Halloween party ideas 2015
Showing posts sorted by date for query PUISI. Sort by relevance Show all posts

Daun kemuning
Dulunya hijau
Dasarnya juga hijau
Memang daun tetaplah hijau

Daun hijau
Jadi sumber energi
Bagi batang pohon
Yang bias menampung sinar mentari

Memasoknya dalam tubuh pohon
Juga menyangga air hujan
Agar batang pohon tetap basah
Daun hijau juga jadi rerimbunan pohon

Kini daun hijau jadi daun kuning
Semua daun jadi kuning
Pohon menjadi lain kala daunnya kuning
Tetapi mau bagaimana lagi daun jadi kuning

Daun berbubah bukan sekadar berubah
Daun memang menjadi aset berharga bagi batang pohon
Dan saking berharganya dia rela mati demi bagian pohon yang lain
Rela gugur demi adaptasi dengan alam

Daun hijau kini jadi kuning
Lalu selanjutnya akan hilang
Daun gugur demi batang seluruhnya
Daun pada dasarnya hijau
Namun kala musim gugur
Berubah jadi kuning
Lalu gugur demi menyelamatkan pohon

Puisi di musim gugur


Prm, 27/10/13
Gordi

Kucoba berpuisi lagi
Bukan karena sebelumnya tidak berpuisi
Tapi karena berpuisi kurang menarik
Terutama beberapa minggu belakangan

Aku kembali ingin berpuisi
Berpuisi menjelang hari Valentin
Yang katanya harinya kaum remaja
Harinya kaum berpacaran

Berbagai pengorbanan kata mereka dibuktikan
Di hari kaum remaja ini
Yang sebenarnya juga bukanlah pembuktian
Melainkan pemaksaan

Pemaksaan karena bertindak semauku
Dari semauku menjadi semau kamu
Lalu semau kita
Dan akhirnya berdalih sama-sama suka

Padahal sebenarnya bermula dari semau seorang
Berdalih di hari kita
Hari kaum kita
Hari valentin

Semuanya diserahkan
Semuanya dikorbankan
Demi merayakan hari ini
Hari yang memperbudak kaum yang dipaksa berkorban

Aku ingin berpuisi di hari ini
Atau menjelang perayaan hari ini
Berpuisi juga menjadi ungkapan romantis
Maka merayakan hari valentin
Tak mesti dengan pengorbanan fisik

Aku hanya ingin berpuisi
Karena ingin membagikan kasih-sayang pada kalian semua
Melalui puisi
Yang muncul semata-mata menjelang hari valentin ini

Prm, 13/2/2014
Gordi

foto, shutterstock


Tolilet, tempatku membaca
Bisa juga menghayal
Tapi aku memilih untuk membaca
Itu lebih baik bagiku

Kutaruh satu buku disana
Biasa disebut buku di toilet
Atau buku yang ada di toilet
Atau juga bukunya toilet

Tapi akulah yang menaruhnya
Akulah pemilik buku itu
Akulah yang meminjam buku itu
Akulah yang ingin membaca buku itu

Buku itu sengaja di simpan di sana
Setelah dibaca ditutup kembali
Ditaruh pada tempat semula
Dibiarkan juga tetap bersih

Agar nyaman dilihat
Nyaman dibaca
Nyaman disentuh
Pokoknya menarik perhatianku

Sekali duduk di toilet saya membaca minimal 2 halaman
Kalau sehari dua kali ke toilet
Saya sudah membaca 4 halaman sehari
Apalagi kalau lebih

Itu sudah cukup berarti bagiku
Daripada menghayal tiada tara
Tak berarti bagi hidup
Padahal hidup mesti diberi arti

Sederhana tetapi bermakna
Buku di toilet
Akan kudekatkan selalu
Tiap kali aku duduk di ruang kebebasan ini

Benarlah kata penyair
Toilet juga bisa jadi sumber inspirasi
Dari sana muncul karya puisi
Biarlah toilet tetap jadi tempat baca

