Halloween party ideas 2015

foto oleh Bintie Mukaromah
Komitmen selalu dibuat untuk ditepati. Jika tidak percuma saja. Untuk apa buat komitmen terus menerus jika semuanya hanya diingkari. Janji tinggal janji. Tak ada yang ditepati.

Satu komitmen saya bulan lalu yakni menulis setiap hari. Kelak jumlah tulisan menjadi 30/1 setiap bulan. Ini bukan untuk mengejar target belaka. Dengan menulis sejumlah itu, pikiran saya diasah. Jadi bukan cuma kuantitas. Kualitas juga perlu. Tentunya kuantitas duluan. Kalau sudah kuantitas, bersiaplah untuk memerhatikan kualitasnya.

Beberapa hari belakangan saya rajin menulis setiap hari. Tidak banyak. Hanya satu tulisan. Tetapi itu berguna bagi saya. Paling tidak membuat saya melihat kembali pengalaman seharian. Apa yang menarik hari ini untuk dituliskan. Apa yang berkesan, apa yang berguna untuk dibagikan, apa yang perlu diwartakan kepada publik.

Hari kemarin saya ingkar janji. Gordi, kamu ingkar janji lagi. Begitu suara menggema dalam diri ini. Gara-gara kesibukan, sok sibuk, saya lupa menulis. Ada kesempatan untuk menulis. Tetapi, badan saya terlalu lelah. Saya memutuskan untuk langsung tidur. Terlelap sampai pagi. Alhasil, tidak ada tulisan dalam sehari.

Hari ini saya harus membuat 2 tulisan. Supaya akhir bulan tercapai target. Saya yakin ini bisa dilakukan. Ini tulisan pertama hari ini. Semoga nanti malam atau sore, ada satu tulisan lagi. Sekarang waktunya untuk beristirahat sejenak. Bukan sekadar beristirahat. Ada tulisan teman-teman yang mau saya baca. Jadi ada variasi antara menulis dan membaca.

Salam hangat, selamat berlibur,  dan selamat hari Minggu.

PA, 16/9/2012

foto oleh An An S. Arto
Setiap pekan selalu ada topik hangat yang dibicarakan. Ini menjadi pusat perbincangan masyarakat. Biasanya isu seperti ini menjadi terkenal dan gaungnya menggema. Dengan sedikit sentuhan pembicaraan, masyarakat luas langsung meributkannya. Ribut dalam pengertian dengan ramai membicarakannya. Kabar angin untuk setiap isu pun bermunculan. Berbagai mitos juga tercipta. Ini tentang topik yang sedang ramai diperbincangkan di masyarakat. Meski alat komunikasi semakin canggih, kabar angin tentang sebuah topik masih mendominasi dunia informasi.

Dua topik hangat yang dibicarakan minggu adalah tentang pemilihan kepala daerah di Jakarta dan PON Riau juga pertandingan sepak bola di 3 negara Eropa yakni Inggris, Italia, dan Spanyol. Kalau dirangkum akan menjadi 2 yakni dalam negeri dan luar negeri. Tetapi kalau dipisahkan satu per satu menjadi 3. Pilkada, PON, dan pertandingan sepak bola. Daripada banyak, sepakat saja menjadi 2 topik hangat.

Isu PON Riau menjadi perbincangan banyak orang. Ada kritikan, ada pujian untuk atlet, ada saling mempermasalahkan karena gagal meraih prestasi, ada keluhan atlet, dan sebagainya. Semuanya menjadi informasi. Informasi yang kadang-kadang mencengangkan masyarakat luas. Penyebabnya adalah banyaknya sumber informasi.

Lain lagi dengan isu pilkada Jakarta. Ada adu pendukung kedua kubu. Ada perbedaan pendapat soal pelaksanaan kampanye. Ada keributan soal pelanggaran kampanye dan penyebaran spanduk. Ada adu ide tentang perbaikan Jakarta. Ada adu perang klaim keberhasilan, dan sebagainya. Semuanya mendominasi pemberitaan di media elektronik dan media massa.

Di sisi lain muncul juga spekulasi soal pemenang sebuah pertandingan. Ada adu sorak-sorai dalam mendukung kelompok favoritnya. Ada adu ejek karena gagal memenangkan pertandingan. Paling enak memang hidup tanpa memihak satu klub. Atau mendukung yang kalah, seperti yang sering dibuat seorang teman saya. Buat apa mendukung yang menang, katanya. Kita mendukung yang salah biar kelak menjadi pemenang.

