Halloween party ideas 2015

L’unita tra Dio e gli uomoni

foto, en.wikipedia.org
Scelgo come titolo di questa riflessione è l’unita tra Dio e gli uomini. Non è a caso, l’’ho scelto dopo aver rifletutto il vangelo che ci offre in questa V domenica di pasqua. Lì, Dio ci presenta come la vera vite. Domenica scorsa ci presenta come il buon (il bello) pastore. La vera vite che da i frutti. Non è la vite semplice ma la vera vite. Ci sono le vite che non danno i frutti. Gesù non come queste vite. Gesù è la vera vite cioè colui che da i frutti.

Se Gesù è la vera vite, i discepoli, i popoli di Gerusalemme sono i tralci. I tralci riceveranno i frutti propria dalla sua vite. Non c’è tralcio senza l’albero. Perciò, anche i tralci producono i frutti che provengono dal suo albero.

È interessante la parabola di Gesù. Lui è la vite e noi siamo i tralci. Gesù ci da la possibilità di producere i frutti solo se noi apparteniamo a Lui stesso. Quindi, in questo caso, Gesù ci invita a fare l’unita. Lui e noi siamo riuniti. Con questa unita, possiamo dare i frutti. Se non c’è questa unità non possiamo dare i frutti.

Gesù dice ancora, senza di me non potete fare nulla. Anche qui, ci indica la strada giusta per fare tante cose. Solo da Lui abbiamo la forza di fare tante cose. Con la sua forza che ci da, possiamo amare gli altri. È questo un’esempio che ci aiuta a capire bene la parabola di Gesù. Gesù ci da questa forza perché siamo riuniti. Certo che possiamo fare tante cose senza di Lui, però, le facciamo non con l’amore, perché tutte le cose fatte con l’amore di Gesù. Per fare meglio, per fare con l’amore dobbiamo ricevere l’amore di Gesù.

Ricordiamo che siamo invitati a riunire, a creare l’unita con Gesù. Come i tralci e l’albero.

Buona domenica

Parma, 3/5/2015
Gordi

Keluarga korban terpidana mati dari Brasil
gambar dari kabar24.bisnis.com
Eksekusi hukuman mati sudah dibuat di Indonesia, namun gemanya masih ramai dibicarakan. Terutama di luar negeri. Maklum, korbannya memang sebagian besar dari luar negeri. Jangan heran jika warga Brasil, Australia, Nigeria, Filipina, dan sebagainya masih membicarakannya. Boleh jadi di Indonesia sudah jadi berita basi sebab sudah datang berita baru yang menyedot perhatian masyarakat. Indonesia dalam hal ini memang seperti anak remaja yang sedang mengalami cinta monyet. Cinta yang seperti monyet, bertengger dari satu dahan ke dahan yang lainnya. Indonesia menciptakan beragam cerita dan fakta dari hari ke hari. Cerita yang satu belum tuntas digali akarnya, sudah muncul cerita baru.

Di meja makan, hari ini, saya duduk dengan teman dari Brasil. Sambil makan siang, kami ngobrol tentang Brasil dan Indonesia. Di tengah kami, ada juga orang lain yang pernah bekerja bertahun-tahun di Brasil. Dia tentu bisa menambah informasi bagi kami yang duduk dan ingin bertukar informasi saja. Di media, mungkin relasi Indonesia-Brasil, hangat dibicarakan. Bahkan, sedang panas-panasnya. Sampai menarik duta besar segala. Kami, tidak seperti dibicarakan di media, bisa berelasi akrab. Bahkan, sampai makan siang bersama. Kami pun memilih mengobrol topik hukuman mati. Diawali dengan guyonan, Indonesia membunuh manusia. Saya pun membalasnya, yang jahat dan merugikan masyarakat akan kami bunuh. Orang-orang seperti ini menurut saya seperti cabang pohon yang berpenyakit, yang tidak menghasilkan buah. Layak dipotong. Tetapi, tentu saja, ini bukan batang dan ranting sebuah pohon. Ini adalah manusia yang tidak bisa disamakan dengan batang dan ranting pohon.

