Halloween party ideas 2015
Showing posts with label FILSAFAT. Show all posts

foto oleh A Sekar Ningsih 2002
Bingung atau bengong mau menulis tema apa. Seharian ada aktivitas tetapi tak ada yang bisa diulas. Mungkin memang bisa diulas tetapi tidak menarik untuk dinilai oleh saya sendiri. Lantas, saya pun tak jadi menulisnya.

Dari tiada menjadi ada. Demikianlah yang bisa saya katakan. Bukan karang-mengarang tetapi faktanya demikian. Tidak ada ide atau topik yang mau diulas. Makanya situasinya TIDAK ADA ide. Nah daripada sibuk-sibuk memeras otak mencari ide lebih baik situasi TIDAK ADA itu dijadikan ide tulisan. Maka, dari TIDAK ADA menjadi ADA.

Menarik menulis tentang ide TIDAK ADA. Karena yang ADA itu menjadi berarti ketika mengalami dan menyadari yang TIDAK ADA. Betapa berharganya (ada) IDE ketika mengalami situasi tidak ada IDE. Tidak ada ide seperti kosong-melompong, tak ada yang bisa dimaknai. Tetapi dalam waktu bersamaan yang tidak ada itu justru bisa menjadi sesuatu yang berharga. Berharga karena bisa menjadi sumber tulisan. Di sinilah yang TIDAK ADA itu menjadi ADA.

Ini bukan tulisan main-main. HAnya mau mengatakan bahwa sering kali kita mengalami situasi TIDAK ADA ide untuk menulis. BAhkan sulit sekali menemukannya. Tentu saja tidak semua orang mengalami hal seperti ini. Ada yang dengan gampang menemukan ide tulisan. Entah mengapa hari ini saya tidak menemukan ide tulisan seperti hari-hari sebelumnya. Untunglah saaya menemukan ide untuk menulis tetang TIDAK ADA ide.

Yang TIDAK ADA itu menjadi sesuatu yang pasti karena sering kali dialami. Maka tak salah jika disimpulkan bahwa yang ADA itu adalah yang TIDAK ADA. Boleh juga dibalik yang TIDAK ADA itu adalah yang ADA. Ah…membosankan atau mungkin juga membingungkan membuat kesimpulan seperti ini. JAngan-jangan ada kompasioner nanti yang menilai ini SESAT PIKIR. Biarlah dia menilainya demikian nanti jika itu terjadi. Itu memang haknya dia. Tetapi saya menulis ini dengan sadar dan dengan ide yang runut.

Sekian saja daripada panjang-panjang jadi tidak enak dibaca.

PA, 8/8/2012
Gordi Afri

foto oleh Fondapol
Jangan bilang aku kafir 
jangan
hentikan perkataan itu
kamu kafir kamu kafir kamu kafir
teriakanmu itu menggema selama ini
aku pun terkejut
kamu semangat melontarkan itu
kamu kafir, katamu berulang-ulang
apa dasar kamu katakan itu padaku?
pantaskah kamu katakan itu padaku?
apakah kamu mengatakan kalimat itu kepada orang lain selain aku?
apa reaksi mereka?
kalau aku balik tuding kamu, apa reaksimu?
kata itu pedas
kata itu haram
kata itu kotor
kata itu menyakitkan
banyak orang ebrtikai karena lontaran kata itu
api amarah berkobar cepat gara-gara disulut bensin kafir
kamu tidak sayang pada mereka yang jadi korban
kasihan, mereka hanya segelintir saja yang jadi biang kerok
tetapi banyak yang rugi
sekali lagi aku katakan hentikan
jangan bilang, kamu kafir lagi
betapa sakitnya kata itu
lebih baik diam-diam saja
lebih baik lihatlah dirimu di depan cermin
jangan-jangan dirimu dan bukan mereka yang kafir
kalau kamu merasa hidupmu jauh dari kesan kafir, bersyukurlah
jangan lagi menghasut atau menghina kami yang lain
kamu dan kami sudah tahu
kita bukan penilai, bukan pengukur
jadi entah kamu baik atau kami baik
entah kamu buruk atau kami buruk
entah kami jahat atau kamu jahat
entah kami berdosa atau kami berdosa
itu urusan kami dan kamu
tetapi jangan lagi menuding kami dengan kata-kata cercaan yang menyakitkan
lebih baik kita bertanya diri
itu lebih baik daripada berujar dan menghina yang lain
lebih baik KITA/AKU yang berubah dan BUKAN MEREKA
kalau pun mereka kafir
itu bukan urusanmu untuk menilai apalagi mengolok-olok mereka
mari saling damai, bangun kesatuan
kita sama-sama manusia, makhluk pencinta kedamaian
bergandengan tangan, MENCINTAI dan bukan MENCERCCA/MENGOLOK/MENGEJEK yang lain
salam damai…
_____________
*Sekadar ocehan yang tidak penting tetapi menarik
PA, 13/8/2012
Gordi Afri

