Halloween party ideas 2015

Duduk di pinggir jalan
Tepat di perempatan jalan
Di bawah payung bekas
Beralaskan koran

Tak tentu berapa lama ia duduk
Ia membalut kepalanya dengan kain
Demikian tangannya dengan baju panjang
Di bawah terik matahari

Dia menjual pisang
Satu dua sepuluh sisir
Pisangnya bagus sekali
Dipetik dari kebunnya

Harganya murah
Dibanding yang ada di toko buah
Ada orang lewat dan tak memedulikannya
tergoda melihatnya dari dekat

berbincang sebentar
bertanya asal-usul pisang
kemudian harganya
lalu beli

entah mengapa
ada panggilan nenek pisang
mungkin karena dia menjual pisang
setiap hari ia menjual pisang

terima kasih nenek pisang

PA, 13/3/13

Gordi


Mentari mulai memerah
Pertanda fajar menyingsing
Manusia mulai beraktivitas
Setelah lelap tertidur

Burung-burung beterbangan
Berkicaua nan riang
Bertengger di antara dahan
Sesekali menjerit-jerit

Burung itu terus berkicaua
Tak peduli manusia sibuk atau tidak
Tak peduli akan hujan atau cerah
Tak peduli ada bencana atau tidak

Di sisi lain
Manusia terus sibuk dengan pekerjaannya
Menyapu halaman, memanaskan mesin mobil
Menyiapkan bahan kuliah, menanak nasi

Ada satu yang menikmati semua ini
Dia duduk memandangi langit
Berhadapand engan sinar mentari yang cerah
Dia mendengar semua kicauan itu

Masihkah manusia mendengar alamnya?

PA, 13/3/13

Gordi


Hari ini nan sepi
Merayakan hari raya Nyepi
Satu hari khusus
Di negeri Indonesia

Menyepi tanpa aktivitas
Bersama teman-teman Hindu
Membiarkan diri dilanda sepi
Tetapi bukan kesepian

Menyepi secara positif
Membiarkan diri kosong
Tanpa bekerja
Hanya mengosongkan diri

Membiarkan Dia yang mengisi
Dia yang mengisi alam
Agar subur kembali
Agar manusia diisi oleh kepenuhan-Nya

Hari raya Nyepi
Hari di mana manusia dan alam
Membiarkan diri disucikan
Oleh Yang Maha Esa

Itulah sebabnya manusia mengatur
Agar tidak ada yang bekerja
Kecuali petugas kesehatan yang berjaga
Selamat hari raya Nyepi

PA, 12/3/13

Gordi


Entah mengapa ingatan ini
Jadi segar kembali
Bak mandi pagi
Menghangatkan sendi yang kaku

Ingatan ini membawaku jauh ke belakang
Sata kita bersama dulu
Kita sering berjumpa di kelas
Sebelum teman-teman lain datang

Kita berbagi senyum
Namun sebelumnya saling intip
Siapa yang lebih dulu
Tandanya adalah tas di atas meja

Aku ingat itu
Karena itu kebiasaan kita
Setelah tas ada di atas meja
Mencari di mana gerangan sembunyinya

Waktu bertemu ada rasa kaget
Dan horeee berteriak
Lalu kita tersenyum
Kemudian berbagi cerita

Ingatan itu muncul lagi
Bayanganmu hadir di sini
Adakah kamu bermimpi di sana
Tentang aku?

PA, 10/3/13

Gordi

Bubur ayam
Di pinggir jalan
Selalu ramai
Anak muda
Sampai orang tua

Ramai-ramai
Menikmatinya
Anak-anak
Sambil bermain
Orang tua mengawasi

Penjualnya untung
Memang pekerjaannya itu saja
Kalau tidak
Mau cari di mana lagi
Dia hanya melayani

Kalau enak yahhh
Besok dibeli lagi
Dia selalu setia
Datang pagi-pagi
Malamnya disiapkan

Tak ada yang lain
Selain dia harus setia
Dengan pekerjaan itu
Dia sudah buktikan
Kesetiaan itu

Ada hasilnya juga
Banyak yang membeli
Relan mengantri
Di sini
Ada perjuangan dan kesabaran

Semoga kamu
Dapat rezeki
Kami berterima kasih
Sudah dilayani
Dengan cinta tulus
Dan hati terbuka


PA, 10/3/13

Gordi


Malam Minggu kadang-kadang jadi ajang kejujuran. Antara cowok dan cewek. Buat janjian lalu buktikan. Kalau tidak tepati, ada banyak hujatan. Yang paling sering adalah ungkapan ingkar janji.