Inilah topik terhangat yang ramai dibicarakan orang. dari pemilik warung sampai anggota DPR penggemar sepak bola, dari tukang becak hingga pemimpin perusahaan, dari tukang ojek hingga politisi. Beginilah suasana hidup dalam dunia serba informasi. Lambat sedikit akan dibilang telat, basi. Padahal informasi mendalam justru dengan mencermati perkembangan informasi. Bukan soal cepat tetapi soal kualitas, keakuratan informasi.

—————————————————–
* Ocehan malam menjelang istirahat setelah lelah beraktivitas seharian. Selamat malam buat pembaca. Kalau sempat dibalas sapaannya. Kalau tidak, selamat beristirahat. Semoga esok pagi bangun dengan semangat baru.

PA, 16/9/2012
Gordi Afri

foto oleh Marloes
Menilai tulisan sendiri. Kadang orang berkomentar itu tidak baik. Mengapa? Karena yang berhak menilai adalah orang lain. Oleh karena itu lebih baik menilai tulisan orang lain saja. Lalu apakah salah kalau saya menilai tulisan saya?

Semula saya berpikir demikian. Biarlah orang lain yang menilai tulisan saya. Saya tidak perlu pusing. Tugas saya hanya menulis, membuat tulisan. Selesai. Yang memberi nilai adalah pembaca. Oleh karena itu, saya tidak memberi nilai pada tulisan saya. Entah menarik, aktual, inspirasi, bermanfaat.

Namun, saya berpikir ulang. Saya kira tidak salah menilai tulisan sendiri. Memberi nilai pada tulisan sendiri. Dari sini boleh menjadi semacam contoh, bagaimana menilai tulisan orang lain. Jika tulisan sendiri bisa dinilai maka tulisan orang lain juga akan mudah dinilai.

Sampai sekarang saya memberi nilai pada tulisan sendiri setelah orang lain memberi nilai. Jadi saya sebagai pembuat tulisan tidak menjadi orang pertama dalam memberi nilai. Saya masih taat pada peraturan saya sendiri, biarlah orang lain yang menilai tulisan saya. Saya boleh menilai setelah ada teman yang menilai.

Jadi, tidak salah memberi nilai pada tulisan sendiri.

PA, 17/9/2012
Gordi Afri

foto oleh Harrison Cable
Sulit mengaku salah apalagi kalah. Ini penyakit alami manusia. Mau mengaku menang, mau menang terus. Tak mau kalah apalagi mengakui kesalahan. Jika ini bisa sembuh, manusia akan bebas. Bebas untuk mengatakan, saya bersalah, saya mohon maaf. Dengan demikian perkara selesai. Tak ada debat panjang mencari siapa yang salah. Tetapi semudah itu kah perkara ini?

Tunggu dulu. Manusia biasanya sulit mengakui kesalahan. Memang ada segelintir yang mau mengakui. Untuk menjadi seperti segelintir ini butuh perjuangan keras. Perjuangan melawan kecenderungan alami manusia. Siapa yang mau kalah? Apalagi siapa yang mau disalahkan? Sebagian besar tidak mau. Tetapi mau bilang apa jika memang ada kesalahan. Pasti ada penyebabnya.

Kalau mau maju, beranilah mengakui kesalahan dan mengaku salah. Mudah sebenarnya tetapi sulit mengakuinya. Salah itu biasa, kata orang. Mengakui kesalahan itu baru luar biasa. Sebab banyak yang ingin menyembunyikan kesalahannya. Maunya tampil sempurna, perfectionis. Padahal jika mengakui kesalahan dia akan menjadi sempurna juga. Sempurna karena ada kesalahan dan ada pengakuan akan kesalahan itu. Sempurna karena dia memang pernah berbuat baik dan banyak berbuat baik tetapi pernah berbuat salah juga. Jadi dia mengakui tutur langkah yang benar dan salah.
———————————————————–
*Obrolan malam menjelang terlelap di alam mimpi.

PA, 17/9/2012
Gordi Afri

foto oleh Iannis Japiot
Menang. Satu kata. Kata yang diburu banyak orang. Terutama mereka yang mengikuti perlombaan. Entah olahraga atau permainan rekreasi lainnya. Selalu menang dan ingin meraih kemenangan. Kata ini saja yang ada dalam kamus mereka.