Saya pun memprovokasi teman yang pernah bekerja di Brasil. Mulai dengan mengagungkan Brasil, negara yang kerap disebut benua atau dunia itu. Yang, mesipun dalam kenyataannya, Indonesia masih lebih banyak penduduknya dari Brasil. Tetapi, ini hanya pemicu saja. Teman saya ini pun mulai memperbincangkan Brasil yang diagungkan kebesarannya itu. Saya mendengar saja. Lalu, saya berujar, Indonesia masih lebih besar dari Brasil. Penduduk Indonesia lebih banyak ketimbang Brasil. Dia kaget. Dia memang bekerja lama di Brasil dan mungkin hanya tahu sekitar Brasil saja. Dia lihat Brasil begitu besar sampai menyebutnya benua atau dunia. Padahal, dia tidak tahu kalau Indonesia lebih besar dari negara yang dia banggakan itu.

Saya tanya dia tentang kehidupan masyarakat di Brasil. Salah satu yang dia singgung adalah tentang minuman terlarang dan narkoba. Ya, rupanya di Brasil banyak orang jadi korban dari perdagangan dua benda haram ini. Dia menambahkan, dulu Brasil dikenal sebagai paru-paru dunia, sekarang sudah berubah. Dia menceritakan kehidupan di kota kecil, Belem, tempat dia bekerja. Katanya, dulu kota ini aman dan hijau, bisa bersepeda. Sekarang, banyak orang mabuk, dan banyak pengendara sepeda motor. Saya bertanya lebih dalam lagi tentang mabuk ini. Dia mengakui, di Brasil memang banyak orang mabuk karena minum dan tentu saja karena obat terlarang itu. Bahkan, lanjutnya, hampir setiap hari, ada pembunuhan atau ada orang yang dibunuh, gara-gara obat terlarang dan kemabukan ini.

Teman saya yang Brasil ini ikut mendengarkan paparan teman kami ini. Dia pun tidak berkutik ketika saya memancingnya, tidak salah kami membunuh pembawa narkoba di Indonesia yang nota bene orang Brasil. Dia tertawa saja. Teman kami yang satu mengatakan, di Brasil juga banyak orang terbunuh gara-gara kasus seperti ini.

Obrolan ini membuka mata saya tentang latar belakang Brasil. Bisa dipahami dari informasi kecil ini, jika pengedar narkoba di Indonesia juga ada kaitan dengan Brasil. Di Brasil saja narkoba meraja lela apalagi kalau sampai dibawa ke luar negeri bahkan sampai di Indonesia. Namun, saya puji pembelaan pemimpin Brasil yang ingin mempertahankan warga negaranya dari ancaman hukuman mati. Pembelaan yang sayang tidak digubris oleh Indonesia. Indonesia sekali lagi tidak main-main dan mau memberantas pengedar narkoba seperti ini.

Kasus ini kiranya bisa membantu  pemerintah Brasil dan pemerintah Indonesia untuk bekerja memberantas pengedaran narkoba ini. Daripada ribut-ribut menarik duta besar, lebih baik bekerja sama demi kebaikan bersama.

Selamatkan kehidupan dari bahaya narkoba.

PRM, 3/5/15
Gordi

Unity in Diversity

picture, bibleencyclopedia.com 
I like to remember the motto of the Indonesian state, Unity in Diversity. Indonesia has many languages, many ethnic, many cultures, many islands, and so on, but Indonesia is one. Indonesia has one language make the Indonesian people unity. Today, Jesus teaches us the importance of the unity. The unity with Him. 

He gives us a parabola, like the vine and the branch. The vine is Jesus and we are the branch. I am the true vine, said Jesus, and my Father is the vine grower. He takes away every branch in me that does not bear fruit, and every one that, does he prunes so that it bears more fruit.

In this phrase, we are invited to make the unity with Him. Jesus shows us the unity of He and His Father. And, He invites us to do like that. If we are in unity, we can bear the fruits, we can give the fruits.

Like this parabola, we come from many nations. The majority is Italians, but some of us, come from the other's nation like Indonesia, Equador, Filipin, and some nations from Africa. We are in unity in the one home, that is the church of Saint Cristin. Just with this unity, We can hear the many voices of the Italian children, the African children, the Asian children, and also the voice of my friend, Mara. She teaches us at this Sunday.

