Halloween party ideas 2015

Rabu, 18 Juli 2012. Malam ini turun hujan pertama di kota Yogyakarta. Saya baru beberapa hari di kota ini dan baru merasakan hujan pertama. Entah sebelumnya kapan hujan terakhir. Yang jelas tanah-tanah di kota ini masih kering. Debu di lapangan basket depan rumah makin banyak. Tanah kering karena kekurangan air hujan.

Hujan ini membawa berkat bagi kami di Yogyakarta. Berkat apakah itu? Paling tidak kami tidak perlu menyiram tanaman dan bunga-bunga kami. Air hujan sudah mencurahkan kesegaran kepada tanaman itu. Kami hanya berterima kasih kepada Tuhan sang pemberi hujan.

Kota Yogya sebentar lagi tampak hijau. Bunga-bunga mekar setelah menyerap air hujan. Debu-debu jalanan makin hilang. Jalan-jalan tampak bersih tanpa ditaburi debu yang mengotori lubang hidung.

Inilah berkat dari hujan pertama di kota ini. Tuhan sudah merencanakan semuanya.

PA, 19/7/2012
Gordi Afri


Kaum abal-abal. Siapakah kaum abal-abal? Arswendo, penulis novel ini mengangkat kehidupan kaum abal-abal. Boleh jadi mereka bukan siapa-siapa tetapi di tangan Arswendo, kehidupan mereka menjadi cerita menarik.

Kaum abal-abal menurut Arswendo adalah kaum miskin, tak berdaya, tukang ribut, susah diatur (hlm. 1). Novel ini mengisahkan kehidupan mereka ini. Kalau dibahasakan secara umum mereka ini adalah kaum lemah. Mereka lemah dari segi sosial. Tidak punya modal untuk bertahan dalam kehidupan sosial. Mereka ini tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah. Tak jarang mereka ditipu atau dipaksa mengaku palsu. Justru karena lemah mereka gampang diperdaya oleh oknum tertentu.

Inilah yang dikisahkan penulis novel ini. Bahasa yang digunakan Arswendo mudah dipahami. Seperti dalam novel lainnya, bahasa Arswendo menarik dan mengalir. Uraiannya detail. Kekuatannya pada segi mendeskripsikan kehidupan kaum abal-abal. Pembaca dibawa masuk dalam seluk-beluk kehidupan mereka. Ada yang jadi tukang preman jalanan, tukang rampok, tukang hajar orang, dan kriminal lainnya. Ulah mereka kadang-kadang meresahkan warga. Petugas keamanan kadang-kadang enggan menghentikan aksi mereka karena kekuatan tak sebanding. Atau juga tidak berefek jera.

Kehidupan yang antah-berantah ini menjadi cerminan keseharian kaum abal-abal. Bagaimana pun kehidupan mesti berujung pada satu titik. Bagi mereka titik itu adalah penjara atau rumah tahanan. Ini tentu bukan pilihan mereka. Tetapi, titik itu mau tidak mau mesti diterima. Kaum abal-abal rentan dijadikan oknum palsu oleh kaum yang kuat. Mereka dipaksa mengaku palsu demi menyelamatkan kaum kuat yang melakukan tindakan kriminal.

Di penjara mereka masih melanjutkan aksi mereka. Memang tidak seterang-terang sewaktu di dunia luar. Di penjara mereka beraksi sesuai situasi dan kondisi. Mereka memeras anggota baru atau juga kaum berduit. Tawuran pun tak terhindarkan.

Selain itu novel yang ditulis oleh penyair, wartawan, novelis, kolumnis ini mengisahkan kehidupan napi (narapidana) beserta istri dan anak-anak mereka di dunia luar. Istri mereka kadang-kadang menjenguk sang suami, ada juga yang tidak dijenguk sama sekali.

Arswendo yang beberapa kali mendapat penghargaan dalam dan luar negeri juga mengulas keseharian petugas penjara. Ada kongkalingkong antara napi, penitera, jaksa, hakim, dan polisi. Tentu semuanya diulas dalam gaya bahasa novel yang menarik.

