Halloween party ideas 2015

 ANDA TIDAK NAJIS

Rabu PEKAN BIASA V; 1Raj 10: 1-10; Mrk 7: 14-23


 

Tuduhan najis kepada yang lain kerapkali muncul di tengah pembicaraan di masyarakat kita. Ujaran ‘nasjis lu’ kerapkali muncul begitu mudah. Sebegitu suci kah Anda sampai sebegitu pantasnya Anda menuduh orang lain?

 

Hari ini, bila kita mendengar ujaran itu lagi, kita hendaknya mendengarkan refren Mazmur Tanggapan, “Mulut Orang Benar Menuturkan Hikmat”. Hikmat itu berasal dari hati, dan keluar melalui ujaran mulut. Maka, apakah yang mengisi hati kita? Mungkinkah ujaran kenajisan itu juga berasal dari hati orang yang mengucapkannya? Jika kita mengucapkan itu, camkanlah itu.

 

Saat meneliti hati raja bijak, Ratu Syeba mengeluarkan isi hatinya. Di depan Salomo, ia melihat kebijaksanaan itu. Tapi, ia terpana kala mengetahui isi hati Salomo yang sebenarnya. Salomo yang tampak bijaksana itu, rupanya hatinya berisikan kemewahan. Ia tidak menolak kala Ratu Syeba memberikan perhiasan yang mewah padanya. Rupanya, yang tampil di luar itu belum tentu mencerminkan yang di dalam.

 

Yang di dalam itu adalah hati. Yesus mengajak kita untuk memiliki hati yang murni. Karena dari kemurnian hati, keluar kebijaksanaan. Tindakan tanpa kebijaksanaan sama dengan orang yang menuduh najis pada yang lain. Ia tampak sebagai guru moral yang berwibawa, tapi sesungguhnya ia hanya penjaga moral rendahan.

 

Tuhan Yesus, bantulah kami yang suka bergosip tentang orang lain. Kami selalu menemukan cara untuk memojokkan yang lain dan meninggikan diri kami. Ya Yesus, pelan-pelan kami disadarkan bahwa bukan orang lain, tapi diri kamilah sesungguhnya yang harus berubah. Kami bergosip karena kami tak mampu menerima-Mu, sang mahabijaksana yang mengajarkan kebijaksanaan pada kami. 

 

 RAHASIA KATOLIK JEPANG

 Pw S Paulus Miki, ImdkkMrt; 1Raj 8:22-23,27-30; Mrk 7: 1-13

 


Iman Katolik di Jepang bertumbuh kokoh kuat meski hasilnya tidak kelihatan. Tapi, dari segi kualitas, iman Katolik Jepang amat tangguh.

 

Seperti diperlihatkan dalam Film The Silent, atau kalau kita baca sejarah kekatolikan Jepang, iman Katolik sempat layu karena ketidakhadiran para misionaris. Mestinya, seperti bunga, iman Katolik mati sampai akar-akarnya. Tapi, kenyataannya, karya Tuhan justru menguatkan akar-akar iman itu sehingga pohonnya tetap hidup meski mungkin buahnya tidak kelihatan.

 

Ada keyakinan bahwa Tuhan seperti berpihak pada pertumbuhan kebun anggur-Nya di tanah Jepang. Memang, kebun itu tampak tidak subur. Tapi, yang jelas humus-humus Kristianinya masih ada. Darah martir St Paulus Miki dkk mungkin menjadi pembentuk humus kristiani itu. Humus itulah yang membuat Gereja Katolik Jepang masih hidup sampai saat ini.

 

Jumlahnya tidak melimpah seperti Gereja Korea Selatan, tapi Jepang unik justru karena kuatnya iman katolik awam di sana, yang masih tetap mempertahankannya meski tanpa kehadiran imam selama lebih dari 100 tahun. Ini kiranya menjadi nyata janji Tuhan bahwa Ia selalu menyertai kita manusia sampai akhir zaman.

