Halloween party ideas 2015
Showing posts with label MEDIA. Show all posts



Wah....malam ini benar-benar kacau. Kompasiana tidak bisa diakses. Macet total untuk akses masuk.

Saya menduga kompasiana eror lagi. Sebab, dulu saya pernah mengalami seperti ini. Lebih payah karena emailnya waktu itu ikut macet juga.

Malam ini saya bisa mengakses emailnya sehingga untuk konfirmasi mudah. Akun saya memang sedang eror. Saya tidak tahu penyebabnya.

Tiba-tiba saja passwordnya diganti. Entah siapa yang mengganti. Password yang dikirim ke email juga tidak berlaku. Bisa dibuka tuk sejenak. Kemudian macet lagi. Setelah 3 kali konfirmasi baru bisa dibuka lagi.

Wah...benar-benar pusing. Belum apa-apa sudah pusing. Masalah kecil begini sudah pusing. Saya sampai membuat satu tulisan lagi tentang ini. Dan, saya masukan ke blogspot saya. Rupanya kompasiana bisa diakses lagi. Ternyata kompasiana tidak eror.

Pengalaman unik yang melibatkan perasaan juga. Muncul prasangka kompasiana eror lagi. Ternyata tidak. Terima kasih admin kompasiana. Akun saya bisa dibuka lagi.

PA, 15/2/13

Gordi


Saya termasuk kompasioner yang tulisannya hilang ditelan dunia maya. Beberapa tulisan hilang. Kalau dicari hanya ditunjukkan linknya saja. Kalau dibuka kadang-kadang muncul  dan tidak. Saya tidak tahu bagaimana nasib tulisan itu nanti.

Memang saya sudah menyimpan di komputer saya. Arsip tulisan memang masih ada. Saya bisa memosting kembali. Hanya saja yang belum jelas adalah penyebab terganggunya kompasiana ini. Tampaknya amat mengganggu kompasioner. Saya bahkan tidak menulis tadi pagi gara-gara sulit untuk masuk.

Saat ini saya menulis dan tidak tahu, apakah nanti bisa diposting dengan lancar atau tidak. Mudah-mudahan lancar dan tidak dikacau-balaukan lagi. Satu tulisan yang kemarin sudah hilang jejaknya.

Selain itu, yang bikin ganggu adalah susunan tulisan. Ada tulisan saya yang muncul 2 kali. Jumlah pembacanya ada yang sama, ada yang banyak dan hanya 1-4 orang. Jam tayang juga berbeda. Dan ada yang aneh, waktu tayang mundur sampai tahun 1970.

Semoga saja ini sedang ada perbaikan di kompasiana. Dan kelak akan kembali normal. Kalau tidak wah...betapa kompasiana ini belum lolos dari hacker. Demikian saja tulisan siang ini. Selamat siang untuk pembaca semuanya.

PA, 19/2/13
Gordi



Ada satu kesalahan besar di kompasiana. Ini bukan dari sudut kompasiana. Tetapi, dari kompasioner. Dan, bukan semuanya. Hanya segelintir. Termasuk saya.

Saya seringkali sulit menentukan jenis kelamin teman kompasioner. Karena fotonya yang bukan asli, atau foto benda tertentu (bunga, garuda, dsb), juga karena namanya.

Saya juga dulu pernah memakai foto benda dan bukan foto saya sendiri. Saya memakai foto tumpukan bulatan pink. Entah apa namanya. Saya mengambil dari google. Gambar itu menarik sehingga saya memakainya.

Beberapa teman memanggil saya mbak. Entah dari mana mereka melihatnya. Dari gambar? Dari nama? Mungkin saja.

Lalu saya menjelaskan saya ini mas lho. Jawaban dalam komentar. Sebulan kemudian saya memakai gambar asli saya. Jadi jelas, saya ini mas dan bukan mbak.