Saya ingat waktu di Jakarta. Sering buat janji dengan teman-teman. Mau main futsal di lapangan Monas pada malam Minggu. Janji dengan kelompok lawan main. Saya dan teman-teman sekelompok selalu kompak. Kelompok lawan kadang-kadang berganti. Yang kalah biasanya enggan bertanding pada minggu berikutnya.

Hal kecil tetapi bermanfaat menurut saya. Meski kami hanya bermain tuk berolahraga, di dalamnya ada banyak hikmahnya. Kami berlatih jujur, dalam perjanjian dan permainan. Kami juga dilatih untuk kompak. Bukan kemenangan yang dicari sesungguhnya. Tetapi, perjuangan.

Main futsal merebut uang yang nilainya hanya 3 botol aqua besar. Bagi kami ini sungguh perjuangan hidup-mati. Kalau kalah tidak minum air. Kalau menang siap minum sepuasnya.

Saya ingat pengalaman ini. Malam ini saya buat janji dengan teman saya. Kami membatalkannya meski teman saya sudah siap. Dalam perjanjian memang tidak ditentukan waktu bepergian tetapi rupanya dia siap malam ini. Saya jujur mengatakan, lain kali saja.

Malam Minggu ini menjadi ajang kejujuran. Bukan hanya antara cowok dan cewek. Tetapi untuk siapa saja yang buat janji. Mau dipercaya dan dinilai jujur? Tepatilah janji itu. Kalau tidak, Anda akan dicap ornag yang ingkar janji. Label yang tidak mengenakkan.

Selamat bermalam minggu.

PA, 9/3/13
Gordi



Andai aku boleh memilih
Dalam gedung atau di luar
Aku memilih di dalam
Tak ada hujan tak ada matahari

Namun aku tak bisa memilih begitu saja
Aku memilih tapi ada pilihan lain juga
Yang menentukan bisa-tidaknya pilihan itu
Aku memilih di luar gedung tuk siang ini

Terik matahari membakar kulit
Mengeluarkan keringat
Keringat darah
Begitu petani menyebutnya

Terik mentari jadi tanda
Tanda perjuangan
Tak boleh dihindari
Tanpa merasa terbakar

Toh semua orang merasakan itu
Mereka yang di dalam
Jadi tak sehat
Jika menghindari terik itu

Mereka yang di luar
Merasakan panasnya terik itu
Tapi itu hanya sesaat
Toh akan datang dingin

PA, 9/3/13

Gordi


Hari perempuan sedunia
Sudah lewat sehari
Hampir tak disadari
Atau hanya aku yang belum tahu

Aku melihat di media sosial
Teman-teman membicarakan itu
Tetapi aku tak menyangksa sama sekali
Kalau kemarin hari perempuan sedunia

Pagi ini mata terbelalak
Melihat koran bergambar perempuan
Tuk memeriahkan hari bahagia ini
Juga berita-berita terkait perayaan itu

Kalau disimak hari ini amat bagus
Paling tidak tuk memikirkan perempuan
Bukan soal cinta, seks, dan uang
Tetapi soal kiprah perempuan

Dari lahir sampai mati
Perempuan selalu menjadi yang terdekat
Manusia lahir dalam dekapan perempuan
Menyusui hingga bisa makan sendiri

Dibesarkan dalam dekapan perempuan
Hidup di dunia juga tak jauh dari perempuan
Dari pagi sampai malam
Dalam dekapan perempuan

Setiap kali lapar
Mencari perempuan
Setiap ada kebutuhan
Mencari perempuan

Banyak anak
Merasa betah
Pada ibunya
Dan bukan bapaknya

Aku hanya mengucap
Terima kasih tuk jasa para perempuan
Jasa yang tak terbandingi
Tak bisa dinilai dengan uang

Betapa mulianya pekerjaanmu
Kesabaranmu dalam mendidik anak-anak
Kelemahlembutanmu dalam mendampingi pria
Kau adalah wujud dari sang Pencipta yang berbaik pada manusia

PA, 9/3/13

Gordi


Mudah sekali merenggut nyawa manusia. Berbagai cara ditempuh. Membunuh, menganiaya sampai mati, dan sebagainya. Tak kalah menarik adalah mutilasi. Ini yang terdengar segar dalam telinga kita saat ini.