 

Kepada Salomo dan orang Israel yang membangun rumah Allah, Ia menjanjikan untuk hadir dalam nama-Nya. Artinya bahwa setiap doa dan jeritan Salomo dkk akan didengarkan-Nya dari dalam tabut itu. Allah yang hadir itu kiranya bukan Allah yang suka memerhatikan kesalahan kita. Tapi, dari kehidupan umat Jepang kiranya bisa kita simpulkan bahwa, Allah itu melihat hati. Sehingga, meskipun kebiasaan luar kita tampaknya menyimpang, tapi hati kita menyembah-Nya dengan tulus, Tuhan pasti melihat hati.

 

Maka hari ini, seperti teguran Yesus kepada orang Farisi, baik jika kita mengikuti Yesus bukan dengan menaati peraturan secara kaku, tapi dengan hati yang lemah lembut, terbuka dan tulus. Jalan Tuhan akan dibukakan bagi mereka yang melihat-Nya dengan hati yang penuh iman.

 SENTUHAN YANG MENYEMBUHKAN

 Senin PEKAN BIASA V, Pw St Agata, PrwMrt; 1Raj 8:1-7,9-13; 1Mrk 6: 53-56

 


Kita punya kerinduan besar dalam hal beriman. Yakni ingin merasa dekat dengan Allah yang kita imani. Maka, apa pun yang kita lakukan, sebisa mungkin bisa mendekatkan kita dengan Allah.

 

Usaha itu juga dibuat umat Israel bersama Salomo. Mereka ingin agar Allah yang tinggal dalam tabut perjanjian itu berkenan tinggal dalam tenda yang mereka dirikan. Mereka memang tahu bahwa akhirnya Allah menampakkan diri lewat kabut yang tak terlihat. Tapi, Allah tetap hadir bersama mereka. Tabut itu mereka pindahkan dalam tenda, tapi mereka tidak bisa menyentuh sang Allah yang mereka imani.

 

Semua orang tentu ingin menyentuh Tuhan. Itulah juga yang dibuat banyak orang sakit di Genesaret. Entah mereka bisa bertemu Yesus atau tidak , pokoknya mereka ingin menyentuh jumbai jubah Yesus. Dengan itu, mereka yakin akan disembuhkan. Dan, memang semua yang menyentuh jubah-Nya disembuhkan. 

 

Kita merasa kita sudah sembuh, merasa sehat. Tapi, penyembuhan yang Yesus maksudkan di sini adalah penyembuhan secara spiritual. Itulah tujuan Yesus menyembuhkan, pertama fisik dulu, lalu spiritual. Karena hanya kalau spiritualnya sehat, orang bisa menerima pengajaran Yesus.

 

Apakah kita sehat secara spiritual? Sakit ini tidak bisa disembuhkan di rumah sakit. Maka, baik kiranya jika kita juga merasa bahwa kita belum sehat secara spiritual. Maka, perlu ada usaha untuk memohon kesembuhan dari Yesus. Entah dengan menyentuh jumbai jubah-Nya, atau dengan berdoa agar kita juga dialiri energi spiritual agar penyakit kita hilang. Dengan demikian, akhirnya kita bisa mengikuti ajaran Yesus.

 MENGISI BATERAI ROHANI 

MINGGU BIASA V; Ayb 7:1-4,6-7; 1Kor 9: 16-19,22-23; 

Mrk 1: 29-39

 


Bersama teman-temannya, Ayub mengalami kesulitan hidup. Hidup yang sulit itu menjadi medan pergulatan mereka. Namun, beda dengan teman-temannya, Ayub justru melihat sisi lain dari penderitaan itu. Memang dalam penderitaan itu, mereka seolah-olah tidak melihat terang dan hanya ada kegelapan. Beda dengan mereka, Ayub justru melihat terang.

 

Terang itulah yang membedakan pandangan Ayub dan teman-teman lain. Entah sadar atau tidak, terang itu adalah iman. Hanya orang beriman yang bisa melihat terang, sekalipun berada dalam kegelapan. Maka, penderitaan dalam gelap, tidak akan selamanya ada, bagi orang beriman. Sebaliknya, yang tidak beriman, akan berada dan selalu merasa tinggal dalam gelap.

