Halloween party ideas 2015

foto oleh Sehat Negeriku
Keturunan atau anak menjadi dambaan bagi orang tua. Tak heran jika pasangan tertentu khawatir kalau belum mendapatkan anak. Takut dibilang mandul? Takut tak dapat mewarisi tahta keluarga? Takut tak ada keturunan? Macam-macam alasan. Alasan mendasar tentu saja, ingin mendapatkan momongan.

Di Metro TV tadi ada berita, sepasang suami-istri di Banjar, Jawa Barat berpura-pura jadi perawat. Kejadiannya di RSUD Banjar. Dengan lihai perawat gadungan itu membawa kabur seorang bayi. Sayangnya aksi mereka diketahui polisi. Polisi pun berhasil menangkap mereka.

Sayang sekali niat mendapat anak ditempuh dengan cara yang instan dan tidak baik. Itu namanya mencuri anak orang. Anak memang menjadi dambaan orang tua. Dambaan yang kiranya juga akan terkabulkan. Namun tak semua pasangan menghasilkan keturunan. Jadi, kalau memang tidak dapat keturunan, mau bilang apa lagi. tentu mesti dibuat usaha untuk mencari solusinya sehingga bisa melahirkan seorang anak. Tetapi, kalau dengan semuanya itu, tidak ada perubahan, berarti memang belum saatnya mendapatkan keturunan. Dengan kata lain, ada faktor alam yang tidak memungkinkan untuk mendapat keturunan.

Tidak mendapat keturunan bukan berarti tidak bisa mendapat anak. Sekarang ada yang mau mengadopsi anak. Ada pasangan muda atau ‘korban kecelakaan’ yang menyerahkan anaknya ke panti asuhan. Di situ bisa dijajaki kemungkinan mengadopsi anak. Atau bertemu langsung dengan pasangan yang merelakan anaknya dipelihara orang lain.
Sayang usaha ini belum dibuat oleh pasangan muda tadi. Mereka menempuh jalan tol demi mendapatkan anak. Di jalan tol ada polisi yang memantau. Jadilah mereka ditangkap. Bayi yang dibawa dikembalikan kepada ibunya.

Niat yang baik saja belum cukup. Mesti ada usaha yang jujur dan terbuka.
————————————-
*Obrolan malam menjelang istirahat

PA, 18/9/2012
Gordi Afri


foto oleh billyboy1951
Kematian. Itulah kata akhir dari hidup manusia. Tetapi benarkah kematian menjadi akhir dari hidup? Jawabannya tentu saja Ya. Kenyataannya demikian. Kalau mati berarti tidak hidup lagi. Ini hanya pembalikan atau perlawanan saja, mati= bukan hidup.

Tetapi ada juga yang memaknai kematian sebagai awal dari hidup baru. Ini soal keyakinan saja. Kalau pun itu benar, ada kehidupan, pastinya hidup itu beda dengan hidup yang sekarang, di dunia ini. Kehidupan di situ pasti beda dengan kehidupan fisik di dunia.

Mati menjadi tanda berakhirnya hidup. Setelah mati, orang akan mengenang jasa orang yang mati itu. Kebiasannya, tutur katanya, kesenangannya, kelucuannya, kejelekannya, dan sebagainya. Semuanya dikenang, semuanya juga menjadi sedih.

Kematian menjadi harga mati bagi setiap manusia. Hanya soal waktu saja. Semuanya mendapat bagian, tak bisa terelakkan. Kuasa mana pun tak bisa membuat manusia tetap hidup selamanya.
***
Tulisan ini dipersembahkan untuk ayah dari teman saya yang baru saja meninggal. Saya tak melihat orangnya. Tetapi sudah mendengar cerita tentang dia. Langsung dari anaknya, yakni teman saya itu.

Meski saya tidak mengenal beliau, saya merasakan kesedihan. Terbayang bagaimana keadaan teman saya. tentu dia sedih. Meski sedih, semoga dia kuat menghadapi semuanya ini. Anggap saja sebagai bagian terbesar dari perjuangan hidup.

Selamat jalan bapak….Selamat menghadapi situasi ini tuk teman saya, semoga engkau kuat menghadapi peristiwa ini.

PA, 19/9/2012
Gordi Afri

foto oleh BobWeber
Atas nama demokrasi dan kebebasan berpendapat, setiap orang seolah-olah berhak menghujat sesamanya. Saling hujat inilah yang muncul dalam kampanye calon Gubernur/Wakil Jakarta. Hujat menghujat pada prinspinya kurang bagus. Dalam artian tidak membangun. Malah merendahkan. Melihat sisi lemah. Atau boleh jadi mencari-cari alasan untuk menghujat lawan.

Ahok, calon wakil gubernur tak luput dari hujatan. Figur publik memang kadang-kadang dihujat begitu saja oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Entah apa motifnya, hujatan semacam ini ternyata mengundang perhatian publik. Banyak orang yang kritis menilai hujatan semacam ini.

Orang pun akan melihat benarkah hujatannya itu? Apa motif hujatannya itu? Apa yang terjadi jika ada hujatan balik?

Ahok dihujat tetapi kini dialah yang akan menjadi pemimpin. Pendamping atau rekan kerja Jokowi. Hujatan ternyata tidak melumpuhkan si terhujat. Hujatan memang hanya retorika saja. Kenyataannya boleh jadi jauh dari hujatan. Dan inilah yang terjadid engan Pak Ahok.

Boleh jadi penghujat Ahok kini kebakaran jenggot. Hujatan mereka tidak menyurutkan niat publik untuk memilih pasangan Jokowi dan Ahok. Menghujat ternyata bukanlah model kampanye yang sehat. Boleh jadi saling hujat atau menghujat hanyalah cari sensasi saja. Sensasi yang ternyata membuka pikiran publik untuk menilai kecerdasan penghujat.

PA, 20/9/2012
Gordi Afri

Powered by Blogger.