Halloween party ideas 2015

Ada menteri yang mundur. Itu biasa. Politik itu variasi. Kadang naik kadang turun.
Tak usah khawatir dengan naik-turunnya menteri. Memang tidak terlalu khawatir. Tetapi mengapa menteri itu turun. Ini yang bikin rakyat bertanya.

Tak semua rakyat bertanya. Ada yang cuek saja. Toh, tidak langsung berpengaruh dengan kehidupan mereka. Rakyat sudah pusing dengan acara cari makan sehari-hari. Tak sempat memikirkan naik-turunnya menteri seperti itu.

Tetapi masih ada rakyat yang bertanya-tanya, mengapa menteri itu turun? Masalah politik? Korupsi? Moral? Sosial? Dan sebagainya. Ini rakyat yang ingin tahu. Tahu tentang menterinya yang mundur.

Sesekali memang menteri mesti mundur. Entah dimundurkan atau memundurkan. Daripada situasi tambah panas lebih baik mundur. Begitu prinspipnya. Tak selamamya menteri mundur karena tak mampu. Ada yang lebih baik mundur demi kebaikan bersama.
Mundur selangkah untuk maju dua langkah. Mundur seperti ini yang demi kebaikan.
Tetapi mundur tanpa maju lagi menjadi lain lagi. Ini kemunduran yang menghancurkan. Tak ada lagi yang dibanggakan jika mundur untuk selamanya. Atau mungkin juga karena namanya dicap buruk sehingga tak bisa maju lagi.

Yahhh pak menteri itu mundur. Apakah dia mundur demi kemajuan? Tak ada yang tahu. Saat ini masih teka-teki. Masih ada proses untuk menemukan teka-teki di balik proses kemunduran itu. Siapa tahu dia mundur untuk maju. Atau bisa juga dia dimundurkan.


PA, 8/12/12
GA

FOTO, wartasumedang
PSSI merupakan induk olahraga sepak bola di Indonesia. Di sini ditampung semua ide berkompetisi sepakbola di negeri ini. Begini kira-kira cita-cita awalnya. 

Memang dibutuhkan wadah pemersatu untuk mengatur sepak bola. PSSI adalah wadah itu. Kiprahnya menjadi harapan bersama agar olahraga sepak bola Indonesia semakin baik.
Namun, kini PSSI menjadi luntur kiprahnya. Pengurusnya tampak tak bergigi. Sebab, muncul organisasi tandingan KPSI. Organisasi ini mengamanatkan dirinya menyelamatkan sepak bola Indonesia.

Hadirnya dua wadah ini semakin mengaburkan harapan publik. Mana yang dipercaya PSSI atau KPSI. Yang satu muncul lebih dulu. Yang satu belakangan. Keduanya punya komitmen mengatur sepak bola di Indonesia. Komitmen ini bersifat ngotot. Dampaknya terasa pada klub dan pemain. Ujung-ujungnya sepak bola negeri ini berantakan.

Berkiprah di Benua Asia saja, sepak bola kita tak ada artinya. Apalagi di level dunia. Bahkan dalam negeri pun konflik tak berujung. Kengototan dua wadah ini mengotori sepak bola Indonesia.

Beberapa hari belakangan menteri yang mengurus olahraga mundur. Entah seperti apa wajah olahraga sepak bola ke depannya. Menteri yang nota bene di atas induk olahraga sepak bola saja sudah mundur. Mau dibawa ke mana sepak bola ini?

PSSI kini diisukan dibekukan saja. Inilah yang diramalkan pengamat sepak bola jika konflik dua organisasi tak berakhir. PSSI sebagai lembaga yang diakui kiprahnya di dunia luar Indonesia menjadi sasaran cercaan massa.

Namun KPSI sebagai tandingannya juga tentu kena dampak. Jika PSSI dibekukan boleh jadi KPSI juga tak ada kiprahnya. Yang diakui sah oleh negara adalah PSSI. KPSI hanya bentukan belakangan yang diprakarsai sekelompok orang.

Akankah PSSI benar-benar dibekukan? Boleh jadi demikian. Jika dibekukan, mau bilang apa lagi. FIFA sebagai induk sepak bola dunia tidak mau menggubris anak organisasinya yang tidak becus. Indonesia sebagai pemilik PSSI mesti menerima keputusan itu.

Boleh jadi dengan pembekuan itu, Indonesia siap berbenah. Mulai dari awal. Mestinya juga mulai dengan orang-orang baru yang belum tercemar kotoran PSSI. Sebab, jika orang lama boleh jadi kotoran itu masih mengotori wadah organisasi baru.

Ibarat belajar, tidak ada kata terlambat untuk membenah organisasi sepak bola Indonesia. Dengan itu, sepak bola kembali kepada hakikatnya sebagai ajang olahraga dan ajang persatuan nasional.


PA, 9/12/12
GA

foto oleh Matt Dearden-Indo Pilot
Sinabung, namamu kini ramai dibicarakan. Sinabung dan korban yang mati. Sinabung dan letusan. Sinabung dan suhu panas. Sinabung dan awan panas. Sinabung dan korban yang selamat. Sinabung dan kru penolong. Sinabung dan tokoh politik. Sinabung dan aparat pemerintah. Sinabung dan kru pemandu pengungsi.

Bukan itu saja. Sinabung juga masuk di koran lokal, nasional, dan internasional. Juga di TV lokal, nasional, dan internasional. Di internet pun ramai, dalam berbagai bahasa. Sinabung jadi sorotan mata para penikmat berita.

Menyebut Sinabung berarti menyebut Sumatera, menyebut Indonesia, Asia. Nama Sinabung melambung, nama Indonesia juga demikian. Tak lupa nama Jakarta, ibu kota negara, yang ditulis dengan berbagai bahasa. Jangan heran jika Jakarta pun kadang-kadang tidak ditulis sesuai aslinya.

Tetapi itu tidak penting. Toh yang jadi pusat perhatian adalah Sinabung. Sinabung bukan saja terkait dengan letusan. Tetapi, Sinabung juga dikaitkan dengan tahun politik, 2014, di Indonesia. Ramai bicara politik, ramai juga bicara SInabung. Melebur dalam satu paket. Yang datang menolong juga datang membawa pengaruh politik.

Namun di mata internasional, Sinabung tetap dikaitkan dengan alam, manusiawi, dan sosial. Lihatlah warga Jepang dengan monitor TV-nya memberitakan secara langsung dari Sinabung. Warga Jepang pun tahu bagaimana situasi terbaru di SInabung. Jepang bukan Indonesia tetapi Jepang memerhatikan Indonesia.

Sinabung, masihkah kamu dikaitkan dengan politik? Harapannya, tidak. Sinabung sekarang mesti dikaitkan dengan Alam, Manusiawi, dan Sosial.

Bagaimana cara bersahabat dengan alam? Itu yang mestinya dikembangkan oleh Indoensia. Ini penting untuk masa depan Indonesia.

Bagaimana cara menyelamatkan manusia secepat dan seakurat mungkin. Mengerahkan bukan saja tenaga manusia tetapi juga teknologi. Teknologi ini yang mestinya dikembangkan Indonesia.

Bagaimana cara melihat sesama sebagai makhluk sosial dan bukan sebagai ladang politik. Membantu atau memberi bantuan tanpa melihat status sosial, agama, suku, dan sebagainya. Ini yang mestinya ditanam di benak warga.

Sinabung namamu dikenang. Sinabung, marilah kita hidup bersama. Bersahabat sebagai sesama ciptaan.

Prm, 3/2/2014
Gordi

*Tulisan ini diambil dari tulisan saya di blog kompasiana
Powered by Blogger.