 

Rasul Paulus adalah orang beriman seperti Ayub. Ia mengalami baik kegelapan maupun terang. Hidupnya yang semula sangat getir, suatu saat diterangi sinar Ilahi. Dan, ia bertobat. Penglihatan barunya itu adalah harta yang tak tertandingi nilainya. Maka, tak ada yang bisa membalasnya kecuali dengan pemberitan total dirinya. Itulah sebabnya Paulus mengatakan, celakalah aku jika aku tidak mewartakan Injil. Persis inilah ayat yang kami pakai saat mengingkarkan Kaul Perdana dalam Serikat Xaverian. Juga saat memilih moto tahbisan Imamat. 

 

Mewartakan Injil berarti mewartakan kebaikan. Tapi, tak mungkin kita selalu mewartakan kebaikan tanpa kita perlu menyalakan api kebaikan dalam diri kita. Maka, seperti Yesus, kita selalu diundang untuk mengisi baterai rohani kita dengan menyendiri dari yang lain, tapi menyendiri bersama Tuhan. Setiap kali melakukan mukjizat, Yesus selalu menemukan waktu untuk berdoa. 

 

Ini kiranya pesan Injil bagi kita di Minggu Biasa V ini. Kita mewartakan Injil lewat pekerjaan kita. Dan, kala malam tiba, atau kala pekerjaan kita berakhir, jangan hanya mengisi baterai hp kita, tapi kita juga mengisi bateri rohani kita dengan energi listrik dari Tuhan Yesus.

 

Selamat berhari Minggu.

 MINTALAH HATI YANG BIJAKSANA

Sabtu PEKAN BIASA IV; 1Raj 3:4-13; Mrk 6: 30-34




Jika Tuhan mengizinkan kita untuk meminta pada-Nya, pasti kita akan minta kekayaan, uang banyak untuk jalan-jalan, dan kesempatan untuk bersenang-senang. Hati kita biasanya senang memiliki semuanya itu meskipun kita tahu semuanya itu sulit kita dapatkan dari-Nya.


Seperti kita, Salomo juga diberi kesempatann untuk meminta langsung pada Tuhan, apa yang dia inginkan. Bukan kekayaan, harta yang banyak, atau kuasa, tapi Salomo hanya meminta HATI YANG BIJAKSANA. Sebagai raja, Salomo tentunya menginginkan kekayaan melimpah dan kekuasaan yang tanpa batas. Tapi, dari keinginan hatinya yang disampaikan pada Tuhan, Salomo rupanya bukan raja yang kita bayangkan. Ia tidak menginginkan semua yang kita inginkan.


Salomo memilih yang terbaik yang ia butuhkan yakni HATI YANG BIJAKSANA. Memang Salomo membutuhkan HATI agar bisa memilih dan memilah kebijakan yang berguna bagi rakyatnya. Sungguh di sini, Salomo mengajarkan yang penting bagi kita di zaman ini. Kita semua membutuhkan HATI YANG BIJAKSANA. Karena dari HATI akan muncul kejernihan untuk melihat dan mendengar dengan baik. 


Hanya HATI yang peka yang bisa menangkap maksud hati orang lain. Hanya HATI yang bijaksana yang pandai membaca tanda-tanda zaman. Dengan semangat HATI YANG BIJAKSANA inilah, Yesus mengutus para murid untuk mewartakan Injil. Dan harapannya, dengan HATI yang bijaksana juga para murid mewartakan Injil.


Yesus memang tidak hanya mengutus, tapi Dia juga menunjukkan HATI YANG BIJAKSANA itu ketika melayani orang banyak yang kelaparan dan sakit. Hati itulah yang membebaskan mereka dari belenggu hidup.


Akhirnya, kita pun butuh HATI YANG BIJAKSANA itu. Terima kasih Salomo, engkau mengajar kami untuk meminta apa yang benar-benar kami butuhkan. Bukan meminta kebutuhan yang kami benarkan meski sebenarnya tidak benar-benar kami butuhkan.

