang tak terbatas dari Allah da hal itu tidak diketahui atau mungkin tidak bisa diketahui oleh manusia. Tetapi yang tak terbatas itu tetap ada.

Kesimpulan
            Demikianlah pemaparan mengenai konsep substansi tak terhingga atau Allah menurut Spinoza. Bermula dari sebuah kekaguman akan tokoh Spinoza yang dengan tegas mengatakan Allah itu sebagai substansi tak terhingga sementara Allah itu sendiri hanya bisa dipahami melalui dirinya sendiri. Bagaimana Spinoza memahami sesuatu di luar dirinya (Allah) yang tak terhingga dengan pikirannya yang terbatas dan lagi pula hal yang di luar dirinya itu tidak berelasi dengan dia. Di sini mau diperlihatkan bahwa Spinoza adalah tokoh yang mengagungkan peran rasio dalam mencari sumber pengetahuan. Dia yakin bahwa rasio manusia yang terbatas itu mampu menjelaskan substansi tak terhingga atau Allah.





Catatan Akhir
[i] F. Budi Hardiman, hlm. 47.
[ii] Lih. Simon Petrus L. Tjahjadi, hlm. 212.
[iii] Ibid.
[iv] Ibid. hlm. 206.
[v] Spinoza, seperti dikutip F. Budi Hardiman, hlm. 48.
[vi] Ibid. hlm. 47.
[vii] Lih. Simon Petrus L. Tjahjadi, hlm. 212.
[viii] F. Budi Hardiman, hlm. 48.
[ix] Bdk. Baruch Spinoza (1632-1677)  dalam http://www.friesian.com/spinoza.htm
[x] Lih. Simon Petrus L. Tjahjadi, hlm. 212.
[xi] Ibid.
[xii] Franz Magnis Suseno, hlm. 194.
[xiii] Lih. Harry Hamersma, hlm. 11.
[xiv] KBBI, hlm. 1017.
[xv] Bertrand Russell, hlm. 749.
[xvi] Ibid.




Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat. Jakarta: Gramedia.
Hamersma, Harry. 1986. Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern. Yogyakarta: Kanisius.
Hardiman, F. Budi. 2007. Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia.
Magnis-Suseno, Franz. 2006. Menalar Tuhan. Yogyakarta: Kanisius.
Russell, Bertrand. 2004. Sejarah Filsafat Barat (terj.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tjahjadi, Simon Petrus L. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.

Baruch Spinoza (1632-1677)  dalam http://www.friesian.com/spinoza.htm diunduh pada 22/11/09 jam 15.52.

 

Jakarta, 27 Mei 2011

Gordy Afri

Tulisan ini dibuat pada semester ganjil 2009/10 di STF Driyarkara, Jakarta



foto ilustrasi dari internet
Saya tak jemu-jemunya mengatakan sejarah itu penting. Bukan karena tanpa sejarah sebuah bangsa akan mati. Sejarah bisa menjadi sebuah ranting kehidupan sebuah bangsa. Jika ranting itu patah tak ada lagi pohonnya. Saya tahu banyak anak-anak SD dan SMP bahkan SMA yang tidak suka sejarah. Saya tetap akan mengatakan cintailah sejarah bangsa.

Seperti postingan saya sebelumnya di blogspot menyinggung soal sejarah. Kali ini juga akan saya singgung hari bersejarah lainnya. Konteksnya masih sama yakni menjelang akhir masa kuliah di STF Driyarkara. Saya langsung saja menyebut tanggalnya yakni 25 Mei 2012 (hari Jumat).

Pada hari ini saya kembali diuji oleh 3 dosen dalam ujian penentu. Ujian itu setara dengan skripsi yang juga diuji oleh lebih dari satu dosen. Memang ada perbedaan bobotnya. Ujian skripsi berbobot 6 SKS (Satuan Kredit Semester) sedangkan ujian yang ini hanya 3 SKS.

Ujian ini dikenal dengan sebutan Ujian Komprehensif. Komprehensif berarti secara keseluruhan. Ujian ini mencakup bahan kuliah dari semester 1 sampai 8. Bukan berarti semua mata kuliah. Lebih kurang ada 9 mata kuliah. Bahan-bahannya diringkas dalam 36 tesis.

Tesis di sini jangan dicampuradukkan dengan tesis sebagai tugas akhir mahasiswa S2 atau master. Tesis merupakan sebuah pernyataan yang mesti dijelaskan penjabarannya. Dalam ilmu filsafat dikenal istilah tesis-antitesis-sintesis. Nah, sintesis itulah yang merupakan pernyataan yang sudah dijelaskan penjabarannya secara detail. Tesis merupakan sebuah pernyataan yang masih perlu dijelaskan isinya.

