Halloween party ideas 2015
Showing posts with label PENGALAMANKU. Show all posts

ilustrasi, counciloflove

Apa yang teman-teman lakukan di tempat tidur sebelum bobo? Macam-macam. Tergantung kebiasaan. Ada yang kebiasaan sejak kecil. Ada pula yang muncul setelah berkeluarga.

Ya memang macam-macam bisa dilakukan. Ada yang merenungkan perjalanan seharian. Dari pagi sampai malam. Mengevaluasi diri. Apakah saya marah dengan orang tertentu, apakah saya dendam dengan orang tertentu, apakah saya memukul orang, apakah saya memenuhi permintaan teman/sahabat/suami/istri/anak, dan sebagainya.

Ada yang mengucap terima kasih kepada Tuhan untuk kesempatan seharian. Karena Dia memberi kesempatan untuk beraktivitas, berkarya, dan sebagainya. Dia memberi utuh, terang, udara, suhu tertentu, air, makanan-minuman, teman kerja, dan sebagainya.

Dengan dua ini sudah cukup kita beraktivitas di tempat tidur sebelum bobo. Yakinlah bahwa saat mengevaluasi diri, kita akhirnya akan kantuk atau tertidur. Demikian juga ketika mengucapkan terima kasih kepada Tuhan. Apalagi kalau kita capek. Mata cepat tertutup dan otak tak bisa bekerja lagi.

Sedangkan aktivitas lain dengan teman tidur itu urusan pribadi, urusan berdua. Terserah apa yang mau dilakukan, berbisik, berbincang, bercerita, dan sebagainya. Asal tidak mengganggu orang serumah, selingkungan, sekampung, dan se se se yang lain. Selamat malam.

PA, 17/2/13

Gordi

ilustrasi, elormedia.net

Daripada bosan tinggal di rumah, lebih baik jalan-jalan. Jalan-jalan akhir pekan amat menarik. Tentu jalan dengan tujuan.

Saya jalan-jalan ke daerah Malioboro. Sudah direncanakan sejak awal pekan. Muncul rencana setelah membaca iklan di koran Kompas. Ada iklan diskon buku di Gramedia Malioboro. Saya cuma melihat dan membaca iklan itu. Lalu, kemarin muncul lagi. Saya membaca dan mencermati dengan bijak.

Hari ini rencana itu terwujud. Jam 10.30, saya meluncur ke sana. Kebetulan tidak sibuk hari ini. Saya memarkir sepeda motor di luar mol. Saya titipkan pada mas penjaga parkir. Kami tersenyum dan saya berujar, “Mas, nitip motor yah.” Saya heran mendengar jawabannya, “Tenang bos. Aman.”

Saya kok dipanggil bos. Padahal saya ini bukan bos. Tidak ada tampang bos. Celana levis biru bersobek di lutut. Baju olahraga bertuliskan Liverpool. Dan tas pinggang warna hitam-biru.

Saya masuk mol. Lalu lalang pengunjung. Rupanya baru saja dibuka. Belum banyak pengunjung. Saya naik sampai lantai 3. Lumayan bisa melihat cewek cantik, cowok ganteng, penjaga toko, penawar barang, barang-barang elektronik, mencium bau makanan yang enak, dan sebagainya. Ya tak perlu ada uang banyak kalau mau melihat-lihat barang-barang bagus dan mahal di mol.

Setelah sampai di lantai 3, saya masuk galeri Matahari. Melihat-lihat celana dan baju kemeja. Tak ada yang berkenan di hati. Lalu saya keluar. Turun lagi ke lantai 1.

Saya melihat ada tulisan Gramedia. Saya meluncur ke sana. Toko buku Gramedia rupanya ada di lantai bawah. Saya hendak ke bawah. Rupanya tempat buku diskon ada di lantai 1. Pas di jalan masuk ke bawah. Saya berhenti di situ. Melihat-lihat buku-buku yang ada. Banyak pengunjung yang datang. Saya memilih 4 buku. Lalu mengantar ke kasir.

Rupanya ada satu buku lagi di meja kasir. Saya tertarik membelinya. Buku itu diskon 20%. Saya membeli buku itu. Buku lain berharga 10 ribu rupiah dan 15 ribu rupiah. Total 5 buku itu Rp 98.500,00.

