Halloween party ideas 2015
Showing posts with label PENDIDIKAN. Show all posts

foto oleh  Gallery TNP2K
Bahasa termasuk bahasa Indonesia adalah alat komunikasi yang paling ampuh. Tanpa bahasa manusia tidak berarti. Modal utama dalam komunikasi adalah bahasa. Bahasa Indonesia menjadi salah satu modal utama perekat bangsa Indonesia. 


Coba bayangkan, luas negara Indonesia yang diperkirakan 1.919.440 km2, dan merupakan negara dengan luas terbesar ke-15 di dunia (data dari http://truesize.blogspot.com). Dalam lagu diringkas menjadi “Dari Sabang sampai Merauke”. Dari Sabang, kota di ujung Barat sampai Merauke, kota di ujung Timur. Bahasa Indonesia menjadi jembatan untuk menghubungkan manusia Indonesia dari berbagai pulau. Dalam hal ini bahasa Indonesia sangat berjasa.

Di tengah gempuran berbagai bahasa daerah dan bahasa asing, bahasa Indonesia tetap menjadi sarana komunikasi yang paling ampuh. Di Flores, NTT, tempat saya mengenyam pendidikan dasar dan menengah, Bahasa Indonesia sangat berjasa. Di sekolah, kami dibiasakan menggunakan bahasa Indonesia. Untuk komunikasi lisan kami menggunakan bahasa ibu, bahasa daerah. Sedangkan untuk bahasa tulis wajib menggunakan bahasa nasional. Mau tidak mau dan harus berusaha. Buku pelajaran semuanya ditulis dalam bahasa Indonesia. Saya dengan susah payah mempelajari bahasa ini mengingat di rumah dan lingkungan, saya menggunakan bahasa daerah.

Memasuki usia sekolah menengah, saya sempat khawatir, bagaimana saya bisa memahami bahasa Indonesia dari teman-teman. Saya pun giat mempelajari bahasa ini. Komunikasi lisan dengan bahasa Indonesia mulai aktif ketika SMP. Kebetulan ada beberapa teman yang pindah dari kota kabupaten dan mereka menggunakan bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari. Saya pun sering berkomunikasi dengan teman-teman ini dengan tujuan bahasa Indonesia saja lancar.

Di SMU, saya sudah tidak khawatir lagi karena bahasa Indonesia saya sudah bagus. Bahasa lisan, yang tidak sesuai dengan standar baku, juga sudah lancar. Bahasa tulis sesuai standar baku sudah bagus. Dengan bahasa Indonesia dalam dua ragam (lisan dan tulisan) ini saya bisa menikuti pelajaran dan bergaul dengan teman-teman siswa.

Ketika selesai SMA dan keluar dari Flores, penggunaan bahasa Indonesia ini semakin sering. Keluar dari Flores dan memasuki daerah NTB, Lombok, saya berkomunikasi dengan teman-teman dari Lombok. Beda bahasa daerah, beda suku, beda kebiasaan, di dalam kapal laut jadi satu. Kami berinteraksi dengan bahasa Indonesia. Saya bayangkan kalau saya belum bisa berbahasa Indonesia, saya hanya diam saja di dalam kapal itu. Tetapi nenek moyang bangsa ini sudah memikirkan semuanya supaya kami anak cucunya bisa berinteraksi satu sama lain dengan mewarisi bahasa Indonesia.

Berjalan lagi hingga tiba di Bali, saya berbincang-bincang dengan teman di Bali. Kami bisa berinteraksi karena bisa berbahasa Indonesia. Tentu kami berbahsa sesuai kebiasaan kami. Tak jarang beberapa kalimat harus diperjelas. Ini terjadi karena keterbatasan kami mencari kata yang tepat dan juga karena sering mencampuradukkan kata bahasa Indonesia dengan bahasa daerah. Tetapi ini kekurangan kecil karena kami toh pada akhirnya bisa memahami pembicaraan satu sama lain.

Berjalan lagi dan tiba di Pulau Jawa, mulai dari kota Yogyakarta hingga Jakarta. Saya bertemu banyak orang, Jawa dan luar Jawa. Bertemu orang Toraja, Sulawesi Selatan, orang Menado, orang Medan, Batak, Palembang, Kalimantan, Irian, Timor, Padang, Maluku, dan beberapa daerah lainnya. Kami bisa berkomunikasi satu sama lain.