Toliet bukan saja tempat buang eeee
Toilet bukan saja tempat tanpa makna
Toilet bukan tempat yang gak nyaman
Tolet bukan tempat keramat

Toilet adalah tempat untuk mengambil ilmu
Toilet adalah tempat yang nyaman
Toilet adalah tempat penuh makna
Toilet adalah ruang kebebasan

Prm, 22/8/14
Gordi

foto, shutterstock

Salju oh salju
Putih bening nan bersih
Tak ada kotor
Bersihhhh

Salju oh salju
Dinginnya menyengatkan
Enak disentuh
Tapi sakit dirasakan

Salju oh salju
Kulitku mengigil
Kepalaku dingin
Tanganku bergetar

Salju oh salju
Melihatmu hatiku berbunga-bunga
Kuimpikan pemandangan puith seperti dirimu
Terang benderang

Salju oh salju
Beratmu tidak seberapa
Memang kamu ringan
Bak tak ada beban
Kurindukan dunia tanpa beban

Salju oh salju
Warnamu memancarkan kebersihan
Mataku tenang melihatmu
Kurindukan dunia yang bersih

Bersih dari korupsi
Dari tangan-tangan kotor yang mencuri
Dari pikiran kotor yang selalu mencari kesalahan lawan
Dari kekuatan-kekuatan kaku yang memaksa kehendak semau gue

Salju oh salju
Sayang sebentar lagi kamu mencair
Matahari membuatmu menjadi air
Kala malam tiba dirimu tetap bersih
Malam membuatmu beku

Salju oh salju
Salam salju bening putih bersih
Puisi asal tulis
Salam salju

PRM, 11/2/15
Gordi

FOTO, m.kompas.com
Lain ayah lain anak
Tidak perlu disamakan
Meski ada juga yang berusaha menyamakannya
Keduanya berbeda 

Namun keduanya bisa juga sama
Kalau anak baik mereka cari ayahnya
Pasti baiknya anak dari baiknya ayah
Begitu komentar mereka

Ayah yang baik menurunkan anak yang baik
Maka ayah yang baik pun dinilai menghasilkan anak yang baik
Pikiran ini sudah melekat
Tak diragukan lagi

Padahal kenyatannya bisa meleset
Ayah baik anak jahat
Anak baik ayah jahat
Harapannya memang ayah baik anak juga baik

Puisi ini kutulis iseng-iseng
Karena kompasiana sulit dibuka
Yang ada hanya tulisan eror
Larilah ke kompas.com

Ide pun muncul
Kompas.com itu ayahnya
Kompasiana anaknya
Beri judul lain ayah lain anak

Lain kompas.com lain kompasiana
Memang keduanya lain
Satunya ayah satunya anak
Bukan tanpa alasan memilih kompas.com sebagai ayah

Boleh tanya mengapa buka ibu
Sebab ibu yang melahirkan
Ya tentu saja
Tetapi aku pilih ayah saja

Sebab tentang baik dan buruknya anak
Sering dikaitkan dengan anak
Meski kenyataannya anak yang baik juga
Dipengaruhi oleh ibunya

Santo Agustinus jadi orang baik
Karena Ibunya Monika berusaha menanamkan sifat baik pada anaknya
Tentu Megawati jadi presiden
Karena pengaruh Soekarno ayahnya yang presiden itu

Kembali ke kompas.com dan kompasiana
Ini bukan kritik untuk kompasiana
Ini hanya puisi iseng setelah kompasiana tidak bisa diakses
Buka kompas.com memang lancar

Maka, memang kompas.com itu ayah yang baik
Kompas.com jadi pilihan ketika kompasiana macet
Kompasiana juga belajar dari kompas.com
Lihat saja berita kompasiana itu banyak terinspirasi dari kompas.com

Maka, sambil menunggu kompasiana bisa diakses
Kutulis puisi ini
Biar disimpan saja di komputer
Dari pada ide ini hilang begitu saja

Salam hormat untuk tim kompasiana
Yang sedang giat-giatnya memberi tenaga baru pada kompasiana
Salam semangat untuk kompasianer sekalian

PRM, 2/6/15
Gordi

FOTO, kompasiana.com
Dapat penghargaan di blog kompasiana adalah sebuah kebangaan. Bangga karena merasa dihargai di blog besar dan ramai ini. Tidak semua orang bisa dapat. Hanya sekian dari sekian banyak orang. Dengan kata lain, untuk dapat penghargaan mesti ada kelebihan atau kehebatan tertentu.