Novel ini bisa dibaca oleh siapa saja untuk mengetahui seluk beluk kehidupan dalam dunia tahanan/penjara. Kehidupan narapidana sebelum dan sewaktu menjadi tahanan. Juga, relasi antara polisi, hakim, jaksa, petugas penjara, dan narapidana. Semuanya dirangkai dalam ulasan yang menarik, bernas, dan mengalir.


Judul buku: Abal-abal(Sebuah Novel)
Pengarang: Arswendo Atmowiloto
Penerbit: Pustaka Utama Grafiti, Jakarta
Tahun terbit:1994


CPR, 7/7/2012
Gordi Afri


Selasa, 10 Juli 2012. Ada sejarah baru dalam perjalanan hidup saya. Hari ini, saya meninggalkan kota Jakarta. Saya akan melanjutkan kehidupan di kota Yogyakarta. Saya pun meninggalkan konfraters di Jakarta.
Dua sepeda motor melaju menuju terminal Rawamangun. Kornel dan saya lalu Asis dan Pandri. Kami berempat berangkat ke tempat ini. Ya...mereka datang demi saya. Kami akan berpisah pada sore ini. Kami memang telah menghabiskan 6 tahun bersama sejak masa pranovisiat. Fonsi yang juga teman seangkatan tidak bisa hadir untuk mengantar saya ke terminal.





 
Saya salut dengan mereka. Asis baru saja bangun tidur saat Kornel memanggilnya untuk berangkat ke Rawamangun. Pandri dan Kornel sedang berada di depan komputer. Mereka meninggalkan kesibukan atau hobi mereka dan mengantar saya. Kami memang sudah hidup bersama dan akan selalu bersama meski dalam bentuk yang berbeda.

Saya menumpang bis Safari Dharma Raya ke Jogja. Kornel, Asis, dan Pandri ikut mengantar sampai di dalam bis. Tas besar disimpan di bagasi bawah sedangkan tas kecil saya simpan di bawah kursi. Kami berfoto-foto di dalam bis. Lalu, foto-foto di luar bis. Setelahnya kami berpelukan dan berpisah. Perpisahan yang amat sederhana. Hanya ada kata...sampai bertemu lagi di lain kesempatan.



Setelahnya, mereka menuju tempat parkir dan mengambil motor. Saya duduk di kursi nomor 17 sambil menunggu bis berangkat. Tiba-tiba mereka lewat di luar bis dan melambaikan tangan. Sempat-sempatnya mereka melemparkan senyum manis ke arah saya.

Kami kini berpisah oleh tempat. Saya melanjutkan karya di Yogyakarta. Kornel dan Asis akan melanjutkan karya di salah satu komunitas Xaverian di Indonesia. Pandri melanjutkan studi ke Parma-Italia. Fonsi akan melanjutkan studi di STF Driyarkara. Kami tinggal di tempat yang berbeda namun kami tetap bersatu. Kami yakin Tuhan ada bersama kami dan kami akan bersatu dalam doa. saling mendoakan...itulah pesan yang selalu bergema ketika kami merasa lemah dan tidak ada semangat. Pesan itu kini menggema kuat ketika kami ada di tempat yang berbeda.

Mereka mengantar sampai di terminal. Terminal adalah tempat akhir dan tempat awal sebuah perjalanan. Saya mengawali karya saya di Yogyakarta sejak keberangkatan dari terminal ini. Semoga “terminal” yang sama melekat di hati kami seangkatan yang sebentar lagi mengalami kehidupan baru. Tuhan kami bersyukur atas kebersamaa kami di Jakarta kami mohon sertailah perjalanan hidup kami selanjutnya.