 KALA PENANTIAN SIMEON BERAKHIR

Pesta Yesus Dipersembahkan di Bait Allah; Mal 3:1-4; Luk 2: 22-40



Simeon boleh senang sekarang. Penantiannya berakhir. Ibarat pohon, ia sudah bisa memetik buahnya. Tapi, yang perlu dipelajari kiranya adalah kesabaran Simeon selama masa penantian yang tak bisa diprediksi ini. Apalagi, ia menanti sambil usianya bertambah tua. Bagaimana mungkin itu terjadi?

Simeon memang bukan orang yang mudah putus asa. Ibarat seorang pekerja, Simeon adalah orang yang selalu mengevaluasi hasil kerjanya. Ia kiranya bukan tipe orang yang selesai bekerja seharian lalu istirahat tanpa melihat kembali hasil kerjanya. Simeon mungkin seperti kita, pernah kecewa dan putus asa dalam hidup hariannya, tapi ia tetap bertahan menunggu sampai mimpinya menjadi nyata.

Yesus itu akan hadir di dunia dan Simeon melihatnya dalam persembahan di Bait Allah. Itulah keyakinan Simeon yang ia pegang sampai ia melihatnya sendiri. Dan, betapa senang hatinya kala penantian panjang itu menjadi nyata di hadapannya. Baginya, segala-galanya sudah selesai. Perjuangannya sudah selesai. Ia kini boleh pergi ke tempat tujuan akhir hidupnya.

Sebagai orang beriman, kita kiranya bisa belajar dari Simeon. Seperti Maria, Simeon sabar menunggu. Seperti Maria, ia mungkin tidak memahami sepenuhnya arti kata-kata Roh Kudus yang datang menampakkan diri kepadanya, tapi ia tetap bertahan sampai itu menjadi nyata. 

Kita kadang bukan tipe Simeon. Putus asa sekali, sulit sekali untuk bangun. Apalagi kalau putus asanya berkali-kali. Mari kita belajar dari Simeon yang selalu setia mendengarkan bisikan Roh Kudus dalam hatinya. 

Hari ini, tepat 40 hari setelah Natal, Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Kita berdoa untuk para ibu yang sedang menyiapkan kelahiran. Semoga bayi yang akan hadir menjadi persembahan yang istimewa pada Tuhan. 

 WEJANGAN IMAN SEBELUM BERMISI

Kamis PEKAN BIASA IV; 1Raj 2:1-4,10-12; Mrk 6: 7-13

 


Wejangan iman betapapun sepele kedengarannya, amat berguna bagi kehidupan sang penerima wejangan. Seperti dituturkan seorang anak dari ibu yang meninggal beberapa hari lalu.

 

“Romo, saya mengikuti ajakan bapak untuk melayani Gereja,” katanya sesaat sebelum Misa Requiem ibunya dimulai. Entah apa yang dirasakannya saat itu, yang jelas, semalam dia amat bahagia. Lebih-lebih karena bisa memenuhi keinginan almarhum bapak dan ibunya. Dia bahagia menjadi pengajar Kitab Suci dan membantu di Keuskupan.

 

Kadang-kadang memang tidak sesuai dengan keinginan pribadi, tetapi biasanya dalam wejangan itu, pasti orang tua menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Daud mengingatkan Salomo, anaknya, untuk tetap menaati Hukum Tuhan saat kelak ayahnya akan mati. Hukum Tuhan memang harus terus ditaati baik saat Daud berkuasa, maupun saat giliran anaknya Salomo memerintah.

 

Hukum Tuhan adalah urat nadi kehidupan beragama orang Israel. Itulah sebabnya, para murid Yesus pun diutus berdua-dua untuk mewartakan pertobatan. Bertobat terutama karena mereka tidak menaati Hukum Tuhan. 

 

Menarik bahwa, pertobatan ini mesti dimulai dari sang pembawa misi. Para murid diminta untuk taat hukum dalam pewartaan ini. Misalnya tidak membawa bekal yang banyak, tidak berbelok tujuan, dan sebagainya. Semuanya ini dibuat agar mereka hanya mempunyai satu tujuan yakni pewartaan. 

 

Injil ini mengundang kita untuk mengingat-ingat wejangan orang tua kita. Di dalamnya terkandung suara Allah yang menginginkan keselamatan bagi umat-Nya. Jika sadar bahwa kita melenceng jauh dari wejangan itu, baik kiranya kita berubah. Atau bertobat dalam bahasa rohaninya. 