Lumayan untuk kantong saya. Satu lembar dapat 5 buku. Murah dan cepat. Kalau tidak diskon, kelima buku itu diperkirakan 200-300 ribu rupiah.

Inilah nikmatnya jalan-jalan akhir pekan. Jalan yang direncanakan. Asal rajin membaca iklan di koran, ada banyak untung yang kita peroleh. Daripada diam di rumah lebih baik mengunjungi pameran seperti ini.

Terima kasih untuk toko buku Gramedia. Memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk menikmati buku berdiskon itu.

Selamat akhir pekan.

PA, 22/2/13

Gordi

ilustrasi di sini

Waktu selalu ada. Kesempatan yang jarang ada. Tinggal mengolah waktu. Biar ada kesempatan yang baik untuk mengerjakan sesuatu.

“Mas, ada acara gak hari ini?” tanya sahabatku pagi ini.
“Ada pak. Tapi nggak ada yang spesial,” jawab saya.
“Kalau begitu boleh gak ikut saya?”
“Ke mana pak?”
“Ke kantor polisi!”
“Wah ada apa pak?”
“Maksudnya ke kantor Samsat.”
“O...mau ngurus surat-surat?”
“Ya..ngurus STNK motor dan mobil.”
“Boleh pak, sekalian mau lihat kantor Samsat.”

Saya setuju menemani sahabat saya. Saya mau lihat kantor samsat itu. Dan, mau lihat orang-orangnya di sana. Lumayan kan bisa kenalan dengan petugas yang mengurus surat-surat kendaraan.

Siapa tahu ada info emnarik di sana. Pulang nati ada bahan untuk tulisan. Semoga urusan hari ini lancar. Kalau tidak, harus nunggu.

Hai kompasioner, selamat awal pekan. Salam semangat selalu.

PA, 25/2/13

Gordi

ilustrasi, di sini

Baru saja kami mengurus surat-surat kendaraan untuk motor dan mobil. Kami tiba di kantor Samsat Kabupaten Sleman, Jl Bhayangkara pukul 9.30. (Saya lupa nomor jalannya)

Kami memarkir sepeda motor. Kemudian menuju tempat fotokopi yang terletak di samping tempat parkir. Setelah fotokopi STNK kami ke kantor.

Di dalam sudah banyak pengunjung. Semuanya mengurus perpanjangan STNK 5 tahunan, 1 tahunan, STNK hilang, peprindahan alamat, dan sebagainya. Saya dan sahabat saya mengurus perpanjangan STNK 1 tahunan. Jadi, hanya STNK yang diperpanjang, tanpa perpanjangan 5 tahunan untuk ganti plat.

Saya menunggu di ruang tunggu. Duduk di kursi paling pojok. Sahabat saya memasukkan berkas dari loket pertama. Kemudian dia mengurus semuanya mengikuti prosedur yang ada. Saya menunggu sambil membaca buku. Membunuh rasa bosan.

Banyak orang yang menunggu. Ada yang menunggu panggilan dari beberapa loket. Pengeras suara terus menerus bersuara. Sumbernya dari beberapa loket. Bergantian.

Selang 15 menit kemudian, sahabat saya datang. Menyerahkan buku kepemilikan kendaraan pada saya. Lalu dia pergi lagi. Saya duduk lagi sambil memerhatikan lalu lalangnya pengunjung.

Saya juga sempat ngobrol dengan sesama pengunjung di sebelah kiri saya. Ada seorang ibu dengan anak kecilnya. Anak ini melihat saya dengan tatapan serius. Saya balik tersenyum padanya. Dia seorang cowok yang ganteng. Lalu dia berbalik bersembunyi di pangkuan ibunya. Saya dan ibu itu berbincang-bincang sebentar. Kemudian, ibu itu menuju loket di mana nomor antriannya dipanggil.

Sahabat saya datang lagi. Dia bilang, kita menunggu panggilan untuk pengambilan. Dia menenteng nomor antrian. Kami duduk sambil memerhatikan banyaknya orang yang mengurus surat-surat di sini. Nomor antrian yang kami tunggu berkisar sampai 201-2010. Kami memegang nomor 244 dan 245. Berarti kami menunggu 3 kelompok lagi.

Sementara nomor antrian di loket pertama, loket memasukkan berkas, sudah sampai angka 281-290. Woao sudah banyak. Sahabat saya berujar, kiranya sehari bisa dapat angka 500. Banyak.