Yogyakarta, 11/7/2012
Gordi Afri

Gambar dari google

Pekerjaan harian wartawan ternyata bisa dikisahkan dalam bentuk novel. Kesibukan jurnalis mulai dari mencari berita, mencari nara sumber, mengejar deadline (batas waktu masuk berita) berita, berhadapan dengan pemimpin redaksi, dan tantangan lainnya bisa menjadi roh sebuah novel. Inilah yang diangkat oleh penulis novel ini.

Penulis novel ini yang adalah Guru Besar Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Negeri Singaraja, Bali ini dengan jeli mengisahkan perjalanan jurnalistik Hardiman, sang jurnalis. Dia mau menyelidiki kasus terbunuhnya Siska Ambarwati, sang pengusaha dan perempuan penghibur papan atas. Hardiman menjalankan tugas yang dipercayakan Seno, sang pemimpin redaksi ini dengan baik.

Jurnalis ini pun bekerja tanpa kenal lelah. Inilah salah satu pesan yang didapat dari novel ini. Pekerjaan apa pun asal dilakukan dengan semangat juang akan membuahkan hasil. Pembaca diajak oleh penulis novel untuk menelusuri seluk beluk berita yang muncul di koran harian. Berita itu ternyata diproses dengan panjang. Jurnalis biasanya mencari berita dan redaksi menyiapkan terbitan berita itu.

Penulis yang juga seorang penulis puisi, cerpen, novelet, novel, ratusan esai, dan kolom mengarahkan pembaca dari satu alur ke alur berikutnya. Ulasannya ringan dan mudah dibaca. Novel ini bisa dibaca dalam waktu singkat. Tiap akhir bab selalu muncul pertanyaan, bagaimana kisah selanjutnya? Pertanyaan inilah yang membuat pembaca tak berhenti begitu saja pada akhir tiap bab.

Ulasan novel bergaya jurnalistik ini membuat novel ini mudah dibaca. Bahasa jurnalistik dipadukan dengan bahasa sastra/novel. Kata-kata yang digunakan juga menarik, ringan, mengalir, dan mudah dipahami. Untuk lebih jelasnya pembaca bisa membaca novel ini. Bagaimana kisah terjadinya pembunuhan terhadap cewek yang adalah pengusaha dan penghibur papan atas ini? Silakan membaca di novel ini.

Judul buku: Siska Ambarwati (Sebuah Novel)
Pengarang: Sunaryono Basuki Ks
Penerbit: Grasindo, Jakarta
Tahun terbit: 2004

CPR, 7/7/2012
Gordi Afri


Mendengar kata ‘Cina’ kita langsung terbayang akan wajah bermata sipit, kulit putih, rambut lurus-halus, dan kaya. Memang demikianlah cirri khas orang Cina di mana saja mereka berada. Mereka sudah menyebar ke segala penjuru dunia. Namun, bagaimanakah hidup mereka di Negara tempat mereka hidup? Sudahkah mereka menjadi warga Negara tersebut? Ataukah mereka masih dianggap pendatang?

Kita tidak bisa mengelak dengan kekuatan ekonomi Cina saat ini. Lepas dari masalah HAM yang melanda negeri Cina, negeri ini diisi oleh orang cerdas dalam segala bidang. Mereka sekarang menguasai panggung ekonomi dunia. Bidang lain pun ikut naik seperti kekuatan militer, pendidikan, dan olahraga. Indonesia yang terkenal dengan olahraga bulu tangkisnya, kini, harus tunduk di hadapan Cina. Entahlah Indonesia yang mengalami kemunduran ataukah memang Cina yang mengalamai kemajuan pesat dalam dunia olahraga.