Untunglah media memberitakan itu. Kalau tidak, kasus ini akan berulang tanpa diketahui publik. Kalau pun diberitakan boleh jadi kasus semacam ini masih diulang lagi. Siapa yang tahu, calon pelaku mutilasi punya banyak alasan untuk itu.

Tidak tahu kapan itu terjadi. Tetapi pasti ada. Bukan peramal ulung, tetapi belajar dari kasus selama ini. Yang terungkap di media kadang-kadang menjadi pelajaran bagi calon pelaku berikutnya. Kejadian yang sama pun akan terulang.

Ini menjadi keresahan bersama. Harapannya kasus seperti ini berhenti. Pelakunya diberi hukuman sebagai efek jera. Tetapi kalau sampai terungkap lagi kasus baru, berarti keresahan ini bertambah panjang.

Lain harapan lain kenyataan. Demikian yang terjadi di negeri ini. Dalam sekejab mata, segalanya bisa berubah. Hari ini bilang A besok sudah jadi B. Mau jadi apa kalau seperti ini?

Ada keinginan bersama bahwa semua kasus harus tuntas sampai akar. Tetapi, selama ini sebagian kasus saja yang demikian. Lainnya hanya hukuman sementara. Dalam artian, tidak etrungkap sampai tuntas. Kadang-kadang diungkit lagi dan ada bukti baru. Kadang-kadang malah ternyata pihak berwenang salam tangkap pelaku.

Siapa yang berduit dia yang menang. Demikian slogan yang beredar di masyarakat. Dan memang demikian kenyatannya. Paling tidak sebagian suasana persidangan demikian. Curi Mangga, tak berduit, masuk penjara. Sebaliknya, curi uang negara, ada uang banyak, silih dari hukuman.

Ini pertanda hukum negeri ini tumpul untuk kaum berduit dan runcing untuk kaum tak berduit. Jangan sampai kasus mutilasi ini jadi ajang pertarungan duit. Semoga tidak ada lagi tubuh yang dimutilasi besok lusa.

PA, 8/3/13

Gordi


Tubuh yang disayat. Inilah yang terjadi dengan tubuh korban mutilasi yang baru saja diberitakan media massa akhir-akhir ini. Tubuh layaknya daging hewan yang siap dimasak untuk dimakan.

Begitu sadiskah manusia? Ya itulah yang terjadi. Di luar dugaan banyak manusia lainnya. Manusia yang satu ini tega membunuh sesamanya dan memotongnya per bagian hingga menjadi potongan daging. Itulah mutilasi.

Saya tak habis pikir tentang mutilasi ini. Seorang dosen saya dulu, berguyon untuk membuyarkan rasa kantuk di kelas. Kalau mau lihat korban mutilasi, datangilah pusat belanja mode. Di situ akan terlihat tubuh mutilasi. Yang dia maksud adalah boneka buatan yang dipajang dan dibalut pakaian sebagai daya tarik. Ini guyonan saja.

Saya sekarang membayangkan korban mutilasi benaran. Betapa berantakannya tubuh yang disayat itu. Kalau dikumpulkan potongan daging itu, menjadi manusia utuh. Apa daya daging manusia utuh itu, disayat-sayat hingga tak berarti lagi. Sadis.

Meski manusia pada akhirnya mati, dan tubuhnya menjadi debu, tak eloklah menyayat tubuh seperti itu. Motif balas dendam atau dendam kesumat tidak sampai melakukan hal sadis demikian. Pelaku ini mestinya diperiksa kejiwaannya. Jangan sampai begitu akutnya dia hingga menyerang sahabatnya.