Jarum jam menunjukkan pukul 10.20. nomor antrian kami dipanggil. Sahabat saya menuju loket pengambilan STNK. Kemudian, kami keluar dari ruang tunggu. Menuju tempat parkir. Saya mengambil sepeda motor dan kembali ke rumah.

Mengurus STNK tidak perlu lama-lama. Satu jam saja. Dalam waktu 1 jam sudah beres. Meski melewati beberapa loket. Kelihatannya panjang. Dari segi antriannya. Tetapi ternyata tidak lama. Satu jam menjadi kesempatan berharga.

Demikian ceritaku siang ini.
Selamat siang dan salam semangat awal pekan untuk sahabat semua.

PA, 25/2/13

Gordi

ilustrasi, di sini

Hujan memang merepotkan. Terutama pengendara sepeda motor. Juga penjual di pasar.

Saya berharap sore ini tidak ada hujan. Harapan besar saya demikian. Tentu bukan asala berharap. Saya dan teman-teman mau main futsal. Jadi, kalau hujan main dibatalkan, lapangan juga basah.

Semoga tidak hujan. Kami mau bertanding sekarang. Bukan kemenangan yang kami cari. Kami hanya mengolah fisik kami sehingga tetap bugar dan sehat.

Banyak olahraga banyak buang energi tetapi banyak inspirasi. Begitu yang saya yakini. Bahkan stres pun bisa hilang dengan berolahraga. Untunglah saya bukan orang stres. Jadi, saya tidak menghilangkan stres dengan berolahraga sore ini.

Melalui olahraga, kami melatih bekerja sama, kejujuran, kesadaran bahwa saya mempunyai kekurangan, melatih ketepatan dan kecepatan, dan nilai lainnya. Kiranya ini mesti ditanam sejak muda. Kelak sudah tua kami sudah menampung banyak nilai positif dalam hidup ini.

Dengan nilai ini, kami menjadi tulang punggung bangsa. Ah ini hanya iseng-iseng saya saja. Boleh jadi ada yang iri karena mau main futsal saja mesti ditulis di kompasiana.

Bukan mau pamer. Saya kok seperti candu menulis hari ini. Sehingga sebelum main pun saya buka kompasiana dan menulis ini.
Maaf kalau ada yang kurnag berkenan. Salam kompasiana.

PA, 25/2/13

Gordi

ilustrasi di sini
Saya tak tahu apa yang terjadi, jika sore ini hujan lagi. Kalau kemarin, sudah jelas, saya tunda ke gereja untuk beribadat. Apakah sore ini seperti itu lagi? Kalau turun hujan apa boleh buat. Itu kehendak alam. Dan mungkin kehendak Pencipta.

Tetapi sebagai manusia saya berharap agar tidak hujan. Biar kami, umat Kristiani, bisa ke gereja untuk beribadat, Malam Paskah.

Ini harapan besar saya sore ini. Entah itu menjadi nyata atau tidak, tidak jadi soal. Yang jelas saya sudah berharap.

Seperti saya berharap untuk soal lainnya. Berharap agar negeri ini aman dan makmur. Agar negeri ini tidak dijajah oleh sesama warga juga oleh pihak asing. Agar negeri ini tidak dirasuki perasaan benci dan serakah. Agar negeri ini tidak anti perbedaan. Agar negeri ini tidak saling lempar kesalahan. Agar negeri ini bersatu padu membangun kebersamaan dalam perbedaan dan menjauhi musuh bersama.

Harapan abstrak. Namun jika itu jadi nyata, betapa indahnya negeri ini. Salam Indonesia raya untuk pembaca.

PA, 30/3/13
Gordi



ilustrasi, di sini

Hujan tadi sore memberi pelajaran penting bagi saya. Pelajaran yang mengandung nilai pengorbanan.

Betapa tidak, hujan itu membuat rencana saya gagal. Namun saya mencoba cari akal. Akhirnya rencana saya hanya tertunda saja.

Saya mau ke gereja untuk ikut ibadat Jumat Agung pada pukul 3 sore. Sebelum jam 3 saya harus berangkat. Demikian rencananya. Apa yang terjadi? Sebelum jam 2 hujan mulai turun.