This voice is like the branch of the vine. These voices are the branch that the part of the true vine. It is mean, this branch makes the fruits.

Happy Sunday

Parma, 4 May 2015


Oggi è primo maggio. È il giorno speciale. La memoria di san Giuseppe, patrono del lavoratore. Giuseppe, come racconta nella bibbia, è un lavoratore, un carpentiere.

Più che la festa di san Giuseppe, oggi è anche l’inizio del mese di maggio. Il mese di Maria. Il mese che dedica a Maria. Perciò, ricordiamo la nostra santa madre in questo mese.

Preghiamo insieme con Lei e il suo Figlio Gesù Cristo.

Maria, prega per noi.

Gambar dari nonstop-online.com
Anggun rupanya sudah memebaca reaksi rakyat Indonesia atas surat terbukanya. Surat yang dia tulis sebelumnya berisi penyesalannya atas praktik hukuman mati di Indonesia. Di situ, dia menyatakan ketidaksetujuannya atas hukuman mati. Dia juga memohon kepada presiden RI untuk tidak mempraktikkan hukuman mati ini. Surat itu pun ibarat petir di siang bolong bagi warga dunia maya.

Warga dunia maya dari Indonesia memberi tanggapan. Banyak yang setuju dan sependapat dengan Anggun. Ada juga yang tidak setuju. Ada yang bahkan mengecam isi surat itu. Ada juga yang mempertanyakan latar belakang surat itu. Ada yang menduga, surat itu ditulis karena ada warga Prancis yang jadi calon terpidana mati di Indonesia. Dengan demikian, Anggun tentunya ingin membela warga negaranya ini. Anggun yang berdarah Indonesia-Jawa ini sudah pindah ke Prancis. Dalam suratnya dia memaparkan latar belakang budaya aslinya dan kemudian seperti membanggakan bahwa dia sudah lama tinggal di Prancis. Dia memang sudah warga Prancis. Seperti kita ketahui, Indonesia tidak mengenal kewarganegaraan ganda. Maka, Anggun yang berkewarganegaraan Prancis itu, di Indonesia tidak dianggap sebagai WNI lagi. Entah, di Prancis sana dia juga masih dianggap WNI.

Hari ini, Anggun menulis tanggapan lagi. Tanggapannya ditulis dalam bahasa Indonesia dan diberi judul bahasa Inggris. Entah mengapa demikian. Dipahami saja, Anggun ‘orang internasional’ yang tinggal di Prancis. Tapi, dalam surat itu tidak satu kata pun bahasa Prancis. Malah, bahasa Inggris dan sebagian besar bahasa Indonesia.

Isi Surat Anggun
Menarik menyimak surat Anggun kali ini. Dia mengatakan sekali lagi, dia mendukung pemberantasan narkoba. Dia mengecam koruptor yang membantu memasukkan agen narkoba ke Indonesia. Dia juga ingin mendukung proyek untuk membantu keluarga korban narkoba. Dia mendukung hukuman seberat-beratnya kepada gembong narkoba. Tetapi, dia tidak setuju jika gembong narkoba dibunuh. Dia berargumen, nyawa manusia hanya bisa dicabut oleh Allah saja.

Tampak Anggun menghormati hak hidup manusia. Hak hidup yang menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Anggun memang bekerja sama dengan PBB sebagai pembela HAM. Kiranya tidak ada yang membantah misi Anggun sebagai pembela HAM, juga misi PBB. Namun, benarkah Anggun pembela HAM?

Mempertanyakan peran Anggun sebagai Pembela HAM
Katanya, Anggun adalah pembela HAM. Dia katakan dengan jelas dalam suratnya. Bisa dipahami jika Anggun juga ikut membela warga Prancis yang jadi calon terpidana mati di Indonesia. Jelas juga jika Anggun membelanya karena calon korban adalah teman warga negaranya. Tetapi, pertanyaannya mengapa Anggun hanya membela calon itu? Jika benar pembela HAM, mengapa tidak membela yang lainnya? Mengapa Anggun yang berdarah Indonesia-Jawa itu tidak ikut membela warga Negara Indonesia yang ikut terbunuh di luar negeri?