Ini bukan tentang para atlet di PON Riau. Ini tentang saya dan tim saya. Kami selalu menang dalam beberapa pertandingan belakangan ini. Pertandingan voli dan sepak bola. Bukan pertandingan besar. Tetapi, bagi kami, pertandingan ini amat seru dan menarik.

Bermain di lapangan kecil. Lapangan untuk bola voli. Sewaktu-waktu dialihfungsikan jadi lapangan sepak bola atau futsal. Digunakan sesuai kebutuhan. Kami memang tidak sedang berlomba. Tetapi sebagai kata kunci untuk semangat, kami ingin menang dan tidak mau kalah. Kalau pun kalah, kami tetap senang. Karena kami sudah berjuang keras sampai mencucurkan keringat.

Inilah yang kami cari yakni olahraga. Fisik diolah sehingga tetap bugar. Bukan dengan membelahnya menjadi serpiihan daging. Tetapi dengan menggerakkannya sehingga semuanya dalam kondisi baik. Tidak keropos seperti besi berkarat.

Kami hanya ingin belajar bekerja sama, belajar berjuang, belajar mengakui kesalhan dan mau belajar dari yang lain, belajar untuk disiplin, belajar menghargai orang lain. Demikianlah kami membuat olahraga dengan judul besar menacari keringat.

Kami menjadi pemenang dalam beberapa hari terakhir. Kami tak mau menjadi pemenang terus.  Nanti kami sombong. Seolah-olah mereka yang lain tidak mampu mengalahkan kami. Seolah-olah merka tidak ada apa-apanya dengan kami. Anggota tim pun diubah. Dan, kami pun kalah. Kami bersyukur kami tidak jadi jatuh dalam  dunia kesombongan. kami jatuh kembali dalam dunia rendah hati, penuh perjuangan, dan mengakui kelemahan.

Tidak bagus dan nggak seru kalau menjadi pemenang terus. Hidup mesti bervariasi, ada memang ada kalah, ada suka ada duka.
————————————
*Obrolan dini hari

PA, 18/9/2012
Gordi Afri


foto dari sini
Kursi Gubernur juga bupati atau walikota. Kursi dambaan setiap calon pemimpin. Inilah yang sedang ramai diperebutkan oleh beberapa pasangan kepala daerah. Tidak hanya di Jakarta. Di daerah lain juga ada perebutan. Perebutan melalui pemilihan umum.

**

Mengapa mesti diperebutkan? Kalau mau memimpin bukankah ada banyak wadah untuk memimpin? dari kepala keluarga, pemimpin di kelas, pemimpin di RT, RW, Kecamatan, organisasi dan perkumpulan?

Mengapa diperebutkan? Mengapa mesti merebut dengan cara mencari kelemahan lawan? Kalau mau memimpin, mulailah dengan tindakan real.

**

Mengapa mesti membeberkan janji-janji? Janji memang menjadi utang. Utang mesti dibayar. Tetapi dalam politik, apakah janji adalah utang juga? Jika ini berlaku berapa banyak utang yang belum dibayar oleh calon pemimpin di negeri ini?

Jika janji adalah utang, masyarakat kita akan mendapat banyak harta dari pembayaran utang itu. Janji tetap janji. Utang tetap utang.

Rakyat hanya menunggu dan boleh jadi berpasrah. Tak sedikit yang sudah apatis dengan janji. Toh tak ada gunanya berharap pada janji kampanye.

**

Lebih baik bekerja, berusaha, berjuang sendiri. Tak ada janji yang muluk-muluk. Tak ada yang menghujat, mengejek, mencela, dan mencibir. Semuanya tergantung pada usaha sendiri.

Mau berhasil berjuanglah. Mau hidup (makanan) enak, bekerjalah. Bukan berjanji, berjanji, dan berjanji hingga akhirnya janji tinggal janji.

PA, 18/9/2012

Gordi Afri

foto oleh Sehat Negeriku
Keturunan atau anak menjadi dambaan bagi orang tua. Tak heran jika pasangan tertentu khawatir kalau belum mendapatkan anak. Takut dibilang mandul? Takut tak dapat mewarisi tahta keluarga? Takut tak ada keturunan? Macam-macam alasan. Alasan mendasar tentu saja, ingin mendapatkan momongan.