Saya berniat membatalkan rencana itu. Hujan pun makin menjadi-jadi. Gagal total, gumamku dalam hati. Saya istirahat saja. Tidak jadi ke gereja.

Saat bangun, saya membuat rencana lagi. Mau ikut ibadat yang jam 6 sore. Masih banyak waktu untuk siap-siap. Ini rencana yang pasti sukses.

Saya mandi dan siap-siap. Rupanya mulai gelap. Saya tak gentar. Pergi saja, toh belum turun hujan. Demikian tekad-laskar saya.

Masuk di parkiran gereja, gerimis mulai beraksi. Saya bergegas masuk. Sekitar 5 menit duduk di bangku, hujan turun. Woaoa....saya beruntung. Sayang sekali untuk umat yang sedang dalam perjalanan. Masih ada 35 menit lagi bagi umat.

Umat pun berdatangan. Menerobos hujan. Inikah bentuk pengorbanan umat?

Boleh jadi demikain. Seperti saya yang berani melampaui suasana gelap tadi, kawan-kawan saya ini berani menerobos hujan, demi ibadat Jumat Agung.

Hujan ini sebagai halangan atau ujian? Bagi orang tertentu hujan ini halangan. Bagaimana ke gereja jika hujan tak kunjung reda?

Namun, bagi yang lain, hujan ini sebagai ujian. Maukah saya mengikuti ibadat meski dihalang hujan? Soal kemauan saja. Dan, bagi yang tetap datang ke gereja, ini adalah bentuk pengorbanan.

Terima kasih Tuhan, hujan ini ternyata memberi pelajaran bagi kami, umat-Mu.

PA, 29/3/13
Gordi



Malam ini saya membuat kegiatan baru. Biasanya setelah makan malam, saya membaca koran lalu membuka internet.

Malam ini lain. Setelah makan, baca koran, lalu menonton TV. Tidak langsung buka internet. Namun, apa yang terjadi?

Saya menonton TV selama 15 menit. Menonton dua acara. Pertama adegan artis dan penjual makanan. Artis membeli makanan lalu memakannya. Kemudian dia membagikan kepada temannya. Dia membuat temannya menderita karena tidak bisa makan yang pedas.

Kemudian dia membayar semua makanan yang dibeli. Menariknya di sini dia membayar lebih. Dia sempat mengtakan, “Saya kaya, saya bayar berapa saja yang kamu dapatkan dalam sehari.”

Dia akhirnya membayar Rp. 300.000. Pertama dia memberi Rp. 100.000 kepada penjual. Kemudian, dia menambah Rp. 200.000. Woaoa... artis memang kaya. Tetapi, sebaiknya jangan foya-foya.

Acara kedua, on the spot. Saya tidak menikmati acara ini karena dapat bagian akhirnya saja. Ada kisah tentang perampok yang membantu orang miskin. Idenya sedehana. Dia merampok orang kaya dan memberi sumbangan untuk orang miskin. Maksudnya baik tetapi caranya kurang baik.

Setelah acara ini, saya tidak betah lagi menonton. Padahal saya menonton sendirian. Saya ingin membaca di ruang baca. Kebetulan ada 2 buku yang sedang saya baca. Saya memilih satu. Menarik sekali. Saya menikmati membacanya. Namun, setelah beberapa tulisan tuntas, saya tidak menikmati lagi.

Saya ingin membuka internet. Jadilah tulisan ini. Saya menulis dari pengalaman saya yang tidak betah menonton TV dan membaca. Saya betah menulis. Saya berkomitmen, setelah tulisan ini diposting, saya melanjutkan membaca kedua buku tadi.

Dunia membaca jangan ditinggalkan. Kebetulan di salah satu buku ada kutipan menarik, “Seorang pembaca belum tentu menulis. Tetapi seorang penulis pasti membaca.” Menarik bukan?

PA, 18/3/13

Gordi

Sekarang zaman modern. Apa saja serba ada. Tak ada uang pun bisa masuk mol elit. Sebab, ke mol bukan untuk beli-beli tetapi sekadar lihat-lihat.

Saya dan 3 teman siang tadi masuk mol elit. Elit maksudnya demikian. Gedungnya mewah. Bertingkat. Bersih. Wangi. Pelayannya ramah dan cakep. Tangganya pakai eskalator. Hanya saja harga jualannya mahal.

