Halloween party ideas 2015



Seperti apa rasanya membasuh kaki teman? Adakah rasa jijik? Mengapa saya harus membasuh kaki teman saya?

Itulah deretan pertanyaan yang muncul dengan adanya tradisi pembasuhan kaki pada hari Kamis Putih. Saya bertanya karena heran. Di kampung saya tidak ada tradisi seperti ini. Kalau pun ada, dan saya kenal sejak SD, itu bukan tradisi adat. Itu adalah tradisi yang diwariskan oleh Gereja Katolik.

Gereja Katolik mewarisi tradisi itu karena Yesus-lah yang pertama kali melakukannya. Ia membasuh kaki murid-murid-Nya. Dalam tradisi Yahudi (tradisi masyarakat zaman Yesus), upacara pembasuhan kaki ini merupakan bentuk pembersihan diri. Jangan heran jika tamu dipersilakan untuk membersihkan kakinya sebelum masuk rumah orang.

Ini bukan tradisi saya, jadi wajar kalau saya jijik pada awalnya. Memegang telapak kaki teman, mencucinya dengan air, mengeringkannya dengan lap, lalu menciumnya. Tak peduli, apakah kaki itu bau atau tidak, bersih atau tidak. Sebetulnya pasti bersih karena saya baru saja membersihkannya. Jadi, tak ada alasan untuk jijik menciumnya.

Menurut ahli tafsir Kitab Suci, pembasuhan kaki, pertama-tama bukan merupakan bentuk pelayanan. Upacara ini mau menegaskan tentang kehidupan para murid Yesus. Mereka akan dibawa ke tujuan hidup mereka yakni mengikuti Yesus. Di sana mereka akan hidup dalam pelayanan yang total. Jadi, dengan pembasuhan ini, Yesus mau mengingatkan para murid akan jati diri mereka. Mereka akan melayani seperti Yesus. Dengan itu, mereka akan tahu ke mana tujuan mereka yakni menuju rumah Bapa sebagaimana Yesus ke sana.

Saya sempat terharu dengan pembasuhan kaki ini. Rasanya ada penyesalan yang mendalam. Mengapa? Bukan karena saya telah melakukan dosa besar dan sekarang diampuni. Tetapi, dalam pembasuhan itu saya diingatkan untuk melihat konfrater saya sebagai saudara.

Pelukan erat dari teman, yang dibuat setelah mencium kaki, menjadi tanda bahwa, saya tidak hidup sendiri. Saya bersalah tetapi orang lain mengampuni. Dia rela mencium kaki saya, demikian juga saya mencium kaki teman yang lain.

Rasa jijik hilang seketika. Yang ada hanya persaudaraan yang erat. Beginilah cara hidup orang Kristiani yang diwariskan Yesus. Kalau mau mengikuti Yesus, kita mesti rela membasuh dan mencium kaki yang paling kotor sekali pun. Pembasuhan kaki merupakan simbol tindakan yang begitu berarti.

Mana ada seorang bos mencium kaki karyawannya? Ini sebuah pengkhianatan, kalau itu terjadi. Tetapi Yesus memutarbalikkan logika berpikir itu. Dan, memang saya percaya bahwa dengan pembasuhan kaki, ada suasana baru. Maka, mari kita saling mencintai dan mengasihi.***

CPR, 6/4/2012
Gordi Afri

Tulisan sebelumnya: 


Gambar dari google

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada hari Kamis Putih (pagi hari) diadakan misa bersama di Gereja Katedral Jakarta. Misa hari ini (5/4/2012) dipimpin oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo, Pr.

Misa ini dihadiri oleh semua imam (pastor) Katolik di Keuskupan Agung Jakarta dan juga umat Katolik. Dalam kesempatan ini, para pastor membarui Janji Imamat mereka. Selain pembaruan janji, ada juga pemberkatan minyak untuk pelayanan sakramen seperti minyak Krisma (sacrum chrisma) yang digunakan untuk memberkati para baptisan, tahbisan  diakonat, tahbisan imamat, tahbisan uskup, dan sakramen krisma, minyak Katekumen (oleum catecumenorum) untuk memberkati mereka yang ingin menjadi katolik (para katekumen), dan minyak untuk Pengurapan orang sakit (oleum infirmorum) yang digunakan untuk memberkati mereka yang dalam kondisi sakit serius atau menjelang ajal. Pemberkatan ini dilakukan oleh Bapak Uskup.

Dalam homilinya, Bapak Uskup mengajak umat untuk mendoakan para pastor agar setia dalam pelayanan. Imam dan umat saling mendoakan. Selain itu, dia juga meminta doa untuk dirinya yang adalah hamba/pelayan.