foto oleh Suparka
Seorang sahabat sedang bingung memikirkan keahliannya. Apa ya keahlian saya? Katanya. Susah ya memikirkan keahlian. Ya…kalau belum ada memang susah.

Keahlian menurut saya merupakan hasil dari karya. Buah dari karya kita adalah keahlian. Seorang dosen menjadi ahli kimia karena dia tekun mengajar kimia, membuat praktikum laboratorium dengan bahan kimia. ketekunannya setiap hari membuahkan hasil, dia menjadi ahli dalam bidang kimia.

Demikian juga petani yang ahli menanam padi. Keahliannya didapat setelah dia tekun dari tahun ke tahun menanam benih, mencari musim tanam yang cocok, mengatasi hama tanaman dengan berbagai cara, memberi pupuk yang pas, dan sebagainya.

Jadi, sahabat, kamu bekerja dulu baru dapat keahlian. Rajinlah bekerja, tekunlah berusaha, suatu saat kelak kamu dapat keahlian dalam bidang yang kamu geluti. Menjadi ahli berarti berani melewati usaha keras tanpa pantang mundur menekuni bidang tertentu.

PA, 28/8/2012
Gordi Afri

foto oleh Bronwen Lee
Pernahkah kita memerhatikan kelima jari kita? Bagi yang hobi merawat kuku di tangan pasti sering memerhatikan jari. Yang lain boleh jadi jarang memerhatikan. Tetapi paling tidak kita mencuci tangan kita saat tangan itu kotor. Dengan itu, kita juga memerhatikan kebersihan jari-jari kita. 

Jari telunjuk biasanya kita gunakan untuk menunjuk orang, benda tertentu, arah tertentu, pohon tertentu, dan sebagainya. Intinya dia berfungsi sebagai penunjuk. Lebih dari penunjuk, jari itu juga melambangkan kesaktian kita. Engkau…kau..kamu…diucapkan dengan nada keras sambil menunjuk orang lain.

Ini tanda bahwa kita berkuasa atas orang yang kita tunjuk. Kita lebih benar dari orang yang ditunjuk. Dalam memerintah kadang-kadang jari ini juga berfungsi untuk menunjuk bawahan.

Tetapi satu jari tak bisa sebanding dengan empat jari lain. Ada yang mengatakan satu jari untuk orang lain dan empat jari untuk diri sendiri. Kalimat ini bisa ditafsirkan dengan dua hal.

Pertama, positif. Satu jari mau menunjukkan perhatian kita kepada orang lain. Tetapi empat jari menjadi rambu-rambu bagi kita sebelum menunjuk orang lain. Lihatlah diri sendiri sebelum mengoreksi orang lain. Perintahlah diri sendiri sebelum memerintah orang lain. Empat jari ini mengingatkan kita sebelum satu jari kita mengingatkan orang lain.

Kedua, negatif. Satu jari menunjukkan kesaktian kita pada orang lain. Menunjuk yang lain berarti kita yang berkuasa atas dia. Tetapi pantaskah kita berkuasa atas dia? Bukankah kita sama-sama dan sederajat? Tidak ada yang berkuasa dan tidak yang dikuasai.

Sementara empat jari yang lain menunjukkan keangkuhan kita. Ini bisa dilihat ketika kita menunjuk dengan satu jari terbuka sedangkan empat jari lain mengepal/ tertutup. Hanya satu yang kita berikan pada yang lain, hanya satu yang membuat kita menerima yang lain, sedangkan empatnya kita tutup dan hanya dinikmati sendiri.

Sungguh malangnya jika tafsiran kedua ini yang diterapkan. Apa jadinya nanti jika satu untuk kamu dan empat untuk aku. Egoisnya hidup ini. apa salahnya satu untuk aku dan satu untuk kamu? Apa ruginya jika empat untuk aku dan empat untuk aku? Apakah tidak lebih baik jika lima untuk aku dan lima untuk kamu?