Novel Putri Cina yang ditulis oleh filsuf-sastrawan-wartawan Sindhunata mengisahkan perjalanan hidup orang-orang Cina di Indonesia. Tokoh sentralnya adalah Putri Cina. Putri adalah anak Cina yang menjadi Jawa. Dia belajar budaya Jawa dengan mengikuti berbagai pertunjukkan budaya. Dia menjadi tokoh sentral, padahal dia bukan keturunan Jawa. Karena kepiawaiannya dalam pertunjukkan dia dilirik oleh beberapa pemuda. Dia memang cantik menawan, memikat hati para lelaki. Dari ibunya dia memperoleh petuah, jadilah pemeran yang baik jika engkau menjadi tokoh dalam pertunjukkan budaya Jawa. Tak bisa dipungkiri jika ke-Jawaan-nya dalam pertunjukan itu tidak diragukan lagi. Ada yang menilai Putri Cina lebih Jawa daripada orang Jawa.

Novel ini syarat dengan pesan moral. Orang Cina di mana-mana menjadi orang hebat, sukses, dan kaya. Namun ternyata kekayaannya itu menarik mereka dari perhatian terhadap sesama. Gara-gara harta, mengejar keuntungan, orang Cina lupa akan kehidupan sesamanya. Lantas mereka sering dimusuhi, jadi sasaran amukan massa. Mereka sudah melenceng dari ajaran leluhur orang Cina, yakni memperhatikan sesama.

Meski kelompok Cina menjadi sasaran amukan massa, Putri Cina justru menjadi rebutan beberapa pemuda. Mereka tertarik dengan penampilan Putri Cina dalam setiap pertunjukkan. Beberapa pemuda bahkan rela datang jauh-jauh dari kampungnya untuk melihat pertunjukkan Putri Cina di kampung yang jauh. Banyak yang melamar dan hanya satu yang menjadi pasangannya. Percampuran antara Cina-Jawa menjadi persatuan yang melampaui sekat budaya. Cinta memang melampaui segala sekat. Kekuatan Cinta melampaui sekat yang dibuat oleh manusia. Inilah yang terjadi antara Putri Cina dan Pemuda Jawa.

Sayangnya Pemuda Jawa ini tergila oleh kuasa. Ia mempertahankan kuasanya dan lupa memperhatikan sesama. Lagi-lagi kuasa mengalahkan kehidupan manusia. Pemuda ini tidak mampu menyelamatkan keluarga sang istri. Di sinilah dia gagal. Dia memang hebat namun dia gila kuasa. Kehebatan kuasa tak mampu menjamin kehidupan manusia yang aman. Kuasa adalah puncak sekaligus jalan menuju kejatuhan yang kejam. Maka, hati-hatilah jika Anda berada di puncak kekuasaan. Bagi Anda yang berkuasa bacalah novel ini. Simaklah petuah manusiawi dari novel yang ditulis dengan bahasa yang mengalir ini.

Judul: Putri Cina
Penulis: Sindhunata
Penerbit: Gramedia
Tahun Terbit: 2007


CPR, 16/6/2012
Gordi Afri

Gerakan karismatik tersebar di mana-mana di Gereja Katolik. Hampir setiap paroki di Keuskupan Agung Jakarta mempunyai gerakan karismatik. Bahkan di tiap paroki ada gerakan Karismatik dewasan dan remaja. Namun, sampai kini banyak yang mencibir kalau gerakan itu bertentangan dengan ajaran gereja Katolik. Bahkan ada yang menilai gerakan itu bukan asli dari gereja Katolik.

Bagaimana kita mengatasi persoalan ini?
Tidak mudah memang. Tetapi kita jangan berkecil hati. Percayalah bahwa setiap persoalan ada jalan keluarnya. Kita tidak bisa menghindar dari tuduhan bahwa gerakan karismatik itu bukan asli dari gereja Katolik tetapi dari gereja Protestan khususnya lagi pentakosta. Jangan heran jika gaya doanya berbeda dengan gaya doa dalam gereja katolik.

Lalu, mengapa gerakan karismatik masih masih bertahan di kalangan umat gereja Katolik padahal dituduh bukan dari gereja Katolik? Banyak orang Katolik sekarang tertarik dengan gerakan ini. Masih relevankah tuduhan itu? bagaimana gereja menyikapi hal ini?