Kehebatan itu adalah kemampuan menulis. Dengan kemampuan itu, kompasianer dapat menciptakan karya yang bagus. Karya yang bagus bisa masuk kategori HL, atau Highlight, atau TA, atau Feature. Istilah ini kiranya sudah terkenal di kalangan kompasianer. Dan, sudah banyak kompasianer yang mampu membuat tulisan berkategori di atas. Yang belum tentu saja tunggu saatnya. Tidak perlu merasa kecewa jika tidak masuk. Karena, dalam kompasiana ini sebenarnya tidak ada kata TIDAK. Yang ada hanya BELUM. Jadi, yang belum dapat tunggu saja saatnya datang. Para pengelola akan memilih karya-karya terbaik dari kompasianer sekalian. Kesempatan untuk dapat penghargaan itu memang terbuka bagi semua kompasianer. Tentu dengan kriteria yang tertera dalam peraturan kompasiana ini. Kalau karya kompasianer memang tidak masuk kategori ya tentu belum bisa masuk kolom khusus di atas.

Sebagai kompasianer, saya sendiri cenderung untuk tidak memperoleh penghargaan di atas. Saya punya alasannya. Sebelumnya, saya sudah dapat penghargaan kecil seperti masuk HL, highlight dan TA. Mungkin kebetulan saja. Tetapi, bisa juga bukan kebetulan. Kebetulan karena saya tidak menyangka misalnya tulisan saya masuk di kolom TA. Bukan kebetulan karena memang saya menulis dengan baik dan hasilnya tulisan itu masuk kolom HL. Atau juga tulisan lain yang masuk kategori INSPIRATIF, BERMANFAAT, AKTUAL, dan MENARIK.

Tentu saja hanya beberapa dari tulisan saya. Tidak banyak kalau dihitung. Tetapi dari yang sedikit itu, saya sendiri merasa bangga. Bangga karena rupanya tulisan saya dihargai. Bangga karena ternyata saya punya kemampuan untuk menulis dengan baik. Bangga karena ada yang menilai tulisan saya berinspiratif. Beberapa puisi saya sering masuk kategori inspiratif ini meski saya sendiri tidak mau menamai diri saya sebagai penyair (penulis puisi). Saya sendiri cenderung menilai diri saya sebagai penikmat puisi, pembaca karya puisi, pembaca CERPEN dan CERMIN di kompasiana. Dari membaca, saya menulis puisi.

Nah, kalau semua kategori khusus di atas sudah saya dapat, mengapa tidak mau menerima penghargaan lagi? Saya tentu bangga jika ada penghargaan lagi. Tetapi, untuk apa? Saya kira tidak ada lagi penghargaan yang lebih bernilai dari yang sudah saya dapatkan. HL sudah, TA sudah, tinggal saja CENTANG BIRU yang katanya, hanya penulis yang bersumbangsih saja yang bisa dapat centang biru. Maksudnya, kompasianer yang tulisannya—katakan saja—bermanfaat untuk kepentingan bersama. Mohon dikoreksi kalau saya salah ingat. Waktu itu ada pemberitahuan dari admin tentang ini tetapi sekarang saya sudah lupa. Dan, memang kompasianer yang ber-CENTANG BIRU menurut saya, tulisannya bagus dan bermanfaat. Tentu saya juga bisa mendapatkannya. Saya yakin sekali untuk dapat CENTANG BIRU ini. Tinggal saja menulis dengan baik, atau lebih baik lagi dari sekarang, dan menulis artikel yang bermanfaat bagi kepentingan bersama, pada akhirnya pasti saya dapat. Tetapi bagi saya CENTANG BIRU itu tidak terlalu saya perlukan. Kalau dikasih centang biru ya silakan. Kalau tidak juga silakan. Toh, saya menulis di kompasiana ini gratis dan tidak bertujuan untuk mencari penghargaan. Kalau dikasih tentu saja diterima.