Andai hujan dibagi-bagi kepada setiap orang siapakah yang mendapat banyak? Sayangnya hujan tidak mengenal manusia. Semuanya akan terkena basahnya. Demikian juga dengan matahari yang tidak memilih manusia sesuai kebaikan dan keburukannya. Yang baik yang buruk ia sinari. Semoga terangnya matahari menerangi hati kita semua dan semoga segarnya air hujan menyegarkan hati kita semua.

———–
Obrolan pagi

PA, 8/10/2012
Gordi Afri

Foto oleh Niccresswell
Hujan kemarin membawa berkah. Tukang kebun tak perlu menyiram tanaman. Kebunnya sudah diguyur hujan. Tanahnya basah, debunya hilang. Pohonnya segar. Tak perlu repot bawa selang, buka keran, dan menyiram dari pohon ke pohon. 

Ternyata hujan itu membuat lelaki yang itu tidak tampak seperti lelaki. Dia lelaki tetapi sepertinya tidak jantan. Kena hujan sekali saja langsung sakit. Boleh jadi dia tidak tahan hujan. Katanya, kehujanan makanya sakit. Padahal teman-temannya tidak ada yang sakit. Dia memang beda.

Katanya kehujanan, betulkah itu? Mereka, termasuk dia, membawa mantel/jas hujan. Kalau hujan di jalan, mengapa tidak memakai mantel itu? Kalau sudah ada mantel mengapa masih menjawab kehujanan?

Jangan-jangan dia berbohong. Beberapa temannya bilang kemarin mereka tidak kehujanan. Hanya ada gerimis sedikit, katanya. Apakah lelaki itu sakit karena gerimis itu? Ah…mana mungkin. Boleh jadi demikian.

Tetapi mungkinkah dia hanya ingin tidur saja? Mungkin juga seperti itu. Kalau begitu, dia sudah berbohong denganku. Katanya kehujanan padahal tidak. Katanya sakit padahal mau tidur.

Oh..engkau lelaki tetapi sungguh malang tipu muslihatmu. Engkau bilang sakit padahal bukan, engkau bilang kehujanan padahal tidak. Engkaulah lelaki yang bukan lelaki. Lelaki itu jantan. Dia seharusnya tidak berbohong. Lelaki itu biasanya jujur. Dia berani mengungkapkan kesalahan dan kebenaran.

Engkau sama sekali menyembunyikan kelelakianmu. Kelelakianmu itu adalah kejantananmu itu. Dengan sebutan lelaki dan dengan tubuh-fisik serta sifat yang kamu miliki, kamu memang pantas menjadi lelaki. Sayangnya kamu bukan lelaki yang digambarkan orang. Kamu lelaki yang lemah. Kamu pantas dijuluki lelaki yang bukan lelaki.

Ah..mendingan tukang kebun itu. Dia tidak menonjolkan diri sebagai lelaki sejati. Tetapi dari perbuatannya, dia tampak seperti lelaki. Dia memang adalah lelaki sejati. Dia merawat tanamannya dengan baik. Tak perlu takut, tak perlu menyembunyikan kebobrokan.

Lelaki, jantan, ya seperti tukang kebun itu. Dia kadang-kadang dianggap tidak berguna tetapi justru dia menggunakan segala yang ada demi kemajuan rumah tangganya. Banyak orang mendapat manfaat dari pekerjaanya. Tanpa dia mana ada buah-buahan berkelimpahan di pasar?

Boleh jadi dia tidak atau jarang ke pasar. Tetapi orang tahu buah ini berasal dari kebunnya. Buah manis itu merupakan hasil usahanya. Engkau lelaki. Tunjukkan bahwa kamu lelaki dan tak lemah dikala kehujanan. Buktikan bahwa kamu lebih besar dari guyuran hujan yang membuatmu sakit-sakittan dan bukan sakit.

PA, 8/10/2012
Gordi Afri

Ratu dan raja. Itulah kata yang terdengar pagi ini saat bangun. Kata itu muncul dari perbincangan di radio. Entah sedang ada renungan pagi atau perbincangan lainnya. Hanya terdengar kata ratu. Langsung di telinga. Ratu juga raja menjadi rebutan. Direbut karena ada kekuasaan di dalamnya. Ratu juga raja memang punya kuasa. Kuasa yang selayaknya untuk mengatur bawahannya. Tetapi kuasa ini bukan untuk mengatur semaunya saja. Mengatur demi kebaikan dan kenyamanan bersama.