Boleh jadi panggilan itu dari nama. Nama saya sebenarnya netral. Ada yang mas ada juga yang mbak. Apalagi saya hanya memakai nama satu kata saja. Nama saya memang unik. Tidak banyak yang memakai nama itu. Saya bangga dengan keunikan saya.

Kemarin, tepatnya semalam, saya juga buat kesalahan. Saya memanggil mas untuk seorang kompasioner karena namanya ada kata ‘om’ (diedit). Saya betul-betul tidak melihat gambar profilnya. Di gambar itu ada foto kompasioner itu. Dan, teman itu yang menyadarkan saya. Dia itu bukan mas tapi mbak. Wah....saya disadarkan. Saya cek fotonya dan benar dia mbak. Saya mohon maaf padanya. Dan, dia terima.

Pelajaran dari pengalaman ini adalah pentingnya mengecek silang. Jangan hanya menafsir dari nama atau dari foto saja. Mesti cek gambar fotonya. Nama bisa mengecoh. Dan foto juga bisa mengecoh. Mas pakai foto mbak. Dan sebaliknya.

Kalau soal nama lain perkara. Nama sekarang ini sulit ditafsir mas atau mbak. Kadang-kadang nama cewek dipakai cowok. Nama cowok dipakai cewek.

Yang bagusnya adalah memakai nama asli sekaligus foto asli. Jadi jelas jenis kelaminnya. Dan, orang lain tahu. Tidak menerka. Dan jangan menerka. Mesti dicek.

Ini kesalahan atau mungkin kekeliruan terbesar saya di kompasiana. Boleh jadi kesalahan lain. Untuk hari ini cukup yang ini.

Salam kompasiana.

PA, 26/2/13

Gordi


Pernahkah mendapat komentar pedas atau kritik tajam di kompasiana? Jika pernah Anda tahu dan pernah merasakan tajamnya kritik/komentar itu. Jika belum siap-siaplah menghadapinya. Tetapi ada baiknya membaca tips sederhana ini. Mungkin tidak 100% persen berhasil, tetapi bagi saya, inilah yang sudah saya lakukan.

Pada awal bergabung di kompasiana, tidak ada komentar atau kritik pedas terhadap tulisan saya di kompasiana. Kebetulan, saya memang menulis yang ringan-ringan saja. Lagi pula, tulisan saya tidak ada yang menyerang orang/kelompok tertentu. Tidak ada tulisan yang menyalahkan sesama kompasianers. Saya tulis yang baik-baik saja. Saya pegang erat semboyan, Menulis untuk Menyebarkan Kebaikan bagi Pembaca.

Beberapa minggu terakhir, saya mendapat lebih kurang 3-4 kali komentar pedas pada tulisan saya. Sedikit mengarah pada adu-domba dengan komentar orang sebelumnya yang ada pada tulisan itu. Saya mengecek profil kompasianer itu. Ada yang tidak ada gambar fotonya. Ada juga yang identitasnya tidak jelas. Ada juga yang ada foto profil tetapi di setiap tulisannya selalu banyak komentar adu-domba. Singkatnya, komentator model terakhir ini banyak kontroversinya.

Saya pun setuju dengan pendapat beberapa teman bahwa mereka yang berkomentar adu-domba atau sengaja mengritik itu bukan akun asli. Akun mereka tidak jelas alias palsu. Entah sengaja dibuat untuk menyerang kompasioner tertentu ataukah memang ada tujuan lainnya juga.

Lalu bagaimana mengatasinya?

Saya tidak membalas komentarnya. Biarkan komentarnya ada di situ tetapi tidak perlu ditanggapi. Sebab, saya pernah membalas tetapi malah tambah gawat. Dia membalas dan makin tak terarah debatnya. Tidak ada solusi ke arah yang baik. Saya mengalah.

Dengan cara saya—mendiamkan saja—ini, ada beberapa akun palsu yang sadar. Dia tidak berkoemntar lagi di tulisan saya. Dia tahu, saya tidak akan mudah terpancing dengan komentar liciknya.