Saya cenderung untuk mengatakan LEBIH BAGUS JIKA SAYA TIDAK MENDAPAT PENGHARGAAN itu. Alasannya? Saya tahu kompasianer dengan CENTANG BIRU adalah kompasianer yang bisa dinilai ‘berkelas’ketimbang kompasianer lainnya. Maaf, label ini mau tak mau saya pakai. Bukan untuk mengatakan kompasianer yang tidak bercentang biru tidak berkelas. Apa boleh buat dalam pembagian semacam ini, pembedaan mesti ada. Apalagi sudah jelas. Tetapi tidak perlu menarik kesimpulan bahwa yang tidak bercentang biru tidak berkelas. Tidak! Bukan itu maksud saya. Tentu memang mereka belum bercentang biru. Jadi, masih ada kemungkinan untuk bercentang biru. Seperti saya juga ada kemungkinan untuk dapat itu.

Dengan centang itu, pandangan kompasianer lain otomatis juga berubah. Yang bercentang adalah yang tulisannya bagus. Maka, kalau ada tulisannya nanti yang tidak atau kurang bagus, komentar pun muncul. Kompasianer ini kok tulisannya begini-begini saja padahal sudah bercentang biru. Penilaian semacam ini kadang subyektif tetapi apa boleh buat pasti akan muncul.

Saya cenderung untuk tidak menerima centang itu karena alasan ini juga. Saya bukan penulis hebat di kompasiana meski ada kemungkinan untuk jadi penulis hebat. Saya bukan penulis yang rajin menulis di kompasiana meski saya bisa saja menulis setiap hari. Saya bukan penulis artikel yang berguna bagi sesama—yang masuk kategori khusus—meski  sesekali saya dapat.

Saya hanya menulis untuk megisi waktu dan berbagi. Sekali lagi mengisi waktu dan berbagi. Jadi, dengan dua modal ini, saya bisa menulis dengan bebas tanpa iming-iming menulis hebat dan bagus atau menulis supaya dapat HL. Saya menulis BUKAN UNTUK DAPAT PENGHARGAAN dan BUKAN SUPAYA MASUK KATEGORI HL atau TA. Bukan. Saya menulis untuk berbagi dan mengisi waktu luang saja. Jadi, kalau masuk HL, TA, atau berguna bagi sesama, itu hanya konsekuensi. Saya menulis dan ada konsekuensinya. Konsekuensi itu saya dapat baik dari pengelola kompasiana maupun dari pembaca. Menulis untuk berbagi memang asyik. Saya bisa menulis kapan saja dan memilih topik apa saja.

Mungkin RUGI atau saya merasa KASIHAN pada kompasiana jika saya diberi penghargaan CENTANG BIRU tetapi saya tidak rajin menulis. Kasihan kompasiana jika beri saya centang biru tetapi saya tidak mampu menghasilkan tulisan yang bermutu dan bermanfaat. Jika centang itu diberikan, ibaratnya saya seperti menerima gaji ketiga belas. Dan, saya sendiri merasa gaji ini gratis dan tentunya saya harus membalasnya dengan gratis. Balas gratis dalam konteks ini di kompasiana adalah menulis dengan baik, bermutu, dan bermanfaat. SAYA MALU jika sudah dapat CENTANG BIRU tetapi tidak bisa menghasilkan TULISAN YANG BAIK DAN BERGUNA. Jadi, biarkan saya tidak menerima centang itu agar saya tetap menulis di sini dengan baik.

Dengan tidak menerima centang, saya selalu merasa tulisan saya tidak bagus. Dan dengan merasa tulisan saya tidak bagus, saya akan terus menerus BERUSAHA untuk membuat tulisan yang BAGUS dan BERMANFAAT.

Sekadar sharing pengalaman. Terima kasih untuk pembaca.