Saya merasa bangga mempunyai bahasa Indonesia. Saya merasakan betul, kekuatan bahasa Indonesia sebagai perekat kesatuan bangsa dan jembatan berkomunikasi. Andai saya tidak bisa berbahasa Indonesia, alangkah sedihnya hati ini karena tidak bisa berkomunikasi dengan teman-teman dari daerah lain.

Dengan bahasa Indonesia saya mengenal berbagai budaya bangsa ini. Berbincang-bincang dengan orang Sulawesi, membicarakan tentang budaya Toraja. Saya jadi tahu betapa uniknya budaya pesta adat orang Toraja yang mengorbankan lebih dari seekor kerbau. Satu kali upacara adat memerlukan 5-6 ekor kerbau. Ini hanya contoh bagaimana kekuatan bahasa Indonesia dalam merekat persatuan bangsa.

Saya bangga mempunyai bahasa Indonesia. Di Yogyakarta, saya bergaul dengan orang-orang Jawa. Banyak di antara mereka yang fasih berbahasa Jawa. Mula-mula saya canggung berkomuniaksi dengan mereka. Betapa kurang enak, hanya mereka sendiri yang memahami pembicaraan itu. Tetapi lama-lama saya mencoba menyapa dngan bahasa nasional, bahasa Indonesia, mereka pun sadar dan mulai menggunakan bahasa Indonesia. Ini cerita kaum muda.

Kaum tua juga punya cerita unik. Saya pernah tinggal di daerah Boro, Kulonprogo. Di sana banyak orang menggunakan bahasa Jawa. Kata mereka, kalau mau belajar bahasa Jawa, datanglah ke sini. Memang benar, beberapa orang asing datang ke sana untuk belajar bahasa Jawa. Saya pun sempat memepelajari belasan kata bahasa Jawa bersama masyarakat di sana.

Saya berjalan keliling kompleks dan bertemu kakek dan nenek yang pulang dari kebun, juga orang-orang di pasar. Mereka berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Begitu mereka tahu, saya tidak bisa berbahasa Jawa, mereka menggunakan bahasa Indonesia. Ada beberapa yang masih kaku mengucapkan kata bahasa Indonesia tetapi kalau saya omong mereka bisa mengerti. Beberapa kakek dan nenek yang sering berjumpa dengan saya sedikit demi sedikit menyapa dengan bahasa Indonesia.

Ini luar biasa. Gara-gara saya kakek dan nenek itu juga berbahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memang mempunyai kekuatan yang bisa menembus sekat budaya, bahasa daerah, suku, dan sekat-sekat sosial lainnya. Saya bangga mempunyai bahasa Indonesia. Kendati tidak semua orang menggunakan bahasa ini dalam pergaulan sehari-hari saya amat bangga bisa berbahasa Indonesia.

Agak aneh ketika ada sebagian rakyat Indonesia tidak bangga berbahasa Indonesia. Padahal bahasa indonesia mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam memersatukan rakyat negeri ini. Ada orang asing yang berkomentar bahasa Indonesia itu mudah dipelajari karena tata bahasanya sederhana. Kata kerjanya tidak perlu diubah sesuai subyek seperti beberapa bahasa asing. Dengan komentar ini, ada orang Indonesia yang merasa minder karena bahasa sederhana mencerminkan cara berpikir pemakainya. Tentu saja faktanya tidak demikian. Toh, orang asing juga beramai-ramai memperlajari bahasa Indonesia. Dan, mereka bangga menunjukkan kepada teman-teman mereka bahwa mereka bisa berbahasa Indonesia. Dengan bahasa Indonesia pula mereka bisa belajar budaya bangsa indonesia yang beraneka ragam ini.

Mari kita lestarikan bahasa kita. Lebih dari sekadar lestari, kita mesti mempunyai kebanggaan yang tinggi terhadap bahasa kita.

PA, 22/8/2012
Gordi Afri




foto oleh Kriscahaya
Sungguh miris dan miris mendengar berita tawuran anak sekolah di kota Jakarta. Bukan sebatas tawuran saja. Ada korban jiwa. Seperti apakah nantinya masa depan anak didik kita ini?

Kalau mau sekolah jangan buat tawuran. Jika berbakat tawuran jangan sekolah. Begitulah beberapa nasihat yang sering terdengar. Maksudnya jelas. Agar anak-anak bisa memilih satu. Atau menjadi murid di sekolah, atau menjadi pelaku tawuran. Menjadi murid berarti berhadapan dengan guru. Menjadi pelaku tawuran berarti berhadapan dengan polisi di kantornya.