Tesis-tesis inilah yang akan diuji saat ujian komprehensif. Mahasiswa akan menjawab 3 tesis yang dipilih secara acak oleh 3 dosen penguji. Seorang dosen akan bertanya setelah mahasiswa menjelaskan tesis yang dipilih. Dalam kesempatan inilah dosen akan menguji kemampuan berpikir mahasiswa. Biasanya mahasiswa berpikir logis setelah mengikuti kuliah 4 tahun. Untuk mengujinya, salah satunya, dengan ujian ini. Tiap dosen menggunakan metode ini. Jadi, seorang mahasiswa itu betul-betul diuji kemampuannya dalam menjelaskan sesuatu.

Ujian ini biasanya menuntut keseriusan dalam mempersiapkan bahan. Juga kesiapan mental. Ada beberapa teman yang karena rasa gugup menguasainya, dia tidak bisa menjawab satu kata pun dalam ujian. Sadis bukan? Maka, persiapkanlah mental dengan baik. Beberapa teman lagi gagal karena belum mampu menjelaskan dengan baik dan detail tesis yang diuji.

Peristiwa ini menjadi sejarah dalam hidup saya. Dengan persiapan yang belum terlalu matang, saya memberanikan diri menghadap ketiga dosen penguji. Saya baru saja keluar dari rumah sakit sehingga persiapannya juga agak kurang. Tiap hari hanya ada waktu sekitar 1-2 jam untuk persiapan tesis. Selebihnya saya istirahat karena masih lemas.

Tetapi saya berterima kasih kepada pihak sekretariat kampus karena memberi saya waktu belajar secukupnya. Jadwal ujian saya ditunda dari jadwal semula yakni Senin, 21/5/2012. Penundaan ini karena kondisi kesehatan saya tidak memungkinkan untuk ujian hari itu. Hari Kamis minggu sebelumnya saya baru keluar dari rumah sakit.

Saya tetap berusaha  mempersiapkan diri dengan baik juga disesuaikan dengan trik-trik menghadapi dosen penguji. Tesis-tesis diuraikan dengan bahasa sendiri. Trik menghadapi dosen penguji juga sudah disiapkan. Betapa kagetnya saya ketika semua ini sia-sia. Dosen penguji diganti pada hari ujian. Untungnya pagi hari saya ke kampus melihat ulang jadwal. Terkejut sekaligus kecewa karena dua dosen diganti. Mulai saat itu saya meyakinkan diri saya bahwa ujian ini tidak tergantung pada dosen penguji tetapi tergantung pada persiapan diri. Usaha meyakinkan diri ini berhasil. Saya tidak gugup berhadapan dengan dua dosen yang diganti. Saya bersyukur karena saya bisa menjelaskan tesis yang diuji dengan baik.

Inilah bagian dari sejarah hidup saya. Sejarah ini menjadi tonggak bagi saya untuk melangkah ke dunia selanjutnya yang sama sekali lain. Dunia yang tidak lagi antara menjelaskan dan mendengar. Tetapi, dunia yang kadang-kadang membutuhkan pertanggungjawaban yang rasional dan logis. Dunia yang hanya bekerja saja tanpa berdiskusi. Terima kasih untuk Sang Empunya yang membolehkan saya mengalami masa sejarah ini.

*Dimuat juga di kompasiana.com dengan judul SATU LAWAN TIGA DI MEJA PENTU
CPR 3/6/2012
Gordi Afri

Gak sangka
Puisi saya jadi HL
Padahal itu hanya berisi pertanyaan saja
Tetapi memang cukup unik

Unik karena mempetanyakan tentang hakikat bertanya
Saya mulai dengan memberi pernyataan
Dilahirkan untuk bertanya
Sehingga menjadi penanya

Kemudian menguraikan
Mengapa hanya bertanya terus
Kapan menjawabnya
Kembali lagi jawaban semula

Dilahirkan untuk bertanya
Bukan untuk menjawab
Kalau pun sampai menjawab
Jawabannya berupa pertanyaan

Lalu untuk menarik pembaca
Saya memberi judul
Orang ini aneh
Judul hanya untuk menarik perhatian pembaca

Inti tulisannya tentang bertanya
Tetapi ada juga komentar yang mempertanyakan di mana dan apanya yang aneh
Bagi saya orang yang bertanya terus termasuk aneh

Tetapi aneh dalam hal ini
Bukanlah keanehan yang bodoh
Saya berpikir
Dari keanehan muncul pertanyaan lagi

Seperti dalam filsafat
Orang bertanya dari keheranan
Demikian juga dengan
Keanehan yang melahirkan pertanyaan

Terima kasih untuk tim admin
Yang melihat inti daripada sekadar mempertanyakan yang aneh dari tulisan saya
Selamat sore

Dari Makasar, 11/4/13
Gordi


Tulisan ini dibuat karena tersentuh dengan salah satu mata kuliah semester ini (semester ganjil tahun ajaran 2011/2012). Tersentuh sama sekali tidak ada niat untuk melawankan dengan kata tidak tersentuh. Dalam artian, mata kuliah lain tidak tersentuh. Tidak! Bukan itu maksudnya.

