Halloween party ideas 2015

Masih segar dalam ingatan. Kasus percabulan di beberapa kota. Media massa ramai mewartakan kasus seperti ini. Yang menjadi prihatin adalah pelakunya.

Pelaku yang aneh adalah orang dewasa. Kalau antara sesama remaja mungkin masuk di akal. Suka sama suka. Meski itu tetap melanggar norma moral dalam masyarakat kita.

Tetapi, bagaimana dengan orang dewasa yang berbuat asusial terhadap bocah bahkan balita?

Geli membayangkannya. Orang dewasa mempermainkan alat kelamin anak-anak. Ada juga yang, maaf, menyodomi. Woao...ini gejala apa?

Apakah orang dewasa kita mulai abnormal? Kalau normal, mengapa mencari obyek anak-anak? Jangan-jangan memang benar tidak normal lagi.

Tentu ada penyakit seksual yang sukanya sama anak-anak, pedophile/paedophile. Tetapi kasus di beberapa kota itu aneh. Bagaimana mungkin orang dewasa itu mencari sasaran anak-anak.

Kiranya ini di luar dugaan. Atau ini tanda-tanda orang dewasa banyak stres. Sehingga, tak tahu lagi, mana sasaran pelampiasan nafsu seksualnya.

Jika kasus ini dibiarkan, masa depan anak-anak hancur. Perkembangan psikologis dan sosialnya terganggu. Mentalnya tidak bagus. Trauma berkepanjangan jika tidak segera diatasi.

Dia juga jadi malu jika temannya tahu sejarah kehidupannya. Betapa malang nasib para korban pencabulan seperti ini.

Berharap agar kasus seperti ini segera diakhiri. Biarlah anak-anak dan remaja berkembang dalam lingkungan sosial yang sehat.

PA, 4/3/13
Gordi

Ada banyak impian yang belum terwujud. Ya namanya saja impian. Hanya bermimpi. Hanya dalam imajinasi. Belum jadi nyata.

Unik memang. Ketika hidup, manusia boleh banyak bermimpi. Mimpi apa saja bisa. Mimpi sekaligus khayalan. Keduanya bergerak di dunia melayang-layang. Ada sebagaian dari dunia layang-layang itu yang jadi kisah nyata.

Saya tertarik untuk merenungkan impian saya di kompasiana ini. Impiannya adalah menulis pendek tetapi isinya padat. Saya mencoba selama ini tetapi bagi saya belum puas. Tulisan saya masih panjang dan isinya pendek.

Saya ingin meniru penulis yang tulisannya pendek, ringan, mudah dibaca, tetapi padat isi. Inilah impian saya yang masih terus diusahakan untuk jadi nyata.

Kalau ada teman-teman kompasianaer yang punya tips, tolong dibagikan. Kelak, saya akan menulis pendek tetapi padat isi. Saya ingin menjadi pribadi yang seperti itu. Mudah-mudahan impian ini terwujud. Saya nantinya bangga bisa menulis pendek, khas saya, ringan, mudah dibaca, dan padat isi.

Saya gabung di kompasiana ini, salah satu tujuannya adalah menjadi penulis yang saya impikan. Sambil terus belajar menulis, saya juga belajar menulis pendek. Hanya saja, saya belum puas, dengan tulisan saya yang kadang-kadang panjang dan belum padat isinya.

PA, 4/3/13

Gordi

Malam-malam begini enaknya apa yah???? Kalau mau hidup enak ada banyak pilihan. Jalan-jalan juga enak. Asal tidak macet seperti jakarta. Atau mau duduk tenang di rumah juga enak. Asal tidak bosan saja. Atau juga menonton TV sambil makan-minum yang ringan-ringan. Asal tidak bosan dengan program TV Indonesia yang kadang-kadang kurang mendidik.

Pilih mana??? Yang jelas semua punya risiko. Entah positif atau negatif. Entah yang menginspirasi atau tidak. Jadi pilihlah yang sesuai kebutuhan. Jangan sampai pilihan itu merugikan atau menyesatkan ke arah negatif. Hemmm pesannya demikian.

Kembali ke pertanyaan, malam-malam begini enaknya apa yahhh???