Untuk menjawab pertanyaan seputar gerakan karismatik ini kita bisa membaca sebuah buku yang mengulas tentang sejarah karismatik. Buku Mungkinkah Karismatik Sungguh Katolik? Sebuah Pencarian  yang ditulis oleh Deshi Ramadhani SJ. Buku terbitan Kanisius tahun 2008 ini berisi sejarah dan perkembangan gerakan karismatik.

Dengan membaca buku ini kita diajak untuk menelusuri gerakan yang dianggap kontroversial ini. Romo Deshi mengajak pembaca untuk tidak mudah menuduh sebuah gerakan sebagai asli Katolik atau berasal dari Protestan. Sebelum kita menilai alangkah baiknya kita mengetahui asal-usulnya. Boleh dibilang para penuduh ini tidak mengenal seluk beluk gerakan karismatik sehingga dengan pembicaraan atau kabar angin yang ada mereka menuduh. Padahal tuduhan itu tidak berdasarkan pengetahuan yang memadai tentang gerakan karismatik.

Romo Deshi tidak menunjukkan dengan jelas bagian mana yang menjelaskan permasalahan apakah karismatik itu sungguh Katolik atau bukan. Dengan ini pembaca diajak untuk membaca secara keseluruhan isi buku ini. Pembaca akan mendapatkan jawabannya dari uraian yang ada. Dengan membaca secara keseluruhan pembaca akan mampu mengambil sikap terhadap tuduhan yang ada.

Saya yakin setelah membaca buku ini, kita tidak asal menuduh atau sembarang menuduh atau mencibir anggota gerakan karismatik. Jadi, kalau anggota gerakan ini adalah umat Katolik dan bertahan dalam jangka waktu yang lama, apakah gerakan itu tidak diterima dalam gereja Katolik? Bagaimana dengan kesaksian anggota gerakan ini yang justru merasa makin dekat dengan Yesus?

Maka, jangan menilai sebelum membaca buku ini.

CPR, 2/6/2012
Gordi Afri


foto ilustrasi dari internet
Saya tak jemu-jemunya mengatakan sejarah itu penting. Bukan karena tanpa sejarah sebuah bangsa akan mati. Sejarah bisa menjadi sebuah ranting kehidupan sebuah bangsa. Jika ranting itu patah tak ada lagi pohonnya. Saya tahu banyak anak-anak SD dan SMP bahkan SMA yang tidak suka sejarah. Saya tetap akan mengatakan cintailah sejarah bangsa.

Seperti postingan saya sebelumnya di blogspot menyinggung soal sejarah. Kali ini juga akan saya singgung hari bersejarah lainnya. Konteksnya masih sama yakni menjelang akhir masa kuliah di STF Driyarkara. Saya langsung saja menyebut tanggalnya yakni 25 Mei 2012 (hari Jumat).

Pada hari ini saya kembali diuji oleh 3 dosen dalam ujian penentu. Ujian itu setara dengan skripsi yang juga diuji oleh lebih dari satu dosen. Memang ada perbedaan bobotnya. Ujian skripsi berbobot 6 SKS (Satuan Kredit Semester) sedangkan ujian yang ini hanya 3 SKS.

Ujian ini dikenal dengan sebutan Ujian Komprehensif. Komprehensif berarti secara keseluruhan. Ujian ini mencakup bahan kuliah dari semester 1 sampai 8. Bukan berarti semua mata kuliah. Lebih kurang ada 9 mata kuliah. Bahan-bahannya diringkas dalam 36 tesis.

Tesis di sini jangan dicampuradukkan dengan tesis sebagai tugas akhir mahasiswa S2 atau master. Tesis merupakan sebuah pernyataan yang mesti dijelaskan penjabarannya. Dalam ilmu filsafat dikenal istilah tesis-antitesis-sintesis. Nah, sintesis itulah yang merupakan pernyataan yang sudah dijelaskan penjabarannya secara detail. Tesis merupakan sebuah pernyataan yang masih perlu dijelaskan isinya.