Mata Kuliah ini diberi nama Pembangunan Komunitas Inklusif. Komunitas (masyarakat) yang dibangun di atas suasana inklusif. Kata inklusif sendiri artinya terbuka. Kata yang dilawankan dengan eksklusif yang artinya tertutup. Kata inklusif ini berakar pada kata include yang artinya melibatkan, ikut serta.

Merujuk pada arti kata ini, kuliah ini mengasah pikiran para mahasiwi/a untuk terbuka. Terbuka terhadap pikiran orang lain. Terbuka terhadap pandangan lain, kelompok (orang) lain, negara lain, dan sebagainya. Semuanya yang berbau “lain” atau “beda dengan kami”, serta “bukan kami” diterima sebagaimana adanya. Keadaan mereka perlu dihormati, dihargai, dirangkul, dan dipelajari.

Hari pertama kuliah, para mahasiswi/a berdebar karena kuliah ini agak beda dengan kuliah lain yang didonimasi oleh ilmu Filsafat dan Teologi. Kuliah ini membawa unsur baru, dan sama sekali lain dari dua arus utama kuliah selama ini. Meski beda dengan arus utama, kuliah ini mengarah pada situasi konkret bangsa saat ini. Salah satu masalah bangsa sekarang ini adalah merosotnya nilai keterbukaan terhadap “kelompok” lain. Kelompok agama, budaya, suku, ras, dan sebagainya. Singkatnya kuliah ini relevan dengan situasi masyarakat.

Pada hari kedua kuliah (minggu berikutnya), kami, para mahasiswi/a diajak untuk melihat budaya sendiri. Ide dasarnya adalah “Menghormati budaya lain mesti berangkat dari budaya sendiri”. Kenalilah dulu budaya sendiri baru kemudian bisa mengenal budaya lain. Maka, kami diajak mendiskusikan nilai budaya masing-masing. Lalu, di-share-kan kepada teman. Dari sini saja, kami bisa belajar nilai budaya baru yang berbeda dengan budaya sendiri. Namun, kegiatan share ini sedikitnya membuat kami berbalik  arah. Kembali ke belakang, melihat akar budaya masing-masing.

Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai yang dihayati. “Kalau saya belum menghayati nilai budaya asli saya maka nilai budaya itu masih abstrak”, demikian dosen menjelaskan tentang ini. Maka nilai budaya itu merupakan nilai yang sedang saya hayati, akan saya hayati, dan sudah saya hayati. Nilai budaya yang dihidupi sendiri biasanya tertanam kuat dan akan selalu dibawa dalam tiap gerak langkah hidup. Ke mana pun kita pergi dan di mana pun kita berada nilai budaya itu tetap melekat. Sumber nilai-budaya itu bermacam-macam. Ada keluarga, masyarakat, sekolah, agama, kelompok sosial tertentu, dan lain-lain.

Konflik pelecehan budaya bisa jadi muncul karena orang tidak mengenal budayanya sendiri. Mengacu pada pernyataan menghormati budaya lain dengan berangkat dari pengenalan akan budaya sendiri, bisa jadi sekarang sebagian dari kita lupa akan akar budaya sendiri. Di kelas ketika diskusi, mudah sekali mendengar paparan teman tentang budayanya. Bisa jadi bagi kami—yang terbiasa dengan perbedaan pendapat dalam kelas—tidak sulit menghormati budaya lain. Namun, bagi orang yang belum terbiasa hidup dengan beragam perbedaan, pemaparan semacam ini menjadi ajang saling olok dan saling leceh tentang nilai budaya.

Apakah konflik yang melecehkan nilai budaya tertentu berangkat dari pemahaman dan kondisi semacam ini? Bisa jadi demikian. Kalau demikian, kuliah ini sangat relevan untuk mengubah pemahaman ini. Kami yang mengambil kuliah ini bisa ditugaskan untuk menyebar pemahaman baru ini. dan dari sini, diharapkan banyak orang yang melihat budaya orang lain sebagai sebuah nilai positif. Maka, Marilah kita menjadikan PERBEDAAN untuk merajut persatuan bangsa. Bhineka Tunggal Ika.   

Cempaka Putih, 12 September 2011
Gordi Afri


BAGIAN LANJUTAN BACA DI SINI

ARTIKEL LAIN TENTANG DIALOG ANTARAGAMA BACA DI SINI DI SINI DAN DI SINI
Powered by Blogger.