Saya pilih membuka-buka facebook saja. Tepatnya mengintip status teman-teman. Ada yang marah, kecewa, senang, galau, dan sebagainya. Macam-macam. Saya jadi tahu keadaan teman-teman saya. Tapi jangan menjadikan itu sebagai benar-benar terjadi. Kadang-kadang mereka asal tulis status saja. Namanya dunia maya.

Saya juga mengint-ipintip foto-foto profil yang aduhai. Ya menariklah. Ada foto gembira, kerja keras, perjuangan, santai, dan sebagainya. Kecanggihan teknologi membuat ekspresi semacam ini bisa diakses.

Pertanyaannya, benarkah semua itu nyata? Ataukah foto itu hanya sementara saja? Biar dilihat orang? Jadi ingat kata-kata seorang dosen dulu. Foto adalah pengabdian salah satu langkah manusia. Foto mematikan langkah perkembangan seorang manusia.

Demikian dengan gambar-gambar tadi. Gambar itu hanya menampilkan salah satu momen dari perjalanan hidup. Boleh saja menilai itu dibuat-buat dengan tujuan tertentu.

Ahhh daripada pikiran jadi rumit, cukup saya intip saja. Tak perlu menafsir lebih jauh lagi. Nanti pikiran ini bekerja keras. Ini hanya bagi-bagi pengalaman saja tadi. Pengalaman mengintip-intip status fb dikala tidak ada yang dikerjakan pada malam ini.

Selamat malam.

PA, 3/3/13
Gordi




Teman baru di kompasiana. Selalu ada setiap pekan. Kadang-kadang setiap hari. Akhir-akhir ini saya banyak permintaan pertemanan. Saya juga sering mengajak berteman.

Untuk yang meminta pertemanan boleh jadi karena membaca tulisan saya. Permintaan itu muncul dari mata turun ke dunia maya. Sedangkan untuk mengajak pertemanan saya juga membaca tulisan atau melihat profil.

Saya mengajak pertemanan bukan sekadar menambah jumlah teman. Tetapi untuk menjalin persahabatan. Saya termasuk pemuja slogan banyak teman, banyak tahu.

Pagi ini saya juga mendapat teman baru. Ada teman baru tidak berarti melupakan teman lama. Ya nama teman baru juga hanya sementara saja. Begitu diucapkan teman baru sebentar lagi akan menjadi teman lama. Jadi, sejatinya memang cukup disebut teman saja.

Demikianlah dinamika pertemanan di kompasiana. Tulisan ini dibuat karena belum ada ide pagi ini untuk membuat artikel. Kebetulan buka dashboard dan ada permintaan pertemanan. Ya lebih baik saya mengulas pertemanan saja daripada mencari ide baru.

Minggu pagi biasanya banyak ide. Tetapi tidak untuk pagi ini. Apalagi saya sebentar lagi mau ke tempat ibadat. Jadi, saya tinggalkan tulisan ini untuk pembaca sekalian. Selamat hari Minggu.

PA, 3/3/13
Gordi




Saya bangga punya teman. Teman seperti apa yah. Ya teman seperti di kompasiana ini. Benar kata Mbak Indri dan beberapa rekan kompasioner. Banyak tulis supaya banyak teman. Dan, saya sudah banyak teman di kompasiana ini. Masih akan bertambah.

Teman yang bukan sekadar teman. Teman yang menginspirasi saya dalam menulis. Komentar-komentar mereka kadang-kadang menggelitik untuk membuat tulisan. Beberapa kali saya menulis dan masuk kolom inspiratif. Idenya bukan dari saya. Tetapi dari beberapa teman yang kerap berkomentar.

Saya bangga punya teman seperti ini. Teman yang tidak sekadar membaca tetapi memberi komentar. Juga memberi nilai. Entah menarik/bermanfaat/aktual/inspiratif sesuai kategori di kompasiana. Saya betul-betul bangga.

Tanpa mereka saya tidak bisa menulis inspiratif. Ini sumbangsih besar yang patut dikembangkan. Tak bosannya saya menyanjung teman seperti ini. Sebab, saya suka berteman. Banyak teman banyak variasi. Dia ini lucu, ini serius, ini rapi, ini acak-acakan, ini pemerhati lingkungan, ini pemerhati teknologi, pemerhati internet, pemerhati etika, dan sebagainya.

Banyak teman banyak tahu. Benar kata Cak Bas, asal bisa dan mau baca, jadi tahu pikiran dan perasaan orang lain. Terima kasih sebanyak-banyaknya untuk teman-teman kompasioner. Kalian adalah inspirasi saya.