Satu pilihan saja cukup. Menjadi anak sekolah misalnya. Jadilah anak sekolah yang baik. Tegar dalam menghadapi tawaran teman-teman. Manusia memang gampang tergoda tetapi kita berusaha untuk kuat berpegang teguh pada nasihat orang tua. Demikian juga dengan pilihan pelaku tawuran. Lebih baik jangan menghuni salah satu lembaga pendidikan. Bukan kamu sebagai pelaku saja yang rugi. Lembaga itu rugi. Pihak yang terlibat di dalamnya rugi. Masyarakat luas rugi.

Tidak mudah membuat pilihan ini. Orang tua saja tidak mampu. Guru saja juga tidak mampu. Masyarakat saja juga tidak mampu. Sebaiknya ada kerja sama juga. KITA dan bukan KALIAN para guru, KALIAN para orang tua, KALIAN orang-orang yang berada di lingkungan sekolah.

Mereka bilang hentikan tawuran itu. Emang gampang? Berat lho…. Tetapi sebagai teriakan yang menggertakan itu boleh saja terus digemakan. Jangan takut menghukum pelaku. Satu pelaku dihukum yang lain akan ketakutan. Sebaliknya satu ditolerir yang lainnya menunggu waktu menjadi pelaku. Selesaikan dulu satu masalah sampai tuntas, jangan tersisa sedikit pun. Maka, masalah lain ikut dicegah. Lebih baik mencegah daripada mengobati, begitu slogan pakar kesehatan yang kiranya patut didengarkan dalam dunia sosial.

Jika pendidikan menjadi ajang tawuran, jangan bermimpi pendidikan di negeri ini maju. Boleh saja kita dapat juara di tingkat internasional. tetapi, jika anak sekolah tetap menjadi biang kerok tawuran, bukan tidak mungkin masa depan anak didik kita curam dan gelap.
————————-
*Obrolan siang…………

PA, 26/9/2012
Gordi Afri

foto oleh Syahrulsyahputra
Siapa yang masih ingat kelima sila Pancasila? Boleh jadi banyak yang lupa. Saya hanya membacakan secara teratur kelima sila tersebut saat SD. Itu terjadi puluhan tahun lalu. Sekarang saya kadang-kadang lupa kelima sila itu. Kadang-kadang hanya ingat sebagian kalimatnya saja. Ini mungkin pengaruh daya ingat. Apalagi sekarang ini jarang disebutkan lagi.

Anak-anak sekolah sekarang juga ternyata ada yang sering lupa. Pernah saya bertanya kepada pelajar SMA tentang kelima sila tersebut. Sebagian besar sudah lupa sila-silanya. Beberapa dari mereka ingat betul. Mereka bisa menghafal. Sebagian lagi malah merasa asing karena sama sekali tidak mengingat satu-dua kalimat pun. Wah..ini bahaya. Penyakit lupa akan pancasila semakin mewabah.

Hari ini, bangsa ini merayakan hari Kesaktian Pancasila. Kata sakti ini penting. Sakti berarti memiliki daya yang luar biasa. Kesaktian berarti kemampuan yang luar biasa. Kadang-kadang kata kesaktian disematkan pada kekuatan gaib. Gaib dalam artian jauh dari jangkauan jelajah berpikir manusia.

Kesaktian pancasila. Jika kata sakti disematkan di depan pancasila, sejauh itukah daya pancasila? Tentu saja founding fathers negeri ini mengharapkan demikian. Pancasila paling tidak mesti dijadikan pengikat yang melampaui sekat budaya, daerah, agama, dan kelompok sosial. Jika dicermati dengan baik, pancasila menyokong kehidupan bersama di negeri ini.

Mereka dulu tahu, bangsa ini majemuk. Bagaimana menyatukannya? Lahirlah pancasila. Maka jangan main-main dengan latar belakang munculnya pancasila. Jangan heran jika para peneliti asing sangat bangga dengan pancasila dari Indonesia. Mereka tahu betul seluk-beluk lahirnya. Mereka juga menemukan kekuatan luar biasa dari pancasila. Tak heran jika kata KESAKTIAN disematkan di depan kata PANCASILA.