Salut dengan pembelaan Anggun terhadap kehidupan terpidana. Tetapi, semestinya Anggun dan rekan kerjanya PBB membela sampai tuntas. Jangan hanya membela untuk warganya saja. PBB itu badan internasional dan sebaiknya bekerja di level internasional. Jangan bekerja sampai penduduk dunia memberi kesan PBB bekerja sebagian saja.

Seperti PBB, Anggun juga mestinya demikian. Jika darahmu Indonesia-Jawa, bela dunk warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati. Jangan hanya membela warga negaramu saja. Dan, lebih dari membela calon korban terpidana, sebaiknya Anggun bekerja dalam metode yang lain juga.

Anggun sebagai pembela HAM sebaiknya ikut memberi penyuluhan agar narkoba tidak merajalela seperti barang dagangan. Anggun sebaiknya ikut memberantas perdagangan narkoba. Begitu kan Anggun, kalau mau benar-benar jadi pembela HAM.

PRM, 2/5/15
Gordi


Il mondo cambia, il modo d’evangelizzare bisogna cambia. Ma, è vero o no, se il modo d’evangelizzare cambia, automaticamente può evangelizzare in modo giusto?

Enzo Bianchi in questo libro ci spiega che per l’evangelizzazione occorra saper mostrare un cristianesimo umano, dunque fedele alla terra (p. 46). In questo senso, io credo che un vero evangelizzatore sia un uomo. Non dipende pienamente dal media.

Nella pagina cinquantuno autore di questo libro ancora ci spiega che l’evangelizzazione non è significa convertire pure ma la testimonianza. Ogni cristiani devono testimoniare la sua fede. .. in ogni caso, al cristiano è chiesto non tanto di convertire, quanto di testimoniare nella carità la speranza che abita in lui grazie alla fede (p. 51).

Autore:        Enzo Bianchi
Titolo:          COME EVANGELIZZARE OGGI
Edizione:    edizioni Qiqajon, 1997
Pagine:        64


INDICE
Pagina
7               CHE COS’E’ L’EVANGELIZZAZIONE
11            IL TERRENO DELL’EVANGELIZZAZIONE
25           IL CONTENUTO DELL’EVANGELIZAZIONE
25                              Cristianesimo come fede
31                              Non tacere sulle questioni ultime
35                              Annunciare le remissione dei peccati
39          LA FORMA DELL’EVANGELIZAZIONE
39                             Evangelizzare come minoranza, ma nella compagnia degli uomini
43                             Ostacoli all’evangelizzazione
44                             Testimonianza cellulare
46                             Un cristianesimo fedele alla terra
51            CONCLUSIONE


La vita di Anselm Grùn è molto interessante. Lui è un grande scrittore spirituale. È origine di Monaco e vive in Germania nell’Abbazia dei Beneditini di Mùnsterschwarzach. Dalla Germania ha fatto il viaggio in tutto il mondo a fare la testimonianza o dare il seminario. In questo libro (Anselm Grùn. La sua Vita) è raccontata la vita del Padre Anselm sin dalla sua infanzia fino alla sua vita nel  convento. Freddy Derwahl, autore del libro ci racconta con le frasi corti. Per me è un bel libro e un bel racconto. Derwahl è un grande scrittore soprattutto nella lingua tedesca e anche un giornalista. Ha scritto i libri su Papa Giovanni XXIII e Papa Benedetto XVI.

È interessante anche vedere le attività di Padre Anselm soprattutto il suo modo di leggere e scrivere.  Padre Anselm ha un tempo stretto per scrivere cioè ogni martedì e giovedì dalle 6 alle 8 del mattino. Quindi, lui scrive al mattino. Poi, una volta alla settimana, dalle 8 alle 10 della sera si inchina suoi manoscritto (Pagina 18). Scrivere e rileggere. Ha anche un tempo per leggere. Padre Anselm legge ogni giorno dalle 100 alle 150 pagine (P. 90). Ci vuole più di un’oretta per avere questa mira.