Tesis-tesis inilah yang akan diuji saat ujian komprehensif. Mahasiswa akan menjawab 3 tesis yang dipilih secara acak oleh 3 dosen penguji. Seorang dosen akan bertanya setelah mahasiswa menjelaskan tesis yang dipilih. Dalam kesempatan inilah dosen akan menguji kemampuan berpikir mahasiswa. Biasanya mahasiswa berpikir logis setelah mengikuti kuliah 4 tahun. Untuk mengujinya, salah satunya, dengan ujian ini. Tiap dosen menggunakan metode ini. Jadi, seorang mahasiswa itu betul-betul diuji kemampuannya dalam menjelaskan sesuatu.

Ujian ini biasanya menuntut keseriusan dalam mempersiapkan bahan. Juga kesiapan mental. Ada beberapa teman yang karena rasa gugup menguasainya, dia tidak bisa menjawab satu kata pun dalam ujian. Sadis bukan? Maka, persiapkanlah mental dengan baik. Beberapa teman lagi gagal karena belum mampu menjelaskan dengan baik dan detail tesis yang diuji.

Peristiwa ini menjadi sejarah dalam hidup saya. Dengan persiapan yang belum terlalu matang, saya memberanikan diri menghadap ketiga dosen penguji. Saya baru saja keluar dari rumah sakit sehingga persiapannya juga agak kurang. Tiap hari hanya ada waktu sekitar 1-2 jam untuk persiapan tesis. Selebihnya saya istirahat karena masih lemas.

Tetapi saya berterima kasih kepada pihak sekretariat kampus karena memberi saya waktu belajar secukupnya. Jadwal ujian saya ditunda dari jadwal semula yakni Senin, 21/5/2012. Penundaan ini karena kondisi kesehatan saya tidak memungkinkan untuk ujian hari itu. Hari Kamis minggu sebelumnya saya baru keluar dari rumah sakit.

Saya tetap berusaha  mempersiapkan diri dengan baik juga disesuaikan dengan trik-trik menghadapi dosen penguji. Tesis-tesis diuraikan dengan bahasa sendiri. Trik menghadapi dosen penguji juga sudah disiapkan. Betapa kagetnya saya ketika semua ini sia-sia. Dosen penguji diganti pada hari ujian. Untungnya pagi hari saya ke kampus melihat ulang jadwal. Terkejut sekaligus kecewa karena dua dosen diganti. Mulai saat itu saya meyakinkan diri saya bahwa ujian ini tidak tergantung pada dosen penguji tetapi tergantung pada persiapan diri. Usaha meyakinkan diri ini berhasil. Saya tidak gugup berhadapan dengan dua dosen yang diganti. Saya bersyukur karena saya bisa menjelaskan tesis yang diuji dengan baik.

Inilah bagian dari sejarah hidup saya. Sejarah ini menjadi tonggak bagi saya untuk melangkah ke dunia selanjutnya yang sama sekali lain. Dunia yang tidak lagi antara menjelaskan dan mendengar. Tetapi, dunia yang kadang-kadang membutuhkan pertanggungjawaban yang rasional dan logis. Dunia yang hanya bekerja saja tanpa berdiskusi. Terima kasih untuk Sang Empunya yang membolehkan saya mengalami masa sejarah ini.

*Dimuat juga di kompasiana.com dengan judul SATU LAWAN TIGA DI MEJA PENTU
CPR 3/6/2012
Gordi Afri

foto ilustrasi dari internet
Jangan melupakan hari bersejarah dalam hidup Anda. Hari bersejarah menjadi tanda adanya perubahan dalam perjalanan hidup. Soekarno pernah mengatakan, bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak lupa akan sejarahnya.

Saya ingin mengabadikan salah satu hari bersejarah dalam hidup saya. Bukan mau pamer diri tetapi mau melihat unsur perubahan di dalamnya. Perubahan seberapapun kecil, tak mesti yang luar biasa, tetap memberi sumbangan dalam sejarah hidup kita.