PRM, 29/5/15
Gordi

FOTO, di sini
Pingin nulis puisi
Tapi kadang tidak bisa
Kata orang asal ada keinginan
Realisasinya pasti bisa

Untuk itu aku berusaha
Agar bisa menulis puisi
Tak perlu yang sulit-sulit
Mulai saja menggores satu dua baris

Ini sebagai langkah awal
Kalau sudah sering-sering membuatnya
Lama-lama pasti aku bisa
Ala bisa karena biasa

Supaya bisa berpuisi memang harus ada usaha
Usaha yang kadang sulit dibayangkan
Tapi kalau langsung dimulai
Alhasil pasti bisa

Ini juga jadi puisi
Goresan sederhana
Yang mungkin tak berarti
Tapi setiap orang bisa menilai

Salam fiksiana

PRM, 23/5/15
Gordi

FOTO, ilsecoloxix.it
Pak sopir terima kasih
Kubuatkan puisi ini untukmu
Bukan sekadar rasa terima kasih
Tapi karenamu kami bisa kembali ke rumah

Dari pagi sampai malam
Seharian bersamamu
Dan kamu bersama kami
Rasanya seperti satu keluarga

Mungkin keluarga di rumah menunggumu
Keluarga kami juga menunggu
Tapi karena kita berkeluarga
Jadilah kita bawa keluarga itu dalam perjalanan indah ini

Keluargamu akan tersenyum menyambutmu
Keluarga kami juga demikian
Senyuman dari keluarga ke keluarga
Senyuman yang menjadi tanda damai

Tak ada yang mengkhawatir dalam perjalanan hari ini
Semuanya berjalan baik-baik saja
Dari hujan tadi pagi saat pergi
Sampai cerah tadi siang dan sore bahkan malam waktu pulang

Semua anugerah Dia di atas
Anugerah yang diberikan pada kita
Dia tahu kita mengadakan perjalanan panjang
Dia pun memberikan apa yang kita butuhkan

Mungkin kita khawatir dalam perjalanan pergi
Karena hujan yang tidak saja membuat dingin
Tapi juga menciptakan suasana cemberut
Betapa hujan biasanya menghadang semua aktivitas

Tapi semuanya berjalan lain
Hujan itu berubah jadi mentari yang cerah
Suasana cemberut itu berubah jadi wajah senyum
Kekhwatiran pun diubah jadi pengharapan

Hidup memang mesti disertai harapan
Dengan harapan pula perjalanan hari ini jadi lancar
Kami berharap pada pak sopir
Dan Pak sopir berharap pada kami

Semua saling berharap
Dan lebih dari itu semua
Dia yang di atas sebenarnya sudah tahu
Kita berharap, Dia yang memenuhinya

PRM, 16/5/15
Gordi

foto musim dingin 
Kepala tak bertopi lagi
Bibir juga tak perlu dioles lagi
Leher tak bersyal lagi
Badan tak berjeket lagi
Jari tangan tak berkaus lagi
Kaki tak bersepatu lagi 

Langit tak mendung lagi
Jendela tak tertutup rapat lagi
Kamar tak berpemanas lagi
Bersepeda tak berpayung lagi 

Semua indah pada waktunya
Warna-warni alam ini
Terima kasih untukmu sang Pencipta 
Yang memungkinkan kami merasakan semua pada waktunya
Ada waktu untuk berdingin-dingin
Ada waktu untuk berpanas-panas

PELAN-PELAN semuanya kembali seperti di daerah tropis

Puisi menjelang awal Musim Semi 2015

Parma, 8 April 2015
Gordi

Gambar dari google, www.tempo.co
Kalian dipercayakan menjadi wakil kami
Kami rakyat kecil
Semula kami bingung
Untuk apa? Mengapa?
Kalian datang membawa janji pengharapan

Kalian akan sejahtera
Kalian akan menikmati biaya pendidikan
Kalian akan mendapat sumbangan
Jalan-jalan desa diaspal
Kelak kalian akan menjual hasil tanam ke kota

Demikian sebagian janji kalian
Kami ingat janji itu
Kami mengharapkan janji itu
Kami berpikir memang itu akan jadi nyata