Pertanyaannya adalah masihkah pancasila ini sakti? Masihkah pancasila memiliki kekuatan luar biasa, yang melampaui sekat budaya, daerah, agama, dan kelompok sosial?
Gambaraan pelupaan isi pancasila menjadi rambu bahwa negeri ini mulai melupakan sejarahnya. Bagaimana menemukan kekuatan-kesaktian pancasila jika sila-silanya saja lupa. Tetapi tentu saja masih muncul penggiat yang gemar mengembalikan kekuatan pancasila di negeri ini. di tengah mirisnya harapan akan kesaktian pancasila, negeri ini masih mempunyai tokoh kaliber yang berusaha menegakkan pancasila.

Gerakan tokoh-tokoh seperti almarhum Gusdur kadang-kadang memang berhadapan dengan kekuatan kelompok radikal yang anti-perbedaan. Ini juga menjadi bukti bahwa pancasila kini terancam keberadaannya. Siapa lagi yang bisa mempertahankan kesaktian pancasila? Besar harapannya agar kaum muda negeri ini mau dan mampu mengembalikan KESAKTIAN PANCASILA. Selamat hari kesaktian pancasila.
———–
obrolan siang

PA, 1/10/2012
Gordi Afri

Dua hari tidak menulis di kompasiana. Tidak rugi. Tidak untung juga. Memang tidak sengaja. Hanya karena tidak sempat. Tetapi beruntung ada sahabat kompasiana yang rupanya melihat profil saya. Dari situ, ketahuanlah, saya tidak mampir ke kompasiana.
Sahabat baik saya ini mengingatkan saya…” belum mampir ke kompasiana ya…”

Wah..saya langsung sadar. Benar juga. Dua hari saya tidak mampir. Memang saya mempunyai kesibukan lain selama dua hari. Tetapi kalaimat sahabat itu terngiang di telinga. Sampai akhirnya hari ini saya menulis lagi. Sahabat saya yang mengingatkan saya itu juga yang menjadi pembacanya.

Saya beruntung dua kali. Pertama, mendapat kalimat menarik yang menyadarkan saya untuk menulis lagi. Kedua, saya bisa menulis di hari yang ketiga. Pembacanya juga termasuk sahabat baik saya ini.

Ada untungnya mendengarkan usulan, pendapat, solusi, masukan, pikiran orang lain. Kadang-kadang keinginan untuk mengabaikan saran teman begitu tinggi. Padahal tidak semua saran yang dilontarkan menjadi sampah yang perlu diabaikan. Saya sungguh berterima kasih kepada teman saya ini. Dia melakukan hal yang kecil. Tetapi, pengaruhnya besar bagi saya.

Selamat bermalam minggu. Terima kasih ya sahabatku…saya tak perlu menulis namanya di sini. Dia pasti tahu.

———————
PA, 3/11/12
GA


Saya membuka facebook pagi ini. Berharap ada inspirasi untuk membuat tulisan. Ternyata benar saja. Ada inspirasi.

Teman saya menulis status tentang diwisudanya dua pendidik (Opa Nadus P dan Oma Ros) kami dulu waktu SD.
Saya membaca status lalu langsung terbayang wajah kedua pendidikku itu. Saya mengingat mereka. Mereka dulu berjuang mendidik saya. Sekarang saya jadi seperti ini. Campur tangan mereka turut memengaruhi kehidupan saya sekarang.

Sekarang saya juga menjadi pendidik. Seperti mereka. Hanya saja beda muridnya. Dulu saya jadi murid mereka. Murid sekolah di kampung. Sekarang saya mendidik di kota. Tetapi murid saya juga berasal dari kampung dan kota.

Berita itu menggembirakan saya. Katanya, kedua pendidik kami itu diwisuda. Memang mereka dulu bukanlah tamatan sarjana. Mereka ‘sarjana’ dalam hal mendidik. Bukan dalam pangkat atau jabatan pendidikan. Kalau sekarang mereka diwisuda itu karena memenuhi persyratan sebagai pendidik saja.
Mereka memang tamatan sekolah dulu. Sistem pendidikannya beda dengan para pendidik sekarang.
Betapa pun demikain saya gembira mendapat kabar itu. Buka facebook hari ini bukans aja dapat isnpirasi tetapi juga dapat kabar gembira. Facebook ternyata kalau digunakan dengan baik bisa menggembirakan para sahabat yang menggunakannya. Terima kasih untuk kedua pendidikku. Terima kasih untuk sahabatku sebagai pewarta.