 

Tuhan Yesus, bukalah hati kami yang kadang keras, untuk mendengarkan wejangan iman-Mu yang melembutkan hati kami.

 

 SEDERHANA, TAPI AMAT MENAKJUBKAN

Pw S Yohanes Bosco, Imam; 2Sam 24: 2,9-17; Mrk 6: 1-6


Kita terbiasa melihat ketakjuban dari hal-hal besar. Tak jarang, banyak orang berlomba-lomba menjadi bagian dari yang terbesar. Dengan tujuan ingin dilihat amat menakjubkan. Kita lupa, yang kecil pun bisa menciptakan sebuah ketakjuban.

Keluarga Yesus bukanlah keluarga konglomerat. Ia lahir dari Yosef yang adalah tukang kayu. Keluarga ini amat sederhana, sebab Maria, Ibu Yesus juga bukan dari keluarga kaya. Orang-orang sekampung Yesus pun tahu, keluarga kecil dari Nazaret ini bukanlah keluarga kaya. Tapi, mereka hanya terpaku pada keadaan sosial ekonomi. Seperti kita, mereka lupa bahwa dari keluarga kecil juga kadang-kadang dan bahkan sering muncul ketakjuban.

Seperti Yesus, orang-orang di kota Torino, Italy pun tahu kalau Yohanes Bosco kecil itu berasal dari keluarga miskin dan bukan orang pintar. Tapi, apa yang terjadi kemudian? Dari keluarga miskin ini, seorang Yohanes yang tidak pintar, bisa masuk seminari dan bahkan menjadi Imam yang kemudian menjadi Santo.

Injil ini mengajak kita untuk melihat Yesus dalam berbagai wajah kehidupan kita. Dengan ini, padangan kita akan dunia dan orang-orang di sekitar akan berubah. Seperti Daud, kita butuh pertobatan. Kita bersyukur Tuhan mengirimkan orang-orang dengan berbagai latar belakang. Jangan mencoba melihat mereka dari kacamata kita yang sempit. Lihatlah mereka dengan kacamata Yesus. Bisa saja yang penampilannya sederhana bahkan mungkin menjijikkan adalah orang yang paling bijaksana meredakan nafsu kuasa kita. Atau bisa saja orang yang tampak tidak pandai di sekitar kita bisa mengubah kerumitan hidup kita agar kita tidak menghayal yang bukan-bukan tapi kembali pada realitas harian.

Situasi kantor menuntut penampilan yang necis, tapi kita jangan menjadikan standar itu untuk menilai apalagi merendahkan penampilan orang lain. Biarlah Tuhan Yesus yang hadir dalam diri orang itu yang perlu kita kenali dan sadari kehadiran-Nya. 

Tuhan Yesus, bukalah mata dan hati kami pada kehadiran-Mu dalam diri saudara/i kami.

 HAMPIR MATI, TAPI TETAP BERHARAP
Selasa PEKAN BIASA IV; 2Sam 18:9-10, 14b,24-25,30-19:3; 16: 5-13; Mrk 5: 21-43



Andai hidup berjalan tanpa sebuah usaha, mungkin ceritanya akan lain. Atau mungkin tidak akan tercatat dalam sejarah. Kita kiranya ingat, kita dilahirkan dengan kemampuan untuk berjuang.

Berguru pada Yesus, kita kiranya boleh belajar berjuang. Yesus berjuang untuk membebaskan sebanyak mungkin orang untuk memperoleh keselamatan. Baik spiritual maupun dari penyakit fisik. Bagi Yesus, tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Memang Yesus bisa menyembuhkan, termasuk kita juga, tapi apakah kita mau berjuang untuk disembuhkan?

Yesus kiranya tiak membutuhkan orang yang pasif. Artinya yang suka menerima keadaan apa adanya. Di hadapan masalah besar, orang seperti ini tidak akan bisa membawa perubahan. Yesus kiranya membutuhkan orang yang aktif berjuang. Artinya, orang yang mau bekerja sama dengan Yesus.