Di Metro TV tadi ada berita, sepasang suami-istri di Banjar, Jawa Barat berpura-pura jadi perawat. Kejadiannya di RSUD Banjar. Dengan lihai perawat gadungan itu membawa kabur seorang bayi. Sayangnya aksi mereka diketahui polisi. Polisi pun berhasil menangkap mereka.

Sayang sekali niat mendapat anak ditempuh dengan cara yang instan dan tidak baik. Itu namanya mencuri anak orang. Anak memang menjadi dambaan orang tua. Dambaan yang kiranya juga akan terkabulkan. Namun tak semua pasangan menghasilkan keturunan. Jadi, kalau memang tidak dapat keturunan, mau bilang apa lagi. tentu mesti dibuat usaha untuk mencari solusinya sehingga bisa melahirkan seorang anak. Tetapi, kalau dengan semuanya itu, tidak ada perubahan, berarti memang belum saatnya mendapatkan keturunan. Dengan kata lain, ada faktor alam yang tidak memungkinkan untuk mendapat keturunan.

Tidak mendapat keturunan bukan berarti tidak bisa mendapat anak. Sekarang ada yang mau mengadopsi anak. Ada pasangan muda atau ‘korban kecelakaan’ yang menyerahkan anaknya ke panti asuhan. Di situ bisa dijajaki kemungkinan mengadopsi anak. Atau bertemu langsung dengan pasangan yang merelakan anaknya dipelihara orang lain.
Sayang usaha ini belum dibuat oleh pasangan muda tadi. Mereka menempuh jalan tol demi mendapatkan anak. Di jalan tol ada polisi yang memantau. Jadilah mereka ditangkap. Bayi yang dibawa dikembalikan kepada ibunya.

Niat yang baik saja belum cukup. Mesti ada usaha yang jujur dan terbuka.
————————————-
*Obrolan malam menjelang istirahat

PA, 18/9/2012
Gordi Afri


foto oleh billyboy1951
Kematian. Itulah kata akhir dari hidup manusia. Tetapi benarkah kematian menjadi akhir dari hidup? Jawabannya tentu saja Ya. Kenyataannya demikian. Kalau mati berarti tidak hidup lagi. Ini hanya pembalikan atau perlawanan saja, mati= bukan hidup.

Tetapi ada juga yang memaknai kematian sebagai awal dari hidup baru. Ini soal keyakinan saja. Kalau pun itu benar, ada kehidupan, pastinya hidup itu beda dengan hidup yang sekarang, di dunia ini. Kehidupan di situ pasti beda dengan kehidupan fisik di dunia.

Mati menjadi tanda berakhirnya hidup. Setelah mati, orang akan mengenang jasa orang yang mati itu. Kebiasannya, tutur katanya, kesenangannya, kelucuannya, kejelekannya, dan sebagainya. Semuanya dikenang, semuanya juga menjadi sedih.

Kematian menjadi harga mati bagi setiap manusia. Hanya soal waktu saja. Semuanya mendapat bagian, tak bisa terelakkan. Kuasa mana pun tak bisa membuat manusia tetap hidup selamanya.
***
Tulisan ini dipersembahkan untuk ayah dari teman saya yang baru saja meninggal. Saya tak melihat orangnya. Tetapi sudah mendengar cerita tentang dia. Langsung dari anaknya, yakni teman saya itu.

Meski saya tidak mengenal beliau, saya merasakan kesedihan. Terbayang bagaimana keadaan teman saya. tentu dia sedih. Meski sedih, semoga dia kuat menghadapi semuanya ini. Anggap saja sebagai bagian terbesar dari perjuangan hidup.

Selamat jalan bapak….Selamat menghadapi situasi ini tuk teman saya, semoga engkau kuat menghadapi peristiwa ini.

PA, 19/9/2012
Gordi Afri

foto oleh BobWeber
Atas nama demokrasi dan kebebasan berpendapat, setiap orang seolah-olah berhak menghujat sesamanya. Saling hujat inilah yang muncul dalam kampanye calon Gubernur/Wakil Jakarta. Hujat menghujat pada prinspinya kurang bagus. Dalam artian tidak membangun. Malah merendahkan. Melihat sisi lemah. Atau boleh jadi mencari-cari alasan untuk menghujat lawan.