Saya menunggu kabar dari sahabat lainnya. Juga menunggu diwisudanya para pendidikku yang lain. Jasa kalian besar bagi pembangunan negeri ini.

PA, 9/11/12
GA

Teknologi diciptakan untuk kelancaran aktivitas manusia. Siapa pun menyetujui ini. Manusia pun semakin mudah dengan adanya teknologi. Sebut saja internet dengan layanan jual online, pelanggan tak perlu mendatangi tempat jualan.

Tetapi tdak selamanya teknologi itu memperlancar kegiatan manusia. Teknologi kadang-kadang mengulur waktu. Membuat manusia lambat bermobilisasi.

Pagi tadi, suasana ruang kelas kuliah gaduh. Dosen lama sekali membetulkan monitor LCD yang disambungkan ke laptopnya. Kalau dihitung 15 menit buang begitu saja. Padahal waktu adalah pengetahuan kata akademisi.

Nah…gimana nii….teknologi kok mengulur waktu. Itu dia masalahnya. Ada ketidakberesan yang tak terduga. Mendingan mengajar tanpa laptop daripada menunggu 15 menit. Kalau dosen dulu mengajar dengan menerangkan secara lisan. Yang ini lancar-lancar saja. Diktat kuliah diedarkan belakangan.

Jadi, jangan terlalu bergantung sepenuhnya pada teknologi. Teknologi canggih tanpa listrik tak berarti apa-apa. Kita mesti tetap bisa hidup tanpa teknologi. Dengan teknologi hidup semakin mudah di satu sisi tetapi di lain sisi hidup jadi semakin susah.

Remaja sekarang selalu sedih dan murung jika sehari tanpa hp di atngannya. Ada juga yang menrengek tanpa uang pulsa di tangannya. Ini kasus kecil. Gara-gara tak ada hp mutakhir, tak mau ke sekolah. Walahhhhh teknologi kok memundurkan peradaban manusia.

Kaum muda bangkitlah. Buktikan bahwa kamu bisa hidup tanpa teknologi. Kakek-nenek moyangmu ratusan tahun lalu bisa hidup sehat tanpa teknologi.

PA, 5/12/12
GA



Kerangka Penulisan Skripsi

Pada bagian sebelumnya (5), kita melihat petunjuk membaca buku skripsi. Buku dibaca secara keseluruhan dan tak harus melihat kamus untuk buku berbahasa asing. Juga membaca bagian pendahuluan dan penutup.

Pada bagian ini (6), kita mencoba membuat kerangka penulisan skripsi. Ada banyak model yang ditawarkan. Misalnya menggunakan angka semua untuk bab dan sub bab, Bab I, 1.1, 1.2, Bab 2, 2.1, 2.2, dan seterusnya. Ada juga yang menggunakan kombinasi angka dan huruf. Bab I, 1, A, dan sebagainya. Pemilihan model tergantung kebijakan kampus. Ada yang mewajibkan hanya angka saja. Ada yang kombinasi angka dan huruf.

Saya belum menemukan model berupa huruf semua. Misalnya Bab A, bab B, dan seterusnya. Yang lazim adalah angka dan angka-huruf.

Ada juga kampus yang tidak mematok peraturan baku. Ada yang memberi kebebasan memilih model mana. Sebab, dalam buku panduan yang dibeli mahasiswa ada banyak model. Semuanya bisa dipertanggungjawabkan.

Apa pun modelnya yang terpenting adalah kekonsistenan. Dalam arti, modelnya harus tetap. Setiap bab harus sama. Bab I, 1.1, 1.2, Bab II, 2.1,2.2, dan seterusnya. Jangan sampai Bab I, 1.1,1.2, Bab II, A, B, dan seterusnya.

Jadi, apa pun model pembagian kerangka yang dipilih, ikutilah itu secara konsisten. Jangan coba-coba mengubah dari pilihan sebelumnya. Dengan itu terlihat, pembagiannya secara jelas.

Saya kira demikian saja penjelasan tentang kerangka penulisan skripsi. Kalau belum jelas bisa ditanyakan lewat email. Atau kalau ada yang masih kurang bisa ditambahkan pada bagian komentar. Saya terbuka dengan masukan para pembaca.***

Bersambung ke Menulis Skripsi (7) Serial Kiat Sukses Menulis Skripsi


Pandega Asih-Yogyakarta, 22/3/13

Gordi Afri


foto oleh hanifahonlineshop
Kain batik menjadi tren di Indonesia akhir-akhir ini. Sejak pemerintah Malaysia berencana mengklaim hak cipta batik beberapa tahun lalu, Indonesia gencar mempromosikan batik. Baik untuk masyarakat lokal maupun internasional. Bahkan di Jakarta hari Jumat dijadikan sebagai hari batik. Hari di mana semua masyarakat diwajibkan untuk memakai batik. Mulai dari pekerja kantoran hingga sopir dan kenek bus trans-jakarta.