PA, 2/3/13

Gordi

Tulisan hari ini telat. Biasanya pagi-pagi sudah ada satu. Hari ini, hampir tengah hari baru muncul tulisan. Tidak apa-apa. Namanya menulis karena suka.

Seorang sahabat bertanya pada saya melalui komentar tulisan saya kemarin. Katanya, kenapa jadi suka menulis? Wah ini pertanyaan sulit bagi saya. Sulit tuk dijawab. Kalau dicari-cari jawabannya mungkin bisa. Tetapi ini pertanyaan serius. Jadi, jawabannya juga harus serius.

Mengapa saya suka menulis? Kalau ditebak, karena hobi, ya. Tetapi menilik sejarahnya saya tidak hobi menulis. Waktu SMA memilih jurusan IPA yang banyak bergulat dengan angka, justru ingin menghindar dari jurusan BAHASA yang bergulat dengan kata.

Saya paling benci menulis waktu itu. Sekarang saya malah benar-benar cinta menulis. Tugas majalah dinding pun tidak pernah saya buat. Saya tidak pandai menulis. Tidak hobi juga. Karena kalau hobi, pasti saya berusaha melewati rintangan menulis.

Sekarang saya mau jawab jujur. Saya suka menulis karena saya menemukan kegembiraan dalam menulis. Gembira karena tulisan saya dibaca. Gembira karena saya bisa mengungkapkan perasaan saya. Gembira karena pembaca merasa tersentuh. Gembira karena tulisan saya dihargai.

Masih banyak kegembiraan lainnya. Rasa gembira inilah yang membuat saya suka menulis. Entah mengapa, saya selalu ingin menulis setiap hari. Bahkan, saya mencoba membuat target. Bulan kemarin, saya menulis hampir setiap hari. Selalu ada topik untuk ditulis.

Jadi, saya suka menulis karena saya menemukan kegembiraan dalam menulis. Itu saja jawaban saya saat ini. Mungkin esok lusa ada jawaban tambahan. Mungkin juga hanya itu.

Untuk sahabat saya ini, terima kasih untuk pertanyaannya. Membuat saya berpikir, mengapa yahhh saya suka menulis.

PA, 2/3/13

Gordi

Tangan ini gatal lagi. Bukan karena penyakit. Tetapi, mau ngetik. Buat tulisan.

Entah mengapa kok jadi gak nyaman membaca. Membaca tulisan teman. Rasanya saya juga harus nulis. Biar kita saling baca.

Mereka bisa, saya juga bisa. Kita berbagi. Tangan ini kecanduan mengetik. Semoga saya bisa menulis tuk berbagi kebaikan.

Kalau tidak, percuma saja. Tangan ini gatal karena mau berbagi kebaikan. Ini idealnya. Aktualisasinya belum tentu. Tetapi saya berpegang pada idealisme itu.

Tangan gatal, mata juga gatal. Gatalnya mata karena mau membaca tulisan teman. Namun, baca 3-4 tulisan saja sudah gatal. Gatal mau membaca tulisan sendiri juga.

Ini persaingan. Mereka tulis, saya juga tulis. Tulis menulis demi mencerahkan sesama.

Ini tanda-tanda saya senang menulis. Padahal dulu paling benci menulis. Namun, situasi berubah. Zaman berkembang. Saya pun berubah jadi suka menulis.

Tangan gatal. Bukan penyakit. Tetapi semangat. Salam semangat.

PA, 1/3/13
Gordi



Ku ingin bertobat
Dari segala kelalaianku
Dari segala salahku
Dari segala dosaku

Ku ingin bertobat
Dari segala kekeliruanku
Dari segala tutur kata yang salah
Dari segala tutur langkah yang salah

Ku ingin bertobat
Dari perbuatan jahat
Dari pikiran jahat
Dari rencana jahat

Ku ingin bertobat
Dari tipuan jahat
Dari rayuan gombal
Dari bujukan maut

Ku ingin bertobat
Agar aku berani berkata jujur
Agar aku berani bertindak adil
Agar aku bernai berbuat baik

Ku ingin bertobat
Agar aku bertanggung jawab
Atas kehidupan yang sementara ini
Atas kesempatan yang berahmat ini