Betapa rindu hati ini agar besok-lusa tidak ada lagi tubuh yang disayat itu. Betapa malangnya tubuh manusia jika disayat lagi. Tubuh adalah bagian yang tampak dari seorang manusia. Betapa rendahnya nilai manusia jika tubuhnya disayat-sayat demikian.

Ini hanya goresan siang. Bergerak seputar sayatan tubuh. Entah mengapa saya selalu emmbayangkan tubuh yang disayat itu. Ngeri.....

PA, 8/3/13

Gordi


Negara ini makin rapuh. Negara Indonesia. Mungkin hanya sebagian saja. Tidak seluruhnya. Tetapi, dari yang sebagaian itu, bisa disimpulkan negara ini rapuh. Orang luar negeri yang membaca berita Indonesia akan geleng-geleng kepala. Dalam hati, dalam pikiran, mereka mencap indonesia makin rapuh.

Boleh jadi sebagian daerah luput dari perhatian media. Syukur kalau di situ tidak ada kejadian yang mengkhawatirkan. Kalau ada, betapa rapuhnya negeri ini.

Manusia di Indonesia makin tidak memiliki nilainya. Paling tidak di daerah jabodetabek, manusia dicincang, dimutilasi, dianiaya, diperlakukan tidak adil, dan sebagainya. Martabatnya sebagai manusia diinjak. Tak ada nilainya lagi. Ada yang dibunuh lalu jasadnya dibuang begitu saja di sungai, pinggir jalan, kotak sampah, dan sebagainya. Mau jadi apa negara ini?

Dalam peristiwa itu, masih ada manusia Indonesia yang merindukan Indonesia yang damai dan menjunjung tinggi hak hidup warganya. Tidak ada lagi yang bisa dibanggakan selain rasa optimis bahwa suatu saat negara ini terbebas dari kerapuhannya. Kalau pun masih rapuh, janganlah sampai kerapuhan itu tampak di atas permukaan.

Saya menjadi miris melihat kejadian yang membutakan pandangan bahwa manusia itu begitu mulia. Manusia tidak beda dengan binatang yang dicincang, dipotong-potong untuk dimakan. Betapa rapuhnya naluri pelaku.
Aparat keamanan tidak mampu mengatasi hal ini. Jumlah mereka tidak seberapa. Kekuatan mereka tidak seberapa. Warga makin licik dan lihai melakukan aksinya. Boro-boro mengamankan warga, antara sesama pihak keamanan saja tidak bersekutu. Tentara melawan polisi, polisi melawan tentara.

Musuh keamanan bukan lagi dari pihak luar. Musuh itu ada dalam institusi keamanan. Kalau yang dalam saja belum aman, bagaimana mengamankan yang luar?

Indonesia nasibmu kini.
Banyak wargamu meratapi keadaan negara ini.
Namun kami tak tahu ke mana kami mengadu.
Kekuatan dan kelemahan ada pada kami.
Kami tahu kami sendiri yang bisa mengatasi keadaan ini.
Tetapi kami tidak bisa memastikan kapan kami bersama-sama berniat mengakhiri keadaan yang merapuhkan ini.

Selamat pagi. Salam optimistis.

PA, 8/3/13

Gordi



Puisi
Karya seni manusia
Daya khayal nan menarik
Rangkaian kata yang bermakna

Puisi
Mereka bilang butuh inspirasi
Sebelum membuatnya
Benarkah demikian?

Tampaknya demikian
Ada inspirasi
Ada puisi

Inspirasi dapat dari mana?
Dari refleksi
Dari pengamatan
Atas hidup harian

Puisi
Mempunyai pesan
Bukan goresan belaka
Bukan pula obral kata

Puisi
Membawa maksud
Entah untuk masyarakat
Atau untuk penulisnya

Puisi
Sulit menulisnya
Mudah membacanya
Sulit menikmatinya

Puisi
Sulit menangkap maknanya
Bagi orang yang tak biasa
Dengan pikiran abstrak

Puisi
Satu bentuk karya seni
Yang bisa menjadi curahan hati
Meringankan beban pikiran

PA, 7/3/13

Gordi


Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang bisa melampaui kemanusiaannya. Jika kemanusiaan manusia terwujud dalam fisik maka manusia bisa melampaui yang fisik itu. Manusia punya pikiran yang bisa melampaui fisiknya.