Ratu dan raja bagi diri sendiri juga berguna. Sebab, dengan itu seseorang bisa mengontrol dirinya sendiri. Tetapi mengontrol tidak dimaksudkan untuk menutup mata terhadap masukan orang lain. Saya mengatur diri sendiri dan berhak terhadap semua keputusan yang diamil. Tetapi, saya juga berhak untuk mendengarkan masukan dari sesama. Sebab saya hidup bersama dan selalu bersinggungan dengan sesama.

Ratu dan raja yang diidentikkan dengan “yang berkuasa” tampak dalam diri pemimpin. Semua pemimpin adalah ratu dan raja. Tetapi ada ratu dan raja yang memang benar-benar berkuasa demi kebaikan bersama. Ada juga ratu dan raja yang benar-benar berkuasa sesuai keinginanannya tanpa memedulikan kebaikan bersama. Kiranya dia ini mesti menjadi ratu dan raja bagi dirinya sendiri terlebih dulu sebelum menjadi ratu dan raja bagi yang lainnya. Sebab ratu dan raja adalah figur publik yang selalu bersinggungan dengan publik luas.

Ratu dan raja untuk diri sendiri bisa dikembangkan menjadi ratu dan raja bagi yang lain. Ratu dan raja dalam dua kategori ini punya kesamaan yakni berkuasa. Tinggal saja kuasa itu ditempatkan pada posisi yang tepat. Jika tidak kuasa itu akan ‘menguasai’ orang banyak, kuasa itu menuntut pengorbanan, kuasa itu mubazir. Tentu kuasa tidak boleh jadi mubazir sebab kuasa itu menyangkut kehidupan orang banyak. Iseng-iseng, asah otak pagi ini. Selamat pagi.

Jakarta, 22/8/2013

Gordi


Setiap orang pernah merasa sepi. Ditinggal pergi sama teman-teman. Menjadi penjaga rumah, kantor, sekolah, dan sebagainya. Kesepian menjadi saat di mana kita merasakan keberadaan diri kita. Dalam sepi, kita benar-benar sadar, kita butuh teman. Kita butuh seorang sahabat sebagai teman bicara. Suasana seperti ini tidak ditemukan atau tidak dirasakan saat kita bersama teman-teman dalam keramaian.

Kesepian tidak selalu negatif. Ada yang menganggap kesepian itu negatif. Kesepian sebenarnya mendatangkan hal positif. Kesepian adalah saat-saat intim untuk bertemu Tuhan. DI mana-mana orang ingin menikmati suasana sepi. Kelompok anak sekolah biasanya berlibur di gunung untuk mencari kesepian. KArena kesepian jarang ditemukan dalam kebisingan kota dan keramaian kebersamaan.

MAnusia membutuhkan saat-saat sepi. Pada dasarnya manusia adalah makhluk pecinta kesepian. Kesepian di sini bukan kesepian karena putus cinta, ditinggal pacar, dan sebagainya. Kesepian semacam itu merupakan kesepian yang negatif. dalam kesepian itu, kita menemukan diri kita yang hancur.

kesepian lain kiranya kesepian yang dicari banyak orang. Ada saat di mana seseorang mesti memasuki suasana sepi. Suasana itu menjadi momen spesial baginya. Dalam suasana sepi, ia menemukan dirinya, menemukan inspirasi baru, semangat baru, dan ide baru untuk mengembangkan diri dan karyanya. Maka, kesepian yang dicari seperti ini mendatangkan hal positif bagi yang mencarinya. Jangan takut mengalami kesepian. Kesepian merupaan saat-saat indah dalam hidup. (Tulisan Sebelumnya)

CPR, 14/6/13
Gordi



Manusia adalah makhluk perantara. Bukan seperti perantara antara manusia dan Tuhan yakni Yesus. Tetapi, makhluk perantara yang artinya berada di antara. Manusia bukan saja Kaisar yang berkuasa tetapi juga Tuhan yang juga berkuasa. Manusia memang berkuasa seperti Tuhan dan Kaisar tetapi manusia juga bisa berada di antar kuasa.