Batik di Indonesia berasal dari beberapa daerah seperti Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan. Tiga daerah ini menjadi kota terkenal sebagai kota perajin batik di Indonesia. Nah, bagaimana membedakan batik Solo, Yogya, dan Pekalongan?

Saya sama sekali tidak tahu tentang hal ini. Bagi saya batik ya batik. Entah dari Yogya, Solo, atau pun Pekalongan. Tak bisa membedakan asal-usul batik dari segi motifnya. Wong saya jarang memakai batik juga. Waktu kecil saya hanya melihat batik yang dijadikan kain untuk menggendong adik-adik saya. Selain itu ada juga kain atau baju batik yang dipakai bapak saya. Bapak saya hobi mengoleksi dan memburu batik bagus. Saya ingat persis, dia hobi membeli baju batik Solo. Dia memang pecinta batik. Cinta produk lokal gitu lhooo.

Tadi siang saya bertemu dengan seorang sahabat yang adalah pengrajin batik. Saya bertanya kepadanya perihal membedakan batik dari ketiga daerah penghasil batik ini. Dia memang pengrajin batik sehingga tahu membedakan motif dari berbagai jenis batik.

Pembedaan pertama yang dia jelaskan adalah soal model batik. Batik Solo dan Pekalongan biasanya dibuat dengan cara cap. Setelah menggambar motif, motif itu dibuat dalam bentuk semacam stempel. Stempel itu lah yang ditancapkan pada kain batik. Dengan ini proses pembuatannya cepat.

Dia juga menunjukkan cara untuk membedakan batik hasil cap dan hasil bukan cap. Bagian pinggirnya terlihat jelas. Ada pembatas yang memisahkan bagian satu dengan lainnya. Beda dengan batik tulis yang bagian pinggirnya rapi.

Batik Yogya dikenal sebagai batik tulis. Batik Yogya dihasilkan dengan menggambar langsung di kain batik. Motifnya asli. Bukan hasil cap. Bagian pinggirnya rapi.

Jangan heran kalau proses pembuatan batik Yogya cukup lama. Harganya juga agak mahal dibanding batik Solo dan Pekalongan. Batik Yogya dijual di tempat-tempat tertentu saja karena harganya mahal. Beda dengan batik Solo dan Pekalongan yang bisa ditemukan di mana-mana.

Pembedaan berikutnya adalah soal motif. Batik Yogya memiliki motif khas seperti gambar manusia atau hewan, burung, dan sebagainya. Batik Pekalongan mempunyai motif pesisir. Ada gambar laut, nelayan, dan sebagainya. Batik Solo hampir berdekatan dengan motif batik Yogya. Ada gambar wayang.

Demikianlah hasil perbincangan yang saya tangkap dari sahabat saya ini. Terima kasih untuk ceritanya. Saya dapat pengetahuan baru. Kalau tidak, saya tidak bisa membedakan batik dari ketiga daerah ini.

PA, 26/9/2012
Gordi Afri


foto ilustrasi dari internet
Saya tak jemu-jemunya mengatakan sejarah itu penting. Bukan karena tanpa sejarah sebuah bangsa akan mati. Sejarah bisa menjadi sebuah ranting kehidupan sebuah bangsa. Jika ranting itu patah tak ada lagi pohonnya. Saya tahu banyak anak-anak SD dan SMP bahkan SMA yang tidak suka sejarah. Saya tetap akan mengatakan cintailah sejarah bangsa.

Seperti postingan saya sebelumnya di blogspot menyinggung soal sejarah. Kali ini juga akan saya singgung hari bersejarah lainnya. Konteksnya masih sama yakni menjelang akhir masa kuliah di STF Driyarkara. Saya langsung saja menyebut tanggalnya yakni 25 Mei 2012 (hari Jumat).

Pada hari ini saya kembali diuji oleh 3 dosen dalam ujian penentu. Ujian itu setara dengan skripsi yang juga diuji oleh lebih dari satu dosen. Memang ada perbedaan bobotnya. Ujian skripsi berbobot 6 SKS (Satuan Kredit Semester) sedangkan ujian yang ini hanya 3 SKS.