Indice del libro
1.       Dov’è Anselm?............................................................................................................... 7 
2.      Il funerale dell’uccellino............................................................................................ 24
3.      Crisi tra le mura del monastero............................................................................... 42
4.      Il noviziato: “Ascolta, figlio mio”............................................................................. 60
5.      L’abate con la giacca di pelle...................................................................................... 75
6.      Vincoli familiari, Karl Rahner e il buon Dio.......................................................... 91
7.      Il conte e i demoni.................................................................................................... 108
8.     Il dirigente senza stipendio...................................................................................... 125
9.      In tutto il mondo....................................................................................................... 142
10.  L’arte della semplicità.............................................................................................. 158
11.   L’uomo di mezza età................................................................................................. 175
12.  La casa per ritrovare se stessi.................................................................................. 191
13.  Anselm Grùn, monaco............................................................................................. 207
14.  Dentro al mondo....................................................................................................... 223
15.   Epilogo con il padre abate........................................................................................ 233



Titolo                             : Anselm Grùn. La sua Vita (Anselm Grùn. Sein Leben).
Traduzione Italiana da Sandra Zebretto
Autore               : Freddy Derwahl
Editrice                          : MESSAGGERO DI SAN’ANTONIO, 2011,    PADOVA
Pagine                : 253


picture from internet
Today is the first day of May. It is a special day. The memory of Sint Joseph, Mary’s husband. Joseph is the patron of the worker. But, it is not just this.

Today is the first day of May. The May is the month of Mary. The month is dedicated to Mary. So, in this month we pray with her.

In our community, we pray the rosary. We started in this first may to pray the rosary in the Santuary of Conforti. Many people have participated. The fathers of the Mother House’s community, the students of Theology community, the fathers and brothers from the procur community, the Xaverian sisters, and the faithful around of Parma.

Mary, pray for us.



Segala sesuatu ada hikmahnya. Sejelek apa pun tindakan bahkan yang merugikan sesama tetap berhikmah. Bisa saja hikmahnya sederhana saja. Dari tindakan jelek yang kamu lakukan, perbaikilah tindakanmu agar tidak jatuh dalam kejelekan lagi. Demikian juga dengan judul tulisan ini. Boleh saja menafsir, emang ada hikmahnya setelah hukuman mati itu dijatuhkan? Emang membunuh manusia itu baik? Emang kamu berhak mencabut nyawa manusia yang dalam pandangan berbagai keyakinan hanya Tuhan yang berhak mencabutnya? Indahnya berargumentasi itu seperti ini.



Hukuman mati yang dilakukan Indonesia rupanya membuat dunia gempar. Segempar guncangan gempa di Nepal. Indonesia menjadi terkenal seketika. Indonesia memang sudah terkenal dari dulu. Bahkan, akhir-akhir ini lebih terkenal juga karena di mata pengamat ekonomi internasional, Indonesia patut diacung jempol. Pertumbuhan ekonominya bagus. Meski pengamat ini sebenarnya bisa keliru. Coba kamu mengamati di Indonesia, di sana akan lain. Di sana memang ada orang kaya tetapi ada juga yang miskin. Jadi, kalau pertumbuhan ekonominya bagus, tidak berarti bagus untuk seluruh Indonesia. Bagusnya itu ya di lingkaran emas ekonomi Indonesia. Tentu di Jakarta.

Indonesia juga terkenal karena orang kayanya sudah mulai tampil di kancah perdagangan internasional. Lihat klub terkenal Italia, Intermilan, mayoritas sahamnya milik orang Indonesia. Belum hitung di tempat lain. Indonesia dalam hal ini tidak bisa dianggap negara berpenghasilan rendah. Semua ini membuat warga Indonesia bangga akan bangsanya. Lebih bangga lagi ketika orang asing melihat orang Indonesia bukan sebagai penduduk kelas bawah alias penduduk tak berpenghasilan.

Indonesia lebih terkenal lagi setelah hukuman mati ini benar-benar dilakukan. Dan, lebih heboh ketika korbannya adalah orang asing. Mungkin kalau hanya orang Indonesia sendiri, hebohnya tidak seperti ini. kehebohan yang tentu saja di satu sisi menjadi keanehan. Seperti orang sendiri berkomentar, kalau orang Indonesia di luar negeri dihukum mati, tidak ada protes dari pihak internasional. Ini berarti pihak internasional yang berprotes itu rupanya hanya ingat dirinya sendiri saja. Ibarat bisnis, kalau mulai rugi baru bilang, saya bangkrut. Kalau banyak untung, hanya dibilang, cukup.