Di pintu masuk saja sudah ada jualan pakaian. Setiap meja ada tulisan besar, diskon 5o%, diskon 20%. Pengunjung kadang tergoda atau terjebak dengan besarnya diskon. Padahal harga barangnya juga tinggi.

Masuk lebih dalam lagi. Banyak jualan pakaian. Bagus-bagus. Tetapi harganya melangit. Di samping meja juga terpampang tulisan diskon besar-besaran. Inilah cara mereka yang menjual menarik pelanggan.

Untung saja kami tidak terjebak. Ada juga pengunjung yang terjebak. Mereka memang punya duit banyak. Bisa beli pakaian seharga itu. Kalau pun kami tergoda untuk membeli, kami pikirkan masak-masak. Di dompet hanya di bawah ratusan rupiah. Jadi, tak cukup membeli satu potong celana yang bagus.

Tetapi, kami yang dompet tipis dan orang berduit tadi sama-sama masuk mol bagus itu. Sama-sama naik turun di eskalator. Bedanya, mereka menenteng kantong dan kami tidak menenteng apa-apa.

Kami memang masuk untuk melihat-lihat. Cuci mata. Sekadar jalan-jalan. Tak ada duit pun kami masuk mol. Lumayan buat tahu kisaran harga barang.

Kaum berpendidikan bilang ini globalisasi. Barang dari negara mana pun bisa dijual di Indonesia. Dan, kami ingin melihat barang jualan itu. Meski hanya melihat, kami sudah merasakan ini globalisasi. Sebab, kami tahu barang ini impor.

Ya...globalisasi dirasakan orang kecil dan kaum berduit. Demikian pengalaman kami siang ini. Jalan-jalan memang tak sedar buang-buang waktu. Ada hal menarik yang bisa dipelajari dari perjalanan itu.

PA, 6/3/13
Gordi

Tak bosannya saya melihat sepeda onthel itu. Jalannya pelan, tepat di samping mobil saya. Saya terpana menatapnya.

Pagi ini saya mengantar sahabat saya ke kampusnya. Kebetulan hujan di pagi hari, dia tidak bisa menunggu bis di jalan besar. Dia meminta untuk mengantar. Saya mau mengantarnya.

Jalanan sepi. Hanya ada beberapa sepeda motor dan mobil. Tetapi saya mesti memperlambat laju kendaraan sesuai ritme kendaraan saat hujan. Setelah melewati ring road utara, kami masuk Jalan Effendi/Gejayan.

Di jalanan ini saya melihat seorang pengendara onthel. Saya ingat pengalaman saya hingga akhir Juni tahun kemarin, menggunakan onthel setiap hari.

Dia berjalan pelan. Tubuhnya dibungkus jas hujan dari bahan plastik bening. Di punggungnya ada tas hitam. Tas itu dibungkus plastik juga. Saya menduga di dalamnya ada laptop dan buku-buku.

Saya juga menduga dia mau ke kampus. Entah di mana kampusnya. Di Yogya kan banyak kampus dan ada yang berdekatan. Sulit menebak dia mau ke kampus mana.

Saya memerhatikan dia sekitar sampai 200 meter. Naluri pengendara sepeda saya langsung segar. Saya iba dengannya.

Di sampingnya ada sepeda motor dan mobil. Ya termasuk saya yang mengendarai mobil meski bukan mobil sendiri. Hanya membantu mengantar sahabat saja. Pengendara sepeda memang mesti tangguh. Baik dikala hujan maupun kering.

Saya hanya iba dengan perjuangannya. Menerobos hujan deras. Menjadi sebanding dengan pengendara motor dan mobil.

Saya menangkap ada daya juang dalam dirinya. Daya juang inilah yang menyemangatinya dan berani menerobos hujan deras.

Saya pernah mengalaminya. Yang terbayang hanyalah dosen dan suasana kampus serta ilmu yang akan diterima. Dengan ini sudah cukup menjadi lamunan di tengah jalan.

Wahai pemuda. Terima kasih atas perjuanganmu. Engkau mengajarkan pada kami, betapa hidup ini butuh perjuangan. Tak pantas menerima upah jika enak-enak saja tidur dikala hujan tanpa berusaha berjuang. Kau menjadi inspirasi bagi kami untuk berjuang sepanjang hari ini.

PA, 5/3/13

Gordi
Powered by Blogger.