Pada Selasa, 24 apil 2012 yang lalu, saya mengalami peristiwa bersejarah dalam hidup saya. Hari ini menjadi salah satu puncak perjuangan intelektual saya. Dua dosen menguji saya mengenai tugas akhir yang saya buat yakni skripsi. Saya menyusun skripsi itu dalam tahun terakhir kuliah, dalam 2 semester. Saya ingin menjadikan waktu 2 semester ini sebagai bagian dari sejarah hidup saya. Saya menyusun skripsi sampai pada pertanggungjawabannya nanti termasuk perbaikan setelah diuji.

Masa-masa ini saya maknai sebagai momen intelektual. Maksudnya segala daya intelektual dikerahkan untuk menyelesaikan tugas ini. Ada tantangan yang berarti namun tetap dilampaui. Jatuh bangun dalam semangat mengerjakan bab per bab. Godaan untuk mengabaiakan membaca buku sumber dalam sehari. Godaan untuk mendahulukan tugas lain yang sesuai minat saya ketimbang skripsi. Ini semua adalah momen perjuangan intelektual.

Ini menjadi sejarah karena dengan melewati ini kemampuan saya diasah. Kemampuan mengelola waktu. Kemampuan mengasah pikiran agar tetap fokus dalam satu permasalahan yang belum terselesaikan. Kemampuan untuk mengadakan upaya diplomatis melalui dialog dengan nara sumber sekunder seperti teman/dosen yang ahli dalam bidang yang saya geluti. Dari upaya ini kemampuan saya dalam berelasi (dengan rendah hati) dengan sesama semakin teruji.

Selain itu ada juga kepekaan yang amat sensitif. Kepekaan akan tugas yang diprioritaskan. Kepekaan akan permohonan bantuan teman. Dalam menyelesaikan tugas ini, saya melibatkan teman-teman. Ini perjuangan bersama-pribadi. Maksudnya, perjuangan ini dilaksanakan bersama teman-teman dan juga para dosen pembimbing. Meski yang bertanggung jawab penuh adalah saya sendiri. Ibarat menahkodai kapal laut. Teman-teman adalah kru ABK (anak buah kapal) dan sang kapten adalah saya sendiri. Kapal berjalan dalam kerja sama kru dan sang kapten.

Hari ini juga menjadi hari sejarah karena berhadapan dengan dua dosen dalam satu pertemuan. Biasanya satu lawan satu, bukan untuk bertanding tetapi untuk berbincang-bincang. Sejak semester satu kami sudah dibiasakan berhadapan muka dengan dosen dalam ujian semester. Ini modal untuk berani tampil bicara empat mata dengan dosen. Kali ini agak lain. Ada dosen yang mesti dihadapi. Meski kami saling kenal dan sering berjumpa dalam pertemuan kuliah, saya masih merasa agak canggung berhadapan dengan mereka dalam pertemuan ini.

Tetapi saya berprinsip, mereka juga manusia mengapa mesti ditakuti. Mereka tidak membunuh saya. mereka juga membahas tugas yang saya buat, yang saya susun, jadi saya yang lebih tahu tentang topik yang dibahas. Dengan modal ini saya berani berhadapan dengan mereka. Dengan modal ini saya berani mempresentasikan selama 15 menit di hadapan mereka. Setelah itu, saya siap menjawab pertanyaan mereka. Tentu tidak semuanya bisa dijawab dengan benar. Tetapi yang lebih penting adalah saya menjawab dan mempertanggungjawabkan tugas akhir saya ini.

Ini bagian dari sejarah hidup saya. bagian yang tidak saya lupakan. Entahlah mungkin saya tidak mengalami lagi keadaan seperti ini. Kalau saya belajar lagi ke tingkat selanjutnya pasti mengalami juga. Tetapi kalau tidak, tidak apa-apa, toh dalam sejarah hidup saya, bagian ini sudah saya alami. Saya tidak akan melupakan bagian sejarah ini.