Sekian lama kami menunggu
Janji itu tidak ada hasilnya
Kalian ternyata mengajari kami mengobral janji
Kalian bilang kami akan bekerja untuk kalian
Nyatanya kalian selalu bepergian ke luar kota dan keluar negeri

Kami kadang-kadang kesal dengan perilaku kalian
Mentang-mentang sudah ada jaminan gajinya
Seenaknya saja bepergian ke mana-mana
Kami terpaksa melabeli kalian pengisap uang rakyat
Menghabiskan uang rakyat

Kami rakyat bekerja sampai berkeringat
Lalu kami diberi formulir pengisian pajak
Kami membayar pajak
Kami taat pada peraturan negara
Kami tidak mengisap uang negara
Tetapi mengapa kalian menghabiskan uang untuk bepergian ke mana-mana?

Kami tetap bekerja di kebun sewaktu liburan
Kalian entah mengerjakan apa
Jangan-jangan bepergian ke mana-mana
Membawa mobil dan menabrak orang

Yang jelas kami tahu
Kalian bisa menambah jadwal liburan
Hari pertama seuasai libur kalian tidak ada

Jangan mengajari kami untuk mengorupsi waktu

PA, 4/1/13
Gordi

gambar dari bukge.com
Aku diam saja
Tak banyak berkata
Tak banyak berpikir
Tak banyak berkhayal

Tentangmu
Tentang kegiatanmu
Tentang lamunanmu
Tentang pikiranmu

Aku tak berdaya
Sudah berusaha
Sudah mencoba
Sudah mencari akal

Sayang gagal
Kali ini aku kalah
Kali ini aku tunduk
Kali ini aku pasrah

Biasanya aku menang
Ditantang sekali pun
Aku tetap maju
Maju gemetar

Sayang kali ini kamu menang
Kamu hebat
Aku akui kehebatanmu
Aku pun tunduk kalah

Puisi ini kubuat
Setelah facebook-ku kau kuasai
Aku tak berdaya mengendalikannya
Entah kapan aku bisa memulihkannya

Dengan berbagai cara kupulihkan
Sayang gagal
Sedang menunggu proses pengembalian yang baru
Sayang harus tunggu 24 jam

Kutulis ini untukmu facebook-ku
Tempatku menyapa sahabat
Tempatku menuang ide
Tempatku menjelajah dunia

PRM, 5/02/15
Gordi



foto ilustrasi oleh CubaGallery
Kau tinggalkan kami
Kau pergi tanpa kami tahu
Kau pergi tanpa kamu pamit
Kau pergi selamanya

Kami merasa sedih
Kami merasa kehilangan
Kami merasakan duka yang mendalam
Kami merasakan ada yang kurang

Kehadiranmu di tengah kami
Kerap membuat kami gembira ria
Betapa engkau pembawa kegembiraan
Dengan lelucon yang kamu buat

Kami senang meski dalam suasana duka
Kami terhibur meski sebenarnya kami amat kehilangan
Kami selalu gembira meski kami banyak masalah
Kami tak merasa ada beban meski ada tugas berat

Itulah yang kau hadirkan untuk kami
Ceritamu berulang-ulang namun kami tak bosan mendengarnya
Mimik mukamu akan kami ingat selalu
Gaya bicaramu akan kami kenang

Dan rupanya inilah yang selalu akan kami kenang darimu
Kami tak bisa lagi mendengar ceritamu
Namun kami bisa menghadirkan kembali ceritamu
Kami akan ingat semuanya

Kau dan kami kini berjauhan
Tak bisa lagi bercerita bersama
Kami tak tahu dan kamu pun tak tahu
Namun kamu pasti tahu kita tak bersama lagi kini

Kami berdoa untuk perjalananmu
Kami berharap kau mendoakan kami
Semoga engkau duduk bersama Dia
Melihat dan mendoakan kami di sini

*Puisi untuk Pastor Pasquale Ferraro, SX

Prm, 5/5/14
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana
Powered by Blogger.