Ujian ini dikenal dengan sebutan Ujian Komprehensif. Komprehensif berarti secara keseluruhan. Ujian ini mencakup bahan kuliah dari semester 1 sampai 8. Bukan berarti semua mata kuliah. Lebih kurang ada 9 mata kuliah. Bahan-bahannya diringkas dalam 36 tesis.

Tesis di sini jangan dicampuradukkan dengan tesis sebagai tugas akhir mahasiswa S2 atau master. Tesis merupakan sebuah pernyataan yang mesti dijelaskan penjabarannya. Dalam ilmu filsafat dikenal istilah tesis-antitesis-sintesis. Nah, sintesis itulah yang merupakan pernyataan yang sudah dijelaskan penjabarannya secara detail. Tesis merupakan sebuah pernyataan yang masih perlu dijelaskan isinya.

Tesis-tesis inilah yang akan diuji saat ujian komprehensif. Mahasiswa akan menjawab 3 tesis yang dipilih secara acak oleh 3 dosen penguji. Seorang dosen akan bertanya setelah mahasiswa menjelaskan tesis yang dipilih. Dalam kesempatan inilah dosen akan menguji kemampuan berpikir mahasiswa. Biasanya mahasiswa berpikir logis setelah mengikuti kuliah 4 tahun. Untuk mengujinya, salah satunya, dengan ujian ini. Tiap dosen menggunakan metode ini. Jadi, seorang mahasiswa itu betul-betul diuji kemampuannya dalam menjelaskan sesuatu.

Ujian ini biasanya menuntut keseriusan dalam mempersiapkan bahan. Juga kesiapan mental. Ada beberapa teman yang karena rasa gugup menguasainya, dia tidak bisa menjawab satu kata pun dalam ujian. Sadis bukan? Maka, persiapkanlah mental dengan baik. Beberapa teman lagi gagal karena belum mampu menjelaskan dengan baik dan detail tesis yang diuji.

Peristiwa ini menjadi sejarah dalam hidup saya. Dengan persiapan yang belum terlalu matang, saya memberanikan diri menghadap ketiga dosen penguji. Saya baru saja keluar dari rumah sakit sehingga persiapannya juga agak kurang. Tiap hari hanya ada waktu sekitar 1-2 jam untuk persiapan tesis. Selebihnya saya istirahat karena masih lemas.

Tetapi saya berterima kasih kepada pihak sekretariat kampus karena memberi saya waktu belajar secukupnya. Jadwal ujian saya ditunda dari jadwal semula yakni Senin, 21/5/2012. Penundaan ini karena kondisi kesehatan saya tidak memungkinkan untuk ujian hari itu. Hari Kamis minggu sebelumnya saya baru keluar dari rumah sakit.

Saya tetap berusaha  mempersiapkan diri dengan baik juga disesuaikan dengan trik-trik menghadapi dosen penguji. Tesis-tesis diuraikan dengan bahasa sendiri. Trik menghadapi dosen penguji juga sudah disiapkan. Betapa kagetnya saya ketika semua ini sia-sia. Dosen penguji diganti pada hari ujian. Untungnya pagi hari saya ke kampus melihat ulang jadwal. Terkejut sekaligus kecewa karena dua dosen diganti. Mulai saat itu saya meyakinkan diri saya bahwa ujian ini tidak tergantung pada dosen penguji tetapi tergantung pada persiapan diri. Usaha meyakinkan diri ini berhasil. Saya tidak gugup berhadapan dengan dua dosen yang diganti. Saya bersyukur karena saya bisa menjelaskan tesis yang diuji dengan baik.

Inilah bagian dari sejarah hidup saya. Sejarah ini menjadi tonggak bagi saya untuk melangkah ke dunia selanjutnya yang sama sekali lain. Dunia yang tidak lagi antara menjelaskan dan mendengar. Tetapi, dunia yang kadang-kadang membutuhkan pertanggungjawaban yang rasional dan logis. Dunia yang hanya bekerja saja tanpa berdiskusi. Terima kasih untuk Sang Empunya yang membolehkan saya mengalami masa sejarah ini.

*Dimuat juga di kompasiana.com dengan judul SATU LAWAN TIGA DI MEJA PENTU
CPR 3/6/2012
Gordi Afri
Powered by Blogger.