Jangan melupakan sejarah hidup Anda. Dengan mengenal sejarah, Anda menjadi tahu perkembangan hidup Anda. Dengan tahu perkembanga,n Anda bisa membuat evaluasi atas hidup Anda.***

CPR, 31/5/2012
Gordi Afri




Sudah banyak orang mengulas tentang sakit dan penyakit. Saya hanya mau mengatakan satu hal. Yakni, sakit memberi pelajaran berharga.

Sakit mengajari kita untuk bersabar
Sakit mengajari kita untuk menghargai kesendirian
Sakit mengajari kita merenungi arti kesepian
Sakit mengajari kita arti sahabat yang selalu kita rindu saat sakit
Sakit memberi kita arti kesehatan tubuh
Sakit mengajari kita menghargai profesi perawat dan dokter
Sakit mengajari kita banyak hal
Sakit memberi kita pelajaran berharga

Kebetulan saya baru saja sembuh dari sakit. Saya merasakan semua hal di atas selama sakit. Maka, saya mengucap terima kasih untuk pembaca setia blog ini. Mungkin Anda semua juga menarik pelajaran/hikmah dari pengalaman sakit. Terima kasih untuk semua yang menolong dan merawat saya.***

CPR,26/5/2012
Gordi Afri

Gambar: kanisiusmedia.com

Beberapa tahun lalu, kita dihebohkan oleh terkuaknya Injil Yudas yang dianggap sebagai Injil Rahasia. Gereja Katolik yang sudah menentukan hanya ada 4 Injil pun tak luput dari tuduhan merahasiakan Injil Yudas ini. Gereja dituding menyembunyikan sesuatu dan mempunyai maksud tertentu dengan merahasiakan Injil Yudas ini.

Umat Katolik pun sempat bingung dan tergoncang imannya karena tuduhan-tuduhan semacam ini. Boleh jadi Gereja dianggap tidak kredibel, tidak dapat dipercaya lagi karena ternyata menyimpan rahasia besar.

Namun, benarkah Gereja yang menyembunyikan Injil Yudas ini? Kalau Tulisan yang dianggap sebagai Injil Yudas ini disebut juga sebagai Injil, mengapa tidak dimasukkan dalam daftar Injil dalam Kitab Suci agama Katolik dan Kristen? Betulkah tulisan itu dianggap sebagai Injil yang adalah kabar gembira? Apakah tulisan itu memuat kabar yang menggembirakan bagi pembacanya?

Sebelum iman Anda tergoncang bacalah buku ini, Menguak Injil-Injil Rahasia, karya Rm Deshi Ramadhani, SJ. Buku yang diterbitkan oleh Penerbit Kanisius, Yogyakarta, tahun 2007 ini memuat sejumlah uraian yang menjawab sejumlah pertanyaan di atas. Masih ada pertanyaan lain yang diuraikan dalam buku ini. Seperti biasa tulisan penulis ini amat menarik dan mudah dipahami.

Sekadar informasi saja, bahwa Injil Yudas hanyalah salah satu tulisan yang disebut Injil Rahasia. Banyak tulisan lain yang disebut Injil Rahasia seperti Injil Thomas, Injil Filipus, Injil Maria (Magdalena), dan beberapa tulisan lain. Dalam buku ini, Rm Deshi menguraikan latar belakang dan situasi pada waktu penulisan tulisan-tulisan itu. Lalu diuraikan tulisan-tulisan itu satu per satu. Bagian akhir akan diuraikan bagaimana sebaiknya menyikapi tulisan-tulisan itu. Akhirnya sebelum iman Anda tergoncang dan menerima begitu saja tuduhan yang diberikan, Anda mesti membaca buku ini. Jangan tergoda dengan tuduhan sebelum tahu duduk persoalannya dengan jelas.

CPR, 5/5/2012
Gordi Afri
Powered by Blogger.