PA, 1/3/13

Gordi

Pelukan itu
Amat membekas
Ada cinta di dalamnya
Yang tak terukur nilainya

Papa baru pulang
Kami menunggu lama
Hanya rindu yang terucap
Kini rindu itu jadi nyata

Di pelabuhan itu
Kami menunggu
Namun, di rumah
Kami menunggu berbulan-bulan

Hari ini
Menjadi akhir penungguan kami
Kami berpelukan mesra
Dibalut cinta yang mendalam

Mama, aku, dan adik
Menjemput papa
Hanya karena rindu
Dan cinta yang besar

Papa pergi sekian bulan lalu
Setelah itu tak tahu kabarnya
Mama selalu bilang ia bertugas
Papa meninggalkan kami

Kini papa kembali
Kami ingin memeluknya erat
Kami rindu kasih sayang dari papa
Papa masih cinta kami

Terima kasih papa
Engkau ada bersama kami kembali
Kami ingin membahagiakan papa
Kami ingin papa mencintai kami

Papa rindu kami kan?
Demi tugas papa pergi
Cinta buah hati
Dipendam sementara

Kini cinta itu
Akan terungkap
Dalam rupa ciuman
Dan pelukan mesra

Papa.....kami mencintaimu...

*suara hati anak prajurit
 Dibuat setelah melihat gambar di KOMPAS hari ini

PA, 1/3/13

Gordi

ilustrasi, google.co.id
Profesi tukang parkir amat menjanjikan. Saya pernah bicang-bincang dengan seorang tukang parkir di Jakarta. Dia mengatakan kalau pas ramai, pendapatannya mencapai ratusan rupiah sehari. Kalau sepi ya paling puluhan ribu.

Beda dengan tukang parkir di tempat ramai yang lebih besar. Misalnya di PRJ, Kemayoran. Di sini bisa sampai jutaan rupiah. Saya belum pernah menanyakan pada tukang parkir di sana. Tetapi, beberapa teman pernah menawarkan, kalau ada waktu luang ikut gabung jadi kru parkir di sana. Sayangnya saya banyak tugas dari kampus waktu itu.

Tak heran jika tukang parkir menjadi pekerjaan yang diincar banyak orang. Mereka yang menganggur bisa masuk di sini. Ada yang membentuk kelompok kru parkir. Kerja sama demi keamanan juga. Sebab, lahan parkir kadang-kadang menjadi rebutan. Ada yang bekerja paruh waktu jaga sehingga yang lain bisa dapat uang saja.

Malam untuk kelompok A, siang untuk kelompok B. Atau juga dibagi perhari. Saya pernah menjadi tukang parkir di beberapa gereja di Jakarta saat misa hari Sabtu dan Minggu. Di sini pengelolaannya jelas. Setiap kelompok emndapat jatah sekali seminggu. Ini bertujuan agar semuanya dapat bagian.

Hari ini saya mendapat pengalaman baru. Tukang parkir yang beda sekali dengan yang saya jumpai di kota. Tukang parkir ini berada di desa. Di tempat yang jauh dari keramaian di daerah Klaten-Yogyakarta. Tepatnya Klaten-Jawa Tengah. Kebetulan tadi siang, saya dan teman-teman mengunjungi sebuah tempat doa di sana. Berziarah dan berekreasi.

Kami tidak seharian di sana. Hanya sekitar 2 jam saja. Kami memarkir mobil di salah satu tempat parkir dekat tempat doa itu. Sewaktu pulang, teman saya menanyakan pada tukang parkir mengenai besarnya sewa parkir.

“Bayar seiklasnya,” kata tukang parkir itu. Saya kaget dan terharu. Biasanya tukang parkir mematok harga. Apalagi di tempat ziarah yang tak sepi pengunjung, biasanya, di beberapa tempat, mereka mematok harga Rp. 5.000. Tukang parkir ini beda.

Jawaban itu menyiratkan nilai sebuah pekerjaan. Tidak banyak menuntut. Cukup melaksanakan tugas dan bekerja sebaik mungkin. Soal harga sebagai bayaran, terserah kepada pelanggan.

Saya memberi Rp. 5000 untuk satu mobil kepada tukang parkir itu. Lalu, teman saya menambahkan. Kebetulan kami pakai dua mobil. Saya baru menemukan seorang tukang parkir seperti ini. Menjadi baru bagi saya dengan jawaban yang ia lontarkan.