Dia mengutip kata-kata seorang pemimpin sejati, Haji Agus Salim, yang mengatakan “Menjadi Pemimpin Berarti Menderita”. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang siap menderita demi orang yang dilayaninya. Ini hanya salah satu gambaran seorang pemimpin sejati. Ada banyak gambaran lainnya. Oleh karena itu, Bapa Uskup mengajak umat Katolik untuk menjadi pelayan bagi sesama. Dalam pelayanan itu dibagikan Kasih Kristus.

Menurut ketua panitia misa Krisma tahun ini, yang dipercayakan kepada dekenat Jakarta Pusat, jumlah umat Katolik yang hadir meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Ini terlihat dari buku panduan misa yang habis terpakai, bahkan ada sebagian umat yang tidak kebagian. Buku panduan misa dicetak sesuai jumlah umat tahun lalu.

CPR, 5/4/2012
Gordi Afri



Menulis skripsi ibarat berjalan di jalanan umum. Ada rambu lalu lintas yang mesti dipatuhi, ada petunjuk jalan yang mesti diikuti. Maka, pada bagian keempat ini, kita akan membahas “rambu-rambu menulis skripsi” yakni Membaca Buku Petunjuk Menulis Skripsi.

Buku petunjuk menulis skripsi biasanya disiapkan dari kampus. Di kampus kami, buku ini dibagikan saat ketua program studi membahas persiapan bersama sebelum menulis skripsi. Buku itu dibagikan keada setiap mahasiswa. Di dalamnya terdapat petunjuk misalnya, bagaimana memilih buku, membaca buku, membuat rangkuman dan kesimpulan, teknik mencari ide utama paragraf, dan sebagainya. Ada juga petunjuk praktis lainnya seperti ukuran kertas, model catatan kaki (footnote) atau catatan akhir (endnote), ukuran huruf, panjang kiri-kanan-atas-bawah, tata letak judul, kulit depan skripsi, penulisan abstraksi, dan sebagainya. Singkatnya, segala yang berkaitan dengan teknik penulisan dan teknik praktis, ada di situ.

Buku petunjuk menulis skripsi juga sebenarnya sudah banyak dijual di toko buku umum. Ada banyak dosen dan penulis lain yang membuat satu buku petunjuk menulis skripsi dan karya ilmiah lainnya. Buku petunjuk semacam ini amat membantu kita dalam menulis. Beberapa teman mengalami kesulitan pada awal menyusun skripsi. Ada juga beberapa teman yang tidak mengalami kesulitan karena sudah membaca buku petunjuk itu sebelumnya. Ini berarti bahwa buku petunjuk itu sangat membantu kita dalam menyusun skripsi.

Buku petunjuk yang dijual di toko buku umum digunakan sebagai referensi menulis. Dengan petunjuk yang tertulis di situ, kita bisa menulis dengan baik. Kekreatifan dalam menulis akan muncul setelah membaca buku itu dan mulai mempraktikkannya.

Namun, untuk keperluan yang lebih penting sebaiknya membaca buku petunjuk dari kampus. Sekali lagi, buku petunjuk dari toko buku umum hanya digunakan sebagai bahan untuk memperkaya bacaan dan pegangan. Buku petunjuk dari kampus tetap digunakan sebagai referensi utama dalam menulis. Mengapa?

Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap kampus memiliki kriteria tersendiri dalam menulis skripsi. Ini kebijakan intern kampus. Standar atau model skripsi di UGM misalnya bisa jadi berbeda dengan standar dan model skripsi di Universitas Nusa Cendana Kupang. Bahkan boleh jadi, standar dan model skripsi di setiap fakultas dan program studi di satu kapus akan berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, sebaiknya kita berpegang pada buku petunjuk yang diberikan dari kampus, entah melaui ketua program studi atau dekan fakultas.

Di kampus kami standar dan modelnya sama untuk dua program studi Filsafat dan Teologi. Standar di sini mencakup peraturan tentang ukuran kertas, panjang kiri-kanan atas-bawah, ukuran huruf, dan sebagainya.

Hal ini kelihatan sepele namun turut berpengaruh dalam keberhasilan dalam menulis skripsi. Ada kisah menarik dari kakak kelas saya dulu. Seorang dosen penguji menanyakan alasan mengapa tidak dicantumkan tujuan penulisan skripsi sebagai persyaratan mencapai gelar sarjana. Syarat itu tertera dalam buku petunjuk dari kampus. Gara-gara itu nilai ujian skripsi berkurang.

Jadi, dalam menulis skripsi perlu diperhatikan hal kecil semacam ini. Petunjuk itu berguna bagi kita demi kelancaran penulisan skripsi sekaligus menjadi momok yang mematikan jika kita melanggarnya. Bayangkan jika kita tidak berhasil gara-gara melanggar peraturan dalam buku petunjuk itu? Bagian berikutnya, kita akan melihat bagaimana membaca buku skripsi. Salam, 26/3/2012 Gordi Afri.***

Menulis Skripsi (3)



Powered by Blogger.