Ada pula yang muncul lagi di komentar orang lain yang saya balas. Saya tahu, dia masih mau ajak untuk berdebat. Lagi-lagi saya tak menggubrisnya.

Setelah itu, dia tidak datang lagi di lapak saya. Saya kira cara saya ini bisa teman-teman praktikkan. Tentu ada yang berhasil dan ada yang tidak. Beginilah cara saya mengatasi akun-akun yang bikin gerah di kompasiana ini.

Saya berpikir, untuk apa mereka bergabung di blog keroyokan ini jika tujuannya hanya mengadu domba orang atau hanya menciptakan masalah? Bukankah akan lebih elok jika kita saling membangun? Yang salah kita perbaiki. Yang kurang kita tambahkan, saling melengkapi, seperti suami dan istri yang saling melengkapi.

Tidak dilarang berbeda pendapat, tetapi mesti mau juga menerima perbedaan itu. Jangan karena beda pendapat, terpancing untuk menyerang yang lain. Juga, baik kalau dibaca seluruh isi tulisan sebelum memberi kritik. Kalau hanya membaca sebagian saja, lalu beri komentar, itu tidak elok. Saya ingat sewaktu kuliah dulu, seorang dosen kami menekankan, tidak dilarang berkomentar asal pahami dulu inti persoalan dalam bacaan/makalahnya. Kalau tidak, itu sama dengan berkomentar lepas.

Demikian tulisan berbagi pengalaman ini. Semoga bermanfaat. Selamat siang. Selamat Paskah untuk umat Kristiani yang merayakannya.

PA, 31/3/13

Gordi

Malam-malam begini enaknya apa yah???? Kalau mau hidup enak ada banyak pilihan. Jalan-jalan juga enak. Asal tidak macet seperti jakarta. Atau mau duduk tenang di rumah juga enak. Asal tidak bosan saja. Atau juga menonton TV sambil makan-minum yang ringan-ringan. Asal tidak bosan dengan program TV Indonesia yang kadang-kadang kurang mendidik.

Pilih mana??? Yang jelas semua punya risiko. Entah positif atau negatif. Entah yang menginspirasi atau tidak. Jadi pilihlah yang sesuai kebutuhan. Jangan sampai pilihan itu merugikan atau menyesatkan ke arah negatif. Hemmm pesannya demikian.

Kembali ke pertanyaan, malam-malam begini enaknya apa yahhh???

Saya pilih membuka-buka facebook saja. Tepatnya mengintip status teman-teman. Ada yang marah, kecewa, senang, galau, dan sebagainya. Macam-macam. Saya jadi tahu keadaan teman-teman saya. Tapi jangan menjadikan itu sebagai benar-benar terjadi. Kadang-kadang mereka asal tulis status saja. Namanya dunia maya.

Saya juga mengint-ipintip foto-foto profil yang aduhai. Ya menariklah. Ada foto gembira, kerja keras, perjuangan, santai, dan sebagainya. Kecanggihan teknologi membuat ekspresi semacam ini bisa diakses.

Pertanyaannya, benarkah semua itu nyata? Ataukah foto itu hanya sementara saja? Biar dilihat orang? Jadi ingat kata-kata seorang dosen dulu. Foto adalah pengabdian salah satu langkah manusia. Foto mematikan langkah perkembangan seorang manusia.

Demikian dengan gambar-gambar tadi. Gambar itu hanya menampilkan salah satu momen dari perjalanan hidup. Boleh saja menilai itu dibuat-buat dengan tujuan tertentu.

Ahhh daripada pikiran jadi rumit, cukup saya intip saja. Tak perlu menafsir lebih jauh lagi. Nanti pikiran ini bekerja keras. Ini hanya bagi-bagi pengalaman saja tadi. Pengalaman mengintip-intip status fb dikala tidak ada yang dikerjakan pada malam ini.

Selamat malam.