Pikiran manusia ini mengarahkan manusia untuk bertindak. Entah ke arah yang baik atau ke arah yang buruk. Dua-duanya sama kuat. Tinggal saja manusia memilih. Mau mencuri uang nenek atau menyelamatkan nenek yang tertimpa sepeda motor.

Akhir-akhir ini kita menganga melihat peristiwa kriminal di beberapa kota. Motifnya sederhana. Demi memperoleh hp dan sepeda motor. Dua benda ini akan dijual sehingga memperoleh uang. Tetapi untuk itu, manusianya harus dihasbiskan. Dimatikan! Tak perlu dibiarkan hidup. Padahal bisa saja memilih biarkan dia hidup dan mengambil hp dan motornya.

Di sini tampak sekali kekuatan pikiran manusia. Pikiran yang mengarahkannya untuk bertindak. Manusia melampaui fisiknya untuk memperoleh yang material. Padahal manusia lebih berharga daripada materi yang ada padannya.

Ketika manusia melampaui fisiknya dia bisa saja menghabiskan nyawa sesamanya. Ini bahaya. Dan, ini gejala yang perlu diwaspadai. Benar bahwa semua manusia mempunyai gejolak ke sana. Tetapi tidak semata-mata bahwa kita menuruti gejolak itu. Kita bisa memilih untuk menolaknya. Ketika kita memilih untuk menurutinya, di situlah kita terjerumus dalam pelampauan diri yang negatif.

Tak ada manusia yang sempurna. Manusia berusaha tahap demi tahap untuk menyempurnakan dirinya. Meskipun pada akhirnya kesempurnaan itu hanya berwujud dalam ketidaksempurnaan. Karena bukan manusia lagi kalau dia sempurna. Di dunia ini tidak ada kesempurnaan itu. Maka, kesempurnaan itu hanya ada dalam ketidaksempurnaan manusia di dunia.

Obral ide malam-malam. Sudah lama tidak berpikir abstrak seperti ini. Ada kerinduan untuk mengarahkan otak ini memikirkan yang rumit seperti ini. Tetapi benarkah tulisan ini rumit? Saya tunggu jawabannya dari pembaca.

PA, 6/3/13

Gordi

Sekarang zaman modern. Apa saja serba ada. Tak ada uang pun bisa masuk mol elit. Sebab, ke mol bukan untuk beli-beli tetapi sekadar lihat-lihat.

Saya dan 3 teman siang tadi masuk mol elit. Elit maksudnya demikian. Gedungnya mewah. Bertingkat. Bersih. Wangi. Pelayannya ramah dan cakep. Tangganya pakai eskalator. Hanya saja harga jualannya mahal.

Di pintu masuk saja sudah ada jualan pakaian. Setiap meja ada tulisan besar, diskon 5o%, diskon 20%. Pengunjung kadang tergoda atau terjebak dengan besarnya diskon. Padahal harga barangnya juga tinggi.

Masuk lebih dalam lagi. Banyak jualan pakaian. Bagus-bagus. Tetapi harganya melangit. Di samping meja juga terpampang tulisan diskon besar-besaran. Inilah cara mereka yang menjual menarik pelanggan.

Untung saja kami tidak terjebak. Ada juga pengunjung yang terjebak. Mereka memang punya duit banyak. Bisa beli pakaian seharga itu. Kalau pun kami tergoda untuk membeli, kami pikirkan masak-masak. Di dompet hanya di bawah ratusan rupiah. Jadi, tak cukup membeli satu potong celana yang bagus.

Tetapi, kami yang dompet tipis dan orang berduit tadi sama-sama masuk mol bagus itu. Sama-sama naik turun di eskalator. Bedanya, mereka menenteng kantong dan kami tidak menenteng apa-apa.

Kami memang masuk untuk melihat-lihat. Cuci mata. Sekadar jalan-jalan. Tak ada duit pun kami masuk mol. Lumayan buat tahu kisaran harga barang.