Kata-kata “Seiklasnya” saja terngiang di telinga. Saya menjadi sadar. Kadang-kadang saya banyak menunut kepada orang lain. Padahal masih ada orang yang rendah hati, tak menuntut, bekerja tanpa menuntut bayaran tinggi. Saya tidak emrendahkan pekerja yang bekerja keras. Saya hanya salut dengan tukang parkir yang meminta bayaran seiklas saja. Jawaban seiklas ini menggema di antara tuntutan biaya parkir yang sudah dipatok per jam, atau dipatok seenaknya saja.

Terima kasih mas untuk kata-katamu.

PA, 1/4/13

Gordi

Istilah ini makin tenar. Saya tidak tahu bagaimana sejarahnya istilah ini. Tetapi bisa ditebak-tebak dulu alias menjadi ahli sejarah amatir. Rimba itu kan kata lain dari hutan. Hukum rimba berarti hukum hutan. Maksudnya hukum yang berlaku di hutan.

Di hutan siapa saja boleh bertindak. Bukan untuk menebang pohon seperti penjahat ilegal logging. Bukan juga seperti investor tambang emas yang mengeruk hutan lalu melepaskan begitu saja.

Hutan adalah tempat hidup banyak binatang buas. Binatang ini makan buah dan daun di hutan. Makanan ini berlimpah ruah di sana. Tidak ada yang menanam dan tidak ada yang merawat. Alam sendirilah yang menyediakannya. Maka, hewan-hewan pun memakannya secara gratis.

Mereka berebut untuk memperoleh makanan itu. Siapa cepat dia dapat. Kalau kera dapat pisang langsung makan. Maka, burung-burung yang juga mencari pisang masak tidak dapat bagian. Jadi, siapa cepat dia dapat.

Beginilah yang terjadi di hutan. Hukum rimba berarti hukum yang ditegaskkan oleh siapa saja dan berlaku untuk siapa saja. Beda dengan hukum di negeri kita yang hanya bisa ditegakkan oleh pihak berwenang dan berlaku untuk semua rakyat. Di jalan, ada polisi sebagai penegak hukum/peraturan lalulintas yang kadang-kadang seenaknya saja menegakkan. Demikian juga di sektor lainnya.

Sekarang ini hukum di negeri ini mengarah pada hukum rimba. Demikian yang ditemukan dalam analisis media massa termasuk di dunia maya yang bisa diulas oelh siapa saja. Hukum rimba makin marak di negeri ini. Demikian komentar mereka.

Bukan asal komentar tapi jelas faktanya. Di jalan. Penjahat bisa beraksi. Di tempat umum, rakyat sipil bisa membakar kantor pemerintah dan institusi publik lainnya. Di penjara kelompok bersenjata-terlatih bisa menembak tahanan. Dalam demonstrasi mahasiswa dan kelompok demonstran bisa membakar apa saja, bisa menghalangi jalan umum. Semuanya mau jadi penegak hukum. Entah hukum benaran atau hukum yang dipaksakan.

Apa jadinya negeri ini tanpa kejelasan hukum? Ya jadinya seperti ini, hukum rimba meraja lela. Siapa saja boleh bertindak, main hakim sendiri. Saya boleh ebrtindak dan menindak siapa saja yang saya mau. Kamu juga boleh dan bisa bertindak sesuka hatimu. Lalu, jadinya apa?

Negeri kacau. Masyarakat tidak dilindungi hukum. Rakyat bertindak semaunya saja. Boleh jadi kesatuan bangsa akan terancam. Lalu, apa yang bsia dibuat jika bahaya ini mulai terjadi dan bahkan akan semakin marak?

Salah satu jalannya adalah tegakkan hukum. hukum berlaku untuk semua. Dari pemerintah sampai rakyat. Kalau ini belum berhasil, jangan harap hukum bisa ditegakkan. Hukum rimba akan kuat posisinya. Dan maukah negeri ini seperti hutan?