PA, 3/3/13
Gordi




Teman baru di kompasiana. Selalu ada setiap pekan. Kadang-kadang setiap hari. Akhir-akhir ini saya banyak permintaan pertemanan. Saya juga sering mengajak berteman.

Untuk yang meminta pertemanan boleh jadi karena membaca tulisan saya. Permintaan itu muncul dari mata turun ke dunia maya. Sedangkan untuk mengajak pertemanan saya juga membaca tulisan atau melihat profil.

Saya mengajak pertemanan bukan sekadar menambah jumlah teman. Tetapi untuk menjalin persahabatan. Saya termasuk pemuja slogan banyak teman, banyak tahu.

Pagi ini saya juga mendapat teman baru. Ada teman baru tidak berarti melupakan teman lama. Ya nama teman baru juga hanya sementara saja. Begitu diucapkan teman baru sebentar lagi akan menjadi teman lama. Jadi, sejatinya memang cukup disebut teman saja.

Demikianlah dinamika pertemanan di kompasiana. Tulisan ini dibuat karena belum ada ide pagi ini untuk membuat artikel. Kebetulan buka dashboard dan ada permintaan pertemanan. Ya lebih baik saya mengulas pertemanan saja daripada mencari ide baru.

Minggu pagi biasanya banyak ide. Tetapi tidak untuk pagi ini. Apalagi saya sebentar lagi mau ke tempat ibadat. Jadi, saya tinggalkan tulisan ini untuk pembaca sekalian. Selamat hari Minggu.

PA, 3/3/13
Gordi




Ngobrol juga perlu. Begitu kata teman saya dulu. Dia benar. Dia katakan itu pada teman saya yang sukanya membaca melulu. Jarang ikut bergabung nongkrong untuk sekadar berkelakar. Baginya, kelakar itu tak berguna.

Sekadar ngobrol memang dalam arti tertentu tak ada gunanya. Kalau hanya untuk habiskan waktu saja, tentu tak ada gunanya. Tapi kalau ngobrol dengan topik tertentu, tentu ada manfaatnya. Dari ngobrol bisa dapat gambaran tentang sebuah masalah. Ada kalanya seseorang mendekati teman baru dengan mengobrol.

Sekadar ngobrol demi mengusir kejenuhan juga tentu berguna. Jenuh dengan tugas seabrek yang mesti diselesaikan. Jenuh dengan jalanan yang padat. Jenuh dengan guru yang membosankan. Dan sebagainya. Lekaslah lepas pekerjaan itu, dan berhenti sejenak, ajak teman mengobrol.

Ngobrol bisa mengusir kebosanan, mendapat teman bicara, mendapat ilmu, mendapat masukan baru, mendapat ide baru, mendapat inspirasi baru. Tulisan ini juga muncul setelah ngobrol asyik dengan beberapa teman di facebook.

Jangan sepelekan ngobrol tetapi jangan mengobrol melulu sampai lupa pekerjaan utama.

Salam obrol....
PA, 28/4/13
Gordi



Ini sekadar sebuah tulisan yang mungkin tidak banyak bermanfaat. Tapi, saya yakin masih ada manfaatnya. Saya tulis ini sekadar untuk berbagi kepada pembaca. Maaf kalau yang saya tulis bukanlah hal yang luar biasa mengagumkan. Saya menulis yang sangat sederhana saja.

Sudahkah Anda bijaksana memakai barang elektronik khususnya telepon genggam? Saya yakin di negeri kita ini, soal barang ini, banyak yang tidak bijak. Lihat saja macam bentuk ketidakbijakan ini. Anak sekolah pakai hp untuk mengambil video porno dari internet. Ada juga keluarga yang retak gara-gara pesan singkat di hp. Dan sebagainya. Dari ini disimpulkan bahwa kita, sebagian dari kita rakyat di negeri ini, belum bijak memakai hp.

Saya bagikan pengalaman teman saya di Italia, bagaimana dia dan orang-orang di sana BIJAK memakai hp.