Ahok, calon wakil gubernur tak luput dari hujatan. Figur publik memang kadang-kadang dihujat begitu saja oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Entah apa motifnya, hujatan semacam ini ternyata mengundang perhatian publik. Banyak orang yang kritis menilai hujatan semacam ini.

Orang pun akan melihat benarkah hujatannya itu? Apa motif hujatannya itu? Apa yang terjadi jika ada hujatan balik?

Ahok dihujat tetapi kini dialah yang akan menjadi pemimpin. Pendamping atau rekan kerja Jokowi. Hujatan ternyata tidak melumpuhkan si terhujat. Hujatan memang hanya retorika saja. Kenyataannya boleh jadi jauh dari hujatan. Dan inilah yang terjadid engan Pak Ahok.

Boleh jadi penghujat Ahok kini kebakaran jenggot. Hujatan mereka tidak menyurutkan niat publik untuk memilih pasangan Jokowi dan Ahok. Menghujat ternyata bukanlah model kampanye yang sehat. Boleh jadi saling hujat atau menghujat hanyalah cari sensasi saja. Sensasi yang ternyata membuka pikiran publik untuk menilai kecerdasan penghujat.

PA, 20/9/2012
Gordi Afri

foto oleh the new world
Siapa pun pasti setuju jika pagi hari menjadi kesempatan emas untuk membaca. Sebab, pagi hari adalah waktu yang baik untuk membuka buku. Pagi hari biasanya ada waktu hening. Sebelum orang hiruk pikuk dengan tugas harian, sebelum pekerja bangunan membunyikan peralatannya, sebelum anak-anak bangun dan bernyanyi riang di pagi hari, sebelum pelajar sekolah bergembira atas pertemuan di pagi hari.

Beberapa penyair dan sastrawan menghasilkan karya populer mereka di pagi hari. Ini pertanda bahwa pagi hari adalah waktu produktif. Produktif bagi mereka yang mau menggunakannya untuk berkarya. Tidak semua profesi menghasilkan karya produktif di pagi hari. Tetapi paling tidak, mereka yang membutuhkan waktu untuk berefleksi, berhening, pagi hari adalah kesempatan berharga.

Pagi ini sejenak saya menggunakan kesempatan untuk membaca majalah dan buku. Buku bacaan kesukaan saya. Bukan buku pelajaran atau buku acuan kuliah. Beginilah pilihannya setelah selesai kuliah. Tidak ada buku wajib yang perlu dibaca. Membaca buku apa saja bisa dan boleh. Beda dengan ketika masih kuliah. Yang utama adalah buku acuan.

Begitu juga dengan membaca majalah. Tema yang dibaca beragam dan ada yang tidak berkaitan dengan minat dan perhatian. Membaca sekadar untuk menambah pengetahuan umum.

Pagi ini indah sekali. Amat baik untuk membaca. Makanya saya menyempatkan diri untuk membaca. Tak banyak. Hanya beberapa halaman. Beberapa artikel. Tak sampai satu buku. Tak sampai seluruh isi majalah. Tak lama. Hanya 30 menit saja. Singkat. Tetapi ada banyak hal yang saya pelajari. Mulai dengan bagaimana cara menulis. Bagaimana sebuah peristiwa terjadi. Bagaimana lingkungan berubah. Bagaimana manusia beraktivitas. Dan sebagainya.

Pagi ini indah sekali. saya ingin mensyukurinya. Pencipta begitu baik kepada manusia. Memberi waktu untuk beraktivitas. Tak semua orang bisa menggunakan waktu ini untuk membaca. Tetapi Pencipta memberi waktu ini untuk semua orang.

Selamat melanjutkan aktivitas. Berkaryalah sampai menghasilkan sesuatu pada hari ini.
—————————-
*Obrolan pagi-menjelang siang

PA, 21/9/2012
Gordi Afri

foto oleh R.Duran
Hari ini ada tanggal unik lagi. Saya biasa menyebutnya tanggal unik atau tanggal cantik. Deretan angka 4 sebanyak 3 kali. Tanggal 4 bulan 4 tahun 2014. Deretan unik bukan? Deretan cantik bukan?