Tentu rakyat tidak mau. Sayangnya rakyat negeri ini rentan dengan korban hukum. hukum negeri ini runcing untuk rakyat dan tumpul untuk orang besar. Orang besar itu siapa? Ya mereka yang mengorupsi uang negara tapi diganjar hukuman ringan. Rakyat bingung, benarkah dia korupsi? Kok hukumannya ringan. Lha...nenek curi cokelat saja dihukum kok. Bagaiamana dengan koruptor kelas kakap itu? Yahh....rakyat juga tidak tahu bagaimana jalan ceritanya. Beginilah susahnya jadi rakyat di negeri ini.

PA, 2/4/13

Gordi

Malam makin larut
Mata ini hampir padam
Tak kuat lagi memandang huruf
Kepala makin berat

Fisik lelah
Tubuh lemah
Seharian bekerja
Sekuat tenaga

Juga otak yang bekerja keras
Memikirkan rencana hari esok
Minggu depan, bulan depan, tahun depan
Dan masa datang

Pantaslah engkau lemah-lesu
Pantaslah engkau beristirahat
Pantaslah engkau bersyukur boleh menyelesaikan tugasmu
Pantaslah matamu hampir padam

Dari pekerjaanmulah
Muncul nada-nada perjuangan
Ada keringat ada hasil
Ada kerja ada penghasilan

Manusia mendambakan demikian
Namun tak semua dapat pekerjaan
Ada yang bekerja dalam ruangan ber-AC
Ada pula yang terpanggang sinar matahari

Warna-warni pekerjaan manusia
Entah sampai kapan
Perubahan muncul
Yang ber-AC menikmati yang non-AC

Biarlah waktu yang mengatur
Biarlah waktu yang membuktikan
Aku hanya berucap
Selamat malam dan selamat beristirahat

PA, 2/4/13

Gordi

Kisah menggembirakan pagi ini. Dia bisa saya juga bisa. Kamu bisa aku juga bisa. Kita kan sama-sama berjuang. Sama-sama menulis di kompasiana.

Saya melihat koran pagi. Setelah baca halaman 1 langsung lemah-lesu. Tak ada gairah untuk melanjutkan. Beritanya kalau bukan kriminalitas ya korupsi. Lebih baik cari kisah inspiratif. Kisah yang menggembirakan. Ini penting untuk membangun semangat warga.

Saya pun langsung ke bagian belakang. Bagian Klasika alias klasifikasi iklan. Buka dari belakang. Halaman 2 dari belakang ada kompasiana freez. Eits ada tulisan teman-teman kompasiana yang nongol.

 Saya belum membaca kisah-kisah mereka. Tetapi saya yakin, kisah-kisah di situ pasti berita gembira atau berita penting. Tim admin sudah menyeleksi dari sekian tulisan yang masuk. Maka, tulisan-tulisan yang ada di freez itu adalah tulisan terpilih.

Saya kagum dan ada semangat baru. Mereka bisa saya juga bisa. Mereka masuk freez saya juga pasti bisa. Toh, sama-sama biasa menulis di kompasiana.

Saya salut dengan perjuangan mereka. Menulis dengan runut dan sesuai tema yang dipilih tim admin. Di sinilah indahnya perjuangan. Ketika ada usaha untuk berjuang keras, ada tata aturan yang dipenuhi. Kelak usaha itu berbuah dalam kompasiana freez edisi cetak.

Ini menginspirasi saya. Saya mendambakan masuk freez juga. Hanya saja selama ini saya tidak memerhatikan tema yang diberikan. Saya juga cepat puas dengan menulis di kompasiana. Tidak perlu masuk freez, toh saya tetap bisa menulis.

Kalau saya mau pasti saya berusaha dan paling tidak suatu saat saya masuk freez. Sekarang ini saya belum ada niat ke arah sana. tetapi saya tetap menikmati tulisan teman-teman di freez. Dan juga, saya salut dan memberi ucapan selamat atas perjuangan mereka.

Salam inspiratif.

PA, 3/4/13

Gordi

Di tengah tidak jelasnya peranan hukum di negeri ini muncul pertanyaan, masih adakah yang bisa dibanggakan dari negeri ini? Pertanyaan ini mungkin berhubungan. Sebab, tidak ada hubungan antara tidak jelasnya peranan hukum dan hal yang bisa dibanggakan.

Tentu tidak ada kaitan langsung. Tetapi, kalau dicari-cari akan ada hubungannya. Tidak jelasnya hukum membuat negeri ini bak hukum rimba. Di koran dan media massa ada berita kejahatan dan korupsi. Lantas, ada kesimpulan apa lagi yang dibanggakan dari negeri ini.