"Saya pakai hp hanya untuk pekerjaan saya," katanya. Dia menghubungi klien di tempat kerjanya dengan hp. Atau ada kesulitan dari rekan kerjanya, maka mereka menghubunginya lewat hp. "Saya tidak membeli hp ini tetapi memakai hp ini", sambungnya.

TIDAK MEMBELI, benar. Dia tidak membeli tetapai MEMAKAI. Tentu dengan membayar. Membeli hp berarti membayar sejumlah uang kepada pemilik hp dan kemudian hp akan menjadi milik pembeli. MEMAKAI yang ia jelaskan di sini maksudnya demikian. Ia memakai hp dan setiap bulan membayar sejumlah uang. Hp tetatp menjadi milik pemilik hp dan bukan miliknya.

Dia membayar dengan uang hasil kerjanya. Katanya lagi, "Jika saya tidak bekerja lagi, saya kembalikan hp ini." Woao.....bagus ya.. Andai di Indonesia ada penjual hp seperti ini, saya mau gabung. Membayar tiap bulan tanpa membeli.
Saya kira ini bentuk BIJAK dalam memakai hp. Hp dipakai sebagai sarana untuk menunjang pekerjaan. Bukan untuk yang lain seperti yang dibuat oleh sebagian dari pelajar di negeri kita ini. Memang beda. Pelajar di Italia tidak diijinkan memakai hp. Itu yang saya dengar dari cerita beberapa siswa di beberapa sekolah. Kalau mau menghubungi mereka, silakan lewat nomor telepon rumah. Atau nomor hp orang tua.

Bagaimana dengan kita di Indonesia? Di sini, anak kecil pun sudah bebas memegang hp. Ada yang menyindir KOLOT kalau belum pegang hp. Bahkan hp jadul pun juga dianggap kolot. Maunya hp mutakhir, serba baru, yang lengkap dengan elemen pemutar video. Ah semua ini hanya memperbudak pemakai hp saja.

Salam BIJAK.

Prm, 16/1/2014
Gordi


foto ilustrasi oleh boltron-
*catatan tentang facebook dan penggunanya

Facebook atau face to face?
Facebook, media yang kini kerap dikunjungi jutaan orang di seantero dunia. Media sosial ini masih di atas media lain misalnya Twitter. Facebook memang menawarkan beragam kemudahan. Ada pesan alias message, percakapan alias chatting, dan sebagainya. Semua isi perasaan tertumpah di media ini. 

Layaknya facebook dijadikan teman curhat (curahan hati), dan curper (curahan perasaan). Tak jarang ada olokan, seruan, ajakan, maki-makian, kata-kata kotor sebagai ekspresi marah, dan sebagainya. Meski demikian, di facebook pula orang mengumpulkan teman-tetamnnya menolong sesama. Singkatnya baik buruk ada di media ini. Media ini netral, manusialah yang mengubahnya sebagai tempat menanam kejahatan dan menanam kebaikan.

Dari dunia maya ke dunia nyata, mungkinkah? 
Di facebook hal ini mungkin dan bisa terjadi. Orang berkenalan di facebook lalu berlanjut dalam pertemuan di dunia nyata. Bertemulah kedua pribadi. Bukan lagi facebook tetapi face-to-face. Asal saja tak ada maksud jahat dibalik face-to-face itu. Kalau ini yang terjadi, facebook tetap tercoreng sebagai media yang kerap salah digunakan.
Facebook beralih ke face-to-face dalam bentuk lain adalah sapaan. Sapaan tidak berhenti di dinding facebook atau di kotak pesan. Sapaan itu mesti berlanjut di dunia nyata, menyapa di dunia nyata. Itulah sebabnya, orang bilang kalau Anda berkelana di dunia maya, jangan lupa mendarat di daratan. Daratan tetap menjadi habitat asli kita. Jangan sampai kita menyapa teman di seberang sana, sementara teman di samping kita abaikan. Ya…facebook layaknya menjadi awal menuju face-to-face.