Kaum berpendidikan bilang ini globalisasi. Barang dari negara mana pun bisa dijual di Indonesia. Dan, kami ingin melihat barang jualan itu. Meski hanya melihat, kami sudah merasakan ini globalisasi. Sebab, kami tahu barang ini impor.

Ya...globalisasi dirasakan orang kecil dan kaum berduit. Demikian pengalaman kami siang ini. Jalan-jalan memang tak sedar buang-buang waktu. Ada hal menarik yang bisa dipelajari dari perjalanan itu.

PA, 6/3/13
Gordi

Urat lehernya tampak
Dia baru saja selesai kerja
Topi capingnya masih di kepala
Di tangannya juga ada paku

Dia beranjak menuju motornya
Melihat-lihat seolah tak ada harapan
Motor itu membawanya ke sini
Juga membawanya pulang

Kalau saja macet
Dia tidak pulang
Entah apa kata keluarganya nanti
Dia tertabrak?

Banyak tebakan
Jika ia tidak pulang
Hanya menebak
Satu-satunya cara sambil menunggu

Aku membantunya
Memberi harapan
Yakinininya motor
Bisa jalan lagi

Aku coba hidupkan
Dan berhasil
Lalu mati lagi
Hidup lagi

Beberapa kali demikian
Raut wajahnya
Timbul tenggelam
Antara senang dan sedih

Jalan terakhir ditempuh
Ia menuntun motornya
Menuju bengkel motor terdekat
Kelak, semoga motornya bisa jalan

PA, 5/3/13
Gordi



Tak bosannya saya melihat sepeda onthel itu. Jalannya pelan, tepat di samping mobil saya. Saya terpana menatapnya.

Pagi ini saya mengantar sahabat saya ke kampusnya. Kebetulan hujan di pagi hari, dia tidak bisa menunggu bis di jalan besar. Dia meminta untuk mengantar. Saya mau mengantarnya.

Jalanan sepi. Hanya ada beberapa sepeda motor dan mobil. Tetapi saya mesti memperlambat laju kendaraan sesuai ritme kendaraan saat hujan. Setelah melewati ring road utara, kami masuk Jalan Effendi/Gejayan.

Di jalanan ini saya melihat seorang pengendara onthel. Saya ingat pengalaman saya hingga akhir Juni tahun kemarin, menggunakan onthel setiap hari.

Dia berjalan pelan. Tubuhnya dibungkus jas hujan dari bahan plastik bening. Di punggungnya ada tas hitam. Tas itu dibungkus plastik juga. Saya menduga di dalamnya ada laptop dan buku-buku.

Saya juga menduga dia mau ke kampus. Entah di mana kampusnya. Di Yogya kan banyak kampus dan ada yang berdekatan. Sulit menebak dia mau ke kampus mana.

Saya memerhatikan dia sekitar sampai 200 meter. Naluri pengendara sepeda saya langsung segar. Saya iba dengannya.

Di sampingnya ada sepeda motor dan mobil. Ya termasuk saya yang mengendarai mobil meski bukan mobil sendiri. Hanya membantu mengantar sahabat saja. Pengendara sepeda memang mesti tangguh. Baik dikala hujan maupun kering.

Saya hanya iba dengan perjuangannya. Menerobos hujan deras. Menjadi sebanding dengan pengendara motor dan mobil.

Saya menangkap ada daya juang dalam dirinya. Daya juang inilah yang menyemangatinya dan berani menerobos hujan deras.

Saya pernah mengalaminya. Yang terbayang hanyalah dosen dan suasana kampus serta ilmu yang akan diterima. Dengan ini sudah cukup menjadi lamunan di tengah jalan.

Wahai pemuda. Terima kasih atas perjuanganmu. Engkau mengajarkan pada kami, betapa hidup ini butuh perjuangan. Tak pantas menerima upah jika enak-enak saja tidur dikala hujan tanpa berusaha berjuang. Kau menjadi inspirasi bagi kami untuk berjuang sepanjang hari ini.

PA, 5/3/13

Gordi
Powered by Blogger.