Kalau lingkungan rusak, masyarakat main hakim sendiri, wakil rakyat sibuk studi banding tanpa ada yang menghalangi, masihkah negeri ini perlu dibanggakan?

Tak diragukan lagi, saya akan menjawab YA. Masih ada. Masih banyak anak muda negeri ini yang bermimpi mewujudkan Indonesia yang berwibawa dan makmur.

Lihatlah para nelayan kita yang tetap berjuang meski pemerintah kurang memerhatikan mereka. Perahu tradisional, bahan bakar sulit diperoleh, dan hambatan lainnya. Mereka tak gentar, maju, bertarung di laut lepas demi memperoleh nafkah.

Lihatlah prestasi atlet bulu tangkis kita. Masih ada pasangan ganda yang disegani dunia karena prestasi mereka.
Masih ada pejuang HAM yang berjuang tanpa henti. Masih ada pemimpin perusahaan yang mengembangkan sayap usahanya ke luar negeri. Masih ada maskapi pemerintah dan swasta yang disegani dunia internasional.

Tidakkah semua ini masih perlu dibanggakan? Jangan khawatir negeri ini akan dikuasai preman dan koruptor. Tentu perlu waspada dengan aksi kedua kelompok ini. Tetapi, yakinlah, Indonesia masih bisa bermimpi. Anak-anak negeri ini punya mimpi cemerlang membangun Indonesia.

PA, 4/4/13

Gordi

Kata mereka cinta itu asyik
Karena datang dari mata
Turun ke hati
Ada juga yang sebaliknya

Mereka bilang dari hati
Naik ke mata
Kalau berdebat
Tak ada habisnya

Keduanya bisa dipertanggungjawabkan
Bisa dipertahankan
Bisa dibuktikan
Bisa dirasakan

Aku ingin yang lain
Cinta bermula dari empati
Aku sama dengan mereka
Maka aku berempati dengan mereka

Dengan empati
Aku emncintai mereka
Yang lemah dan tersingkir
Yang terbuang dan tidak diperhatikan

Jadi mana yang dipilih
Cinta dari mata ke hati
Atau dari hati ke mata
Atau berawal dari empati

Dari mana pun
Bisa dimulai
Dari mata bisa
Hati bisa
Empati bisa
Asal bermula pada cinta sesama

PA, 4/4/13
Gordi


Jalan malam
Tidak takut?
Tidak!
Kan ada penerangan

Kalau di kampung gelap
Di kota terang benderang
Tetapi di kota tidak aman
Perampok bisa beraksi malam-malam

Ya ada terang perampok lenyap
Ada gelap perampok beraksi
Hemm jangan keliru
Baik gelap maupun terang ada perampok

Tetapi perampok kota
Beda dengan perampok hutan
Perampok kota cari uang
Perampok hutan cari manusia

Tidak takut jalan malam?
Tidak!
Modal berani saja
Disertai modal lainnya

Apakah itu?
Siap lari
Siap teriak
Siap tembak jika perlu

Jalan-jalan malam
Menikmati suasana malam
Bukan sekadar jalan-jalan
Sebab jalan-jalan habiskan waktu saja

PA, 5/4/13

Gordi

Siang ini amat perih
Mata perih
Hati perih
Pikiran perih
Mengapa????

Aku mengumpulkan tulisan
Lalu ku pilah-pilah
Satu per satu
Repotnya bukan kepalang
Mengapa?????

Tulisan mereka itu berantakan
Belum tahu mengoperasikan komputer
Belum bisa berbahasa Indonesia dengan baik
Belum bisa mengeja kata baku dan tidak baku

Woao.....ini masalahnya
Aku jadi pusing
Mengeditnya menjadi tulisan yang baik
Menarik dibaca dan pesannya sampai pada pembaca

Menjadi penulis memang berat
Lebih enak jadi pembaca
Tinggal baca
Padahal menyiapkan tulisannya perlu waktu dan pikiran

Yahhh demikianlah susahnya jadi editor tulisan
Pusing, jengkel, marah dalam hati, maunya dihapus saja
Tetapi memang benar-benar dihapus kalau salahnya keterlaluan
Dan naskahnya benar-benar ditolak kalau tidak sesuai yang diminta

PA, 6/4/13
Gordi


Powered by Blogger.