Manusia perantara inilah yang kini marak di dunia modern. Kata-kata sang guru, berikan pada kaisar yang menjadi hak kaisar. Sebaliknya, berikan pada Tuhan yang menjadi hak Tuhan. Manusia dihadapkan dengan dua pilihan ini. Seperti pertanyaan sang penjebak, manakah yang diperbolehkan? Pertanyaan ini betul-betul menjebak. Dan, manusia pun sering terjebak. Pilih kaisar atau Tuhan?

Pilih kaisar berarti lupa akan Tuhan. Dia menyembah kaisar dan tidak menyembah Tuhan. Tokoh agama kalah pamor dengan tokoh kaisar. Penguasa duniawi lebih berkuasa daripada penguasa surgawi. Pilih Tuhan berari lupa kaisar. Padahal kekuasaan kaisar nyata di dunia ini.

Karena pertanyaan menjebak, manusia juga ikut terjebak. Ada yang terjebak dalam kuasa Tuhan sampai lupa sesama. Ada juga yang terjebak dalam kuasa kaisar sampai lupa Tuhan yang mencintai dan mencipta. Manusia kini berada dalam jebakan itu. Jebakan itu membuat manusia tidak menyembah Tuhan dan tidak menyembah kaisar. Manusia berada di antara. Antara Tuhan dan kaisar.

Jawabn bijak kiranya menjadi pegangan. Dan siapa yang berpegang di sini tidak akan berat sebelah. Jawaban itu membawa manusia pada rasa nyaman. Manusia nyaman memerhatikan yang manusiawi (kaisar) dan nyaman pula memerhatikan yang surgawi (Tuhan). Manusia mencintai sesama dan Tuhan.

Inilah manusia ideal yang bisa menghadapi pertanyaan sang penjebak. Manusia terjebak tetapi bisa menjebak penjebak. Manusia punya kuasa seperti pertanyaan penjebak yang menggiring manusia pada pilihan menyembah dua penguasa.

Pilih mana kita sekarang? Kita berada di antara. Saat tertentu kita memang mesti memilih Tuhan dan saat lainnya kita memilih kaisar. Bukan menyembah keduanya. Lebih baik menyembah Tuhan saja. Tetapi jangan lupa memerhatikan yang duniawi di mana kita hidup. Itulah persembahan untuk kaisar. Untuk Tuhan kita menyembah, untuk kaisar kita memerhatikan.***

PA, 4/6/13
Gordi

semua gambar dari google



Santo Yustinus Martir lahir tahun 103 M dan mati tahun 165 M. Ia adalah seorang santo yang bertobat karena membaca Injil. Baginya, Injil menjadi filsafat. Dia memang suka belajar filsafat. Karena sukanya, ia mengajar filsafat. Dia menemukan kebenaran sejati dalam Injil. Kebenaran yang sama pernah ia temukan dalam pelajaran filsafat. Tetapi, dalam Injil, ia menemukan kebenaran yang sejati.

Banyak kesaksian bahwa orang pintar akan menjauh dari agama. Tak jarang orang pintar malah mencoba mengobrak-abrik ajaran agama. Dari beriman menjadi tidak beriman. Dari ber-Tuhan menjadi berateis. Tentu perlu juga mencoba mengkritisi ajaran agama yang kadang terkesan kaku. Dengan itu, ajaran agama tidak diterima begitu saja tetapi diuji keilmiahannya sehingga bisa diterima akal.

Tetapi, meneliti ajaran agama tidak sama dengan melepaskan status keberimanan, keber-Tuhanan. Percaya pada Kehendak Tuhan adalah bagian dari iman. Sedangkan meneliti ajaran tentang Tuhan adalah bagian dari kerja ilmiah, olah pikir manusiawi. Keduanya mesti dibedakan dan tentu salaing mendukung.

Santo Yustinus yang kita peringati hari ini, 1 Juni kiranya menjadi teladan bagi kita. Ia tekun membaca Taurat dan Injil. Seharusnya kita pun meneladan dia, jatuh cinta pada Injil. Injil menjadi kekasih yang selalu dikenang, diingat, dan juga dihayati dalam hidup. Yustinus cerdik dari sisi otak, dan cerdik pula dalam hal beriman. Dengan mencintai ilmu yang kita pelajari, kita juga mencintai Injil yang kita hayati.


PA, 1/6/13
Gordi

Powered by Blogger.