Beberapa teman orang asing juga bertanya pada saya. Mengapa Indonesia begitu menghukum mereka. Saya sudah paparkan situasi Indonesia saat ini. lalu, ada yang menambah, Indonesia rupanya tidak main-main dengan ini (kasus narkoba). Memang, Indonesia tidak main-main dengan hal ini. Indonesia tegas dengan hal ini, seperti tampak dalam keputusan Jokowi. Lepas dari pro dan kontranya keputusan ini, Jokowi menampilkan pemimpin yang tegas. Sekali jawab A tetap A. Rasa-rasanya tidak banyak pemimpin Indonesia seperti ini. Jokowi dalam hal ini seperti Soekarno. Jawaban Jokowi, pihak internasional harus menghormati hukum di Indonesia. Presiden sebelum Jokowi kiranya jarang yang membuat keputusan setegas ini khususnya dalam kasus narkoba. Pengamat media yang kritis bisa mengajukan pertanyaan, ke mana saja pemimpin sebelumnya yang tidak tegas dengan kasus narkoba seperti ini?

Bukan berarti pemimpin sebelumnya tidak bertindak tegas. Sudah banyak yang ditangkap dan dimasukkan ke penjara. Sayang seperti diiming-iming dengan uang, korban ini pun bisa dilepaskan lagi. Pengajuan pembebasannya diterima. Jadilah, dia berpesta lagi dengan udara kebebasannya. Dalam hal ini, hukum seperti main-main saja. Karena main-main, hukum menjadi barang mainan yang bisa dibeli dengan uang.
Hukuman mati yang dibuat Indonesia ini membuat banyak orang berdiskusi. Di dunia maya, ramai diperbincangkan. Dari pro sampai kontra. Saya tidak membahas pro dan kontranya. Saya lebih tertarik dengan proses berargumennya. Ada yang pro dengan berbagai alasan. Ada pula yang kontra dengan berbagai alasan. Dan, bukan saja antara sesama orang Indonesia saja. Bahkan, orang di luar Indonesia juga. Bukan saja pemimpin Australia yang dekat dengan Indonesia. Pemimpin Prancis dan Inggris juga siap-siap strategi. Ramai-ramai berargumen. Semoga Indonesia terutama Jokowi sebagai pemimpin tetap tegas menghadapi semua ini.

Teman saya mengatakan kalian tidak berani membunuh tahanan Prancis karena Prancis sudah mengancam. Prancis melalui media-medianya memang memberi semacam sinyal kepada Indonesia. Bahasa halusnya ada konsekuensinya jika Indonesia membunuh warga Prancis ini. Saya setuju tentu ada konsekuensinya. Tetapi, saya jawab, kamu pikir Indonesia gentar dengan ancaman itu? Kalau memang warga Prancis itu betul-betul bersalah dan sudah dijatuhi hukuman mati, Indonesia akan membunuhnya.

Dia lalu diam dan mencari argumen lain. Kalau warga Amerika, pasti kalian tidak bunuh. Untuk menyenangkannya, saya jawab, warga Amerika kami lepaskan saja, tetapi kami akan membunuh warga negaramu (nama negaranya tidak perlu ditulis) yang membawa narkoba ke Indonesia.

Hukuman mati ini tidak saja menggetarkan dunia. Tetapi, juga membuat banyak orang berdiskusi dan berargumen, bahkan berdebat panjang.

Salam akhir bulan.