Mari bersahabat dengan menggunakan media facebook sebagai ajang face-to-face. Face-to-face itulah realitas kita sebagai manusia yang bertubuh. Dalam facebook, tak ada manusia bertubuh. Yang ada hanyalah manusia berperasaan. Itulah salah satu perbedaan manusia dalam dunia maya dan dunia nyata. Filsuf Emanuel Levinas (1906-1995), pernah mengatakan orang lain adalah penampakan, epifani. Epifani berarti orang lain yang menampakan diri di hadapan saya. Penampakan orang lain menjadi sebuah panggilan bagiku untuk bertindak. Dalam relasi face-to-face ada tuntutan etis dan objektif. Orang lain adalah tanggung jawab saya.

CPR, 6/12/2011
Gordi Afri

foto oleh fauzi 1999
Beberapa hari belakangan beberapa kompasioners mengeluh soal kompasiana. Loadingnya lama dan kadang-kadang tidak bisa dibuka. Saya juga mengalami hal yang sama.

Kejadian seperti ini bukan hal baru. Selama saya bergabung di kompasiana, saya mengalami kejadian serupa lebih dari satu kali. Mau tidak mau sebagai kompasioner yang tidak membayar sesen pun, saya ikut mengalami ‘kemacetan’ itu. Inilah suka-dukanya bergabung dengan kompasiana. Suka karena mau tidak mau saya ikut dan mesti menyukainya. Kalau tidak suka lebih baik jangan bertahan di kompasiana. Dukanya tentu saja jelas. Saya tidak bisa memasukan tulisan, membaca dan mengomentasri tulisan kompasioners.

Setelah semuanya ini berlalu muncul tampilan baru di kompasiana. Kompasiana mempunyai konten baru yang tentunya membuat kompasioners merasa betah di blog keroyokan ini. Beberapa waktu lalu sebelum tampilan headline menjadi seperti sekarang ini, kompasiana juga sempat macet. Saya tidak tahu peristiwa pembaruan sebelumnya, apakah mengalami hal serupa juga atau tidak. Dari persitiwa ini saya menyimpulkan bahwa untuk melahirkan yang baru perlu usaha keras. Boleh jadi kompasiana macet karena pengurusnya sedang menyiapkan konten baru tersebut. Kompasiana bagaikan ibu hamil yang sedang lahir. Sakit…sakit…tetapi begitu lahir…munculah rasa senang.

Saya kurang setuju dengan reaksi kompasioners yang berlebihan tentang macetnya kompasiana dalam beberapa hari belakangan. Tetapi saya menghormati kalau itu sebagai reaksi manusiawi. Hanya saja caranya kurang enak jika caranya dengan membuat tulisan yang seolah-olah kita menjadi raja atas admin. Menuntut ini-itu padahal ini blog gratisan. Untung saja admin tidak menanggapi dengan reaksi keras serupa. Padahal kalau admin mau, dia bisa mengeluarkan kita dari komunitas ini. Kekerasan memang tidak perlu dilawan dengan kekerasan.

Saya salut dan berterima kasih kepada admin dan segenap pengelola kompasiana yang sudah memberikan tampilan baru di blog ini. Ini sebuah kerja keras dari admin plus disertai hujatan dan kritikan dari kompasioners yang tidak tahu seluk-beluk kinerja blog ini. Saya tahu ini pekerjaan sulit. Oleh karena itu, dalam setiap perubahan yang dibuat oleh kompasiana, saya mencoba untuk mengikutinya dengan senang hati. Kalau pun ada reasksi marah-marah, itu hanya reaksi manusiwi saya sebagai manusia normal. Saya tak perlu menghujat dan mengkritik kinerja admin karena saya tahu perubahan ini akan melahirkan sesutu yang baru. Terima kasih untuk admin kompasiana.

CPR, 8/6/2012
Gordi Afri

Powered by Blogger.