Yairus, kepala rumah ibadat itu, tahu bahwa anaknya tidak akan bertahan lama. Keadaannya tidak bisa diharapkan. Tapi, Yairus tidak diam-diam saja. Ia mungkin akan sedih, tapi sampai titik darah terakhir, ia berjuang demi anaknya. Ia memohon pada Yesus untuk menyembuhkan anaknya.
 
Usaha Yairus tidak beda dengan perjuangan perempuan yang 12 tahun pendarahan. Ia sakit begitu lama, dan selama itu juga ia mengharapkan kesembuhan. Sungguh berat perjuangannya. Tapi, ia mempunyai iman yang kuat. Dengan imannya, ia percaya, meskipun hanya menjamah jubah Yesus, ia bisa sembuh. Baik anak Yairus maupun perempuan ini akhirnya sembuh.

Dari kedua penyembuhan ini, kita kiranya belajar untuk percaya pada Yesus. Yesus bukanlah Tuhan yang menghukum. Sebaliknya, Yesus adalah Allah yang membawa harapan pada manusia. Dalam diri Daud, Allah yang memberi pengharapan itu tampil sebagai ayah yang berbelaskasih. Sejahat apa pun akanya, dia patut dicintai. Dalam gambaran Daud itulah, Allah hadir dengan kasih-Nya yang begitu besar.

Tuhan Yesus, jadikan kami seperti diri-Mu, membawa harapan kepada mereka yang berputus asa dan hampir kehilangan harapan.

 SUNGGUH AJAIB HIDUPKU

Senin PEKAN BIASA IV; 2Sam 15: 13-14, 30; 16: 5-13; Mrk 5: 1-20

 


Hidup kita sebenarnya penuh keajaiban, tapi kita lebih sering melupakannya. Kita senang melihat indahnya matahari terbit, tapi kita lupa mengucapkan Terima Kasih pada Tuhan. Kita lebih suka menjerit dengan berkeluh kesah kala hujan datang membersihkan kotoran selokan kita. Kita lupa, di beberapa daerah, teman-teman kita sedang membutuhkan air hujan untuk mengairi sawah dan ladang mereka.

 

Sungguh, meskipun kita berkeluh kesah, Tuhan terus mengirimkan keajaibannya bagi kita. Kita bangun di hari baru dengan semangat baru, itulah keajaiban pagi hari. Kita lelah seharian bekerja dan malam bisa merasa capek lalu tertidur. Itulah keajaiban di malam hari. Di siang hari, kita tertawa bersama teman saat makan siang. Kita kembali ke meja kerja dan serius menyelesaikan tugas. Itulah keajaiban di siang hari. Hujan yang sedang turun di luar sana membangkitkan semangat petani untuk bercocok tanam. Hujan ini sungguh membuat petani merasakan keajaiban Tuhan. Mereka merindukan hujan dan Tuhan menurunkan hujan.

 

Mengenal keajaiban Tuhan amatlah membantu kita untuk bersyukur sekaligus berharap pada Tuhan. Daud bukanlah raja yang tanpa cacat, tapi dalam kecacatannya, ia masih bisa berharap pada Tuhan. Ia sadar, hanya Tuhan yang bisa membangkitkannya dari lembah kekelaman hidup. Hidupnya memang sungguh kelam: diancam oleh anaknya sendiri dan dikutuk oleh anak raja Saul. Tapi daud tidak gentar. Ia hanya melihat kebaikan Tuhan dalam semua kutukan dari orang lain.

 

Keajaiban Tuhan tidak untuk dimiliki sendiri. Keajabaiban itu--apa pun bentuknya--harus dibagikan pada yang lain. Setelah disembuhkan Yesus, orang yang kerasukan setan itu membagikan pengalamannya kepada keluarganya dan orang banyak. Ia tahu, ia sembuh karena keajaiban Tuhan Yesus, sehingga ia membagikan keajaiban itu kepada yang lain.

 

Marilah berefleksi dan menemukn keajaiban-keajaiban Tuhan besar kecil dalam hidup kita. Bagikan itu sebagai bentuk syukuran pada Tuhan.


Powered by Blogger.