PRM, 30/4/15
Gordi

dua terpidana "Bali Nine"
Selamat jalan para terpidana
Hanya ucapan yang kusampaikan
Hidup kalian berakhir sudah
Tak ada lagi harapan

Harapan hidup memang sudah tipis
Sejak pengambil keputusan menyatakan YA
YA untuk dihukum mati
Lalu YA juga untuk segera dieksekusi

Hidup kalian tak seperti yang kalian inginkan
Kalian ingin hidup senang
Atau senang-senang
Atau kalian ingin hidup lama-lama

Kadang-kadang kesenangan kalian justru menyedihkan yang lain
Maksudnya membuat yang lain menderita
Kalian bersenang-senang di atas penderitaan orang lain
Maka, kalian dengan sengaja mengonsumsi obat yang terlarang itu

Ini tentu saja merugikan yang lain
Lebih rugi lagi karena beberapa di antara kalian justru menjerumuskan yang lain
Ada yang jadi korban
Masuk jurusan yang salah

Dari tak bersalah jadi salah
Dari tak berdosa jadi korban dosa
Itu dia, Ibu dua anak dari Filipina
Dia dirumuskan pihak pengedar narkoba

Kalian rupanya tidak puas masuk jurusan yang salah
Malah menjerumuskan pihak lain ke dunia kalian
Kalian ingin bersenang-senang dengan obat yang menguasai kalian itu
Alhasil kesenangan itu hanya sesaat saja

Kesenangan itu mesti diakhiri
Dan memang justru pengambil keputusanlah yang mengakhiri hidup kalian
Beruntung pengambil keputusan masih terkendali

Mengendali dengan teliti sebelum memutuskan
Dan, hasilnya sudah tampak
Marry Jane ditunda dihukum mati
Entah nanti bagaimana hasil akhir penyelidikannya
Untuk sementara dia diberi kesempatan untuk bersaksi

Hidup kalian amat berharga
Seperti hidup kami, saudara dan saudari kalian
Kuhargai hidup kalian
Dan, ku tak mau mengakhiri hidup kalian dengan cara sekejam ini
Sayang aku hanya bisa meratap

Selamat jalan terpidana

PRM, 29/4/15
Gordi


gambar dari internet
Gempa Nepal menjadi berita hangat di seluruh dunia. Dunia seolah-olah satu hati karena gempa ini. Berbagai peristiwa memang menghiasi media masa internasional hari-hari ini. Namun, dua hari terakhir, gempa Nepal menjadi topik teratas.

Gempa Nepal memang memakan korban. Ratusan orang meninggal. Belum yang menderita, hilang begitu saja, menunggu pertolongan, dan masih terjepit benda berat. Jumlah ini besar. Manusia seolah-olah tak berarti di hadapan musibah alam seperti ini.

Banyak yang berteriak histeris, menangis, takut, dan sedih. Semua karena gempa. Teriakan penyesalan, teriakan stress, teriakan tanda kecewa. Sedih karena kehilangan sahabat, teman, keluarga. Takut karena terjadi gempa lagi, takut ditimpa reruntuhan, takut masuk jurang, masuk lubang menganga. Dalam keadaan gempa seperti ini, semua serba tak tentu. Memang demikianlah adanya.

Gempa Nepal ini seperti gempa Yogyakarta tahun 2006 yang lalu. Saya membayangkan penderitaan rakyat Nepal dan negara sekitar yang jadi korban. Teringat Yogya kala itu. Menjadi calon korban saat itu. Untunglah selamat. Dari calon korban jadi relawan. Semua berangkat dari suasana tak tentu. Menjadi relawan saat itu menjadi kilas balik. Menentukan sikap yang tepat di saat yang tidak tentu. Maka, dari ring road utara ke Bantul dan Ganjuran. Dari Gunung Kidul ke Imogiri. Dari Godean ke ring road selatan.

Gempa Nepal bukan saja jadi topik hangat media. Gempa ini membuka mata dunia. Dunia sepertinya diundang untuk berbuat sesuatu terhadap sesama. Gempa Nepal mengajak penghuni planet bumi untuk bersatu. Tidak ada persaingan. Tidak ada peperangan. Tidak ada saling tuduh.

Gempa ini mengajak untuk saling bantu. Saling berbagi. Tidak egois. Tidak saling angkat senjata. Tidak saling menguji kekuatan bom. Tidak. Gempa Nepal mengajak dunia bersatu. Dunia seakan-akan tidak berarti di hadapan kekuatan alam. Memang dunia hanya mampu bergerak setelah alam bergejolak. Gejolak alam selalu lebih besar dari kekuatan manusia. Maka, mari kita bantu rakyat Nepal dengan cara kita masing-masing.

Dunia yang akhir-akhir ini seperti tutup mata, kini bangun. Memang saatnya untuk bangun dari tidur. Saatnya untuk berangkat ke Nepal, membantu rakyat Nepal. Jadi ingat Jepang. Bangsa yang gigih membantu korban gempa. Bukan saja ketika negerinya jadi korban. Dia bergegas kala bangsa lain jadi korban. Jepang, Nepal, Asia, bersatu.

Salam salut untuk para relawan.

Turut berduka untuk keluarga para korban.

PRM, 26/4/15
Gordi


IL BEL PASTORE

“Io sono buon pastore,” dice Gesù. Con questa frase Gesù si presenta con la sua identità. Gli studiosi della bibbia dicono che meglio usare il bel pastore che il buon pastore. Nella bibbia della lingua greca, si usa parola il bel pastore. Anche al parroco di santa Cristina, preferiva dare il titolo di bel pastore a Gesù, dunque, Gesù è il bel pastore.

Bello è il verbo più larga dal buono. Buono, diciamo, è come limita nel senso morale o nel gusto del cibo. Invece bello significa ha un più profondo. È vero che Gesù non è solo buon pastore ma anche bel pastore.

Il bel pastore si presenta come colui che conosce le sue pecore e le pecore lo conoscono. Non solo conosce ma anche dà la propria vita per le pecore. Gesù usa questa parabola che deriva dalla situazione di quell’epoca. La gente avevano le pecore. Il loro mestiere è pascolare le pecore. Quindi, la maggioranza di loro è pastore, o almeno, il mercenario. Dunque, per loro è facile capire questa parabola di Gesù. Gesù annuncia loro la sua vera identità. Io sono, dice Gesù.

Come loro, anche noi, siamo le pecore di Gesù. Conosciamo Gesù e ascoltiamo la sua voce. Gesù ci conosce. La gente all’epoca di Gesù pensava che siano solo loro intorno a Gerusalemme le pecore di Gesù. Speso noi pensiamo che Gesù abbia circoscritto la sua identità di pastore solo per quella gente della sua epoca, invece egli stesso, dice ho anche delle altre pecore, che non sono di quest’ovile, anche noi siamo il suo gregge, la sua proprietà.

Gesù viene e dà la sua vita non solo per il popolo d’israele, ma per tutti gli uomini sulla terra. Gesù ama tutti e il suo amore è senza misura. Gesù viene per tutti. Così, alla fine abbiamo un solo pastore. Il bel pastore che conosce il nome e la voce del suo popolo, delle sue pecore.

Oggi, noi abbiamo la presenza di Gesù buon pastore nella figura di papa Francesco, Vescovo Enrico, Don luciano, i catechisti, i nostri genitori, etc.. Anche noi, impariamo da loro, ad essere il buon pastore per gli altri. Come anche Gesù, ci insegna attraverso il suo esempio di vita, Perciò condividiamo il nostro amore per gli altri. Con questo atto, noi diventiamo il bel pastore di oggi.

Buona domenica

Parma, 26/4/2015
Gordi

LA PREGHIERA IV DOMENICA DI PASQUA
26 APRIL 2015
di Primo Levi

Se questo è un uomo

Voi che vivete sicuri
nelle vostre tiepide case
voi che trovate tornando a sera
il cibo caldo e visi amici:

Considerate se questo è un uomo
che lavora nel fango
che non conosce pace
che lotta per mezzo pane
che muore per un si o per un no.

Considerate se questo è una donna,
senza capelli e senza nome
senza più forza di ricordare
vuoti gli occhi e freddo il grembo
come una rana d’inverno.

Meditate che questo è stato:
vi comando questo parole.
Scolpi tele nel vostro cuore
stando in casa andando per via,
coricandovi, alzandovi.

Ripetetele ai vostri figli,
o vi si sfaccia la casa,
la malattia vi impedisca,
i vostri nati torcano il viso da voi.

Primo Levi

*del foglietto per la messa in Chiesa Santa Cristina-Parma.

Powered by Blogger.