Hari ini bukan saja unik atau cantik waktunya. Tapi, unik juga pengalaman saya. Pagi ini, saya bangun lebih awal dari hari Jumat biasanya. Dua Jumat sebelumnya (selama masa Prapaskah) saya hampir terlambat mengikuti misa pagi. Sebab, jadwalnya dipercepat 20 menit selama masa Prapaskah. Tapi hari ini saya berhasil mengatasinya.

Berikutnya waktu kuliah, saya tidak merasa bosan. Saya merasa semangat meski tidak semua penjelasan saya pahami. Paling tidak ada semangat untuk mencari tahu. Lalu, saya juga berhasil membuat catatan kecil atas penjelasan yang ada.

Selama kuliah, khususnya jam pertama, saya membuat beberapa draf tugas saya yang akan dikumpulkan sore ini. Drafnya sudah ada tinggal dikembangkan atau bahasanya diperbaiki. Juga untuk tugas yang akan dikumpulkan besok.

Bukan ini saja. Ada juga keberhasilan lainnya. Lima puluh menit sebelum kuliah, saya berhasil membaca buku sesuai target saya. Artinya saya menggunakan waktu luang yang ada untuk membaca buku yang sudah saya tentukan sebelumnya.

Berikutnya, sore hari saya bisa menyiapkan tugas saya dengan baik sebelum bertemu dosen bahasa Italia. Dan, dalam pertemuan, saya lumayan ada kemajuan dari pertemuan sebelumnya.

Yang unik lainnya adalah cuaca hari ini. Hari-hari sebelumnya dalam minggu ini cuaca cerah. Ada matahari yang ebrsinar terang benderang. Namun hari ini ada hujan gerimis sejak pagi. Kemarin sore memang ada mendung tapi saya tidak tahu kalau itu tanda akan datang hujan.

Sekian saja daftar pengalaman di tanggal unik bulan April tahun 2014 ini. Yang jelas kalau tulisan ini direvisi masih ada lanjutannya. Sebab, sebentar lagi, saya juga akan mengikuti jalan salib di paroki dan malam hari tidak ada makan malam alias berpuasa. Tetapi cukup dulu. Salam unik saja.

Parma, 4/4/14
Gordi

foto oleh Aulia Halimatussadiah
Siapa pun pasti ingin dan berusaha untuk menang dalam setiap pertandingan. Itulah yang dicari oleh setiap tim. Juga setiap pemain yang berlaga di lapangan. Kemenangan menjadi tolok ukur keberhasilan. Tetapi jika kalah bagaimana? Apakah itu bukan termasuk situasi yang melekat dalam pertandingan?

Pilkada Jakarta baru saja selesai. Ada yang menang dan ada yang kalah. Hitungan cepat beberapa lembaga menunjukkan hal itu. Menarik sekali melihat hasil ini. Paling tidak dua kandidat kepala daerah sudah siap untuk menerima hasil. Sebab, pertarungan pilkada ini menuntut mereka untuk siap menang dan siap kalah. Syukur kalau menang. Tetapi setiap kandidat hanya boleh menerima satu hasil. Atau kalah atau menang. Dalam persiapan pertarungan tentu saja siap menang dan siap kalah.

Mereka sudah meyakinkan pemilih dengan berbagai cara dalam masa kampanye. ada janji perbaikan sana-sini, penambahan fasilitas, membuat terobosan ini itu, mengajukan solusi jitu, dan sebagainya. Pemilih juga sudah mendengar dan mencermati semuanya. Pemilih, kini ibarat bos, bebas menentukan pilihannya. Inilah yang terjadi saat pemilihan. dan, kita sudah tahu hasilnya dari hitungan cepat. Salah satu kandidat menang. Dialah yang berhasil meyakinkan dan membuat pemilih jatuh hati padanya.

Gubernur Fauzi Bowo sudah siap untuk menang dan kalah. Dia sudah memberi salam kepada pesaingnya, Pasangan Pak Jokowi. Ini menjadi petunjuk bahwa dia memang sudah siap untuk memang dan kalah. Dan, berani menerima hasil serta mengakui kemenangan pesaingnya. Menelepon atau memberi salam kepada pesaing bukanlah hal besar. Tetapi menjadi hal besar ketika dibuat pada momen bersejarah. Pilkada adalah momen bersejarah. Fauzi sudah membuat hal besar suasana pilkada kali ini.

Ini menjadi pelajaran berharga bagi setiap orang yang mau memimpin. Juga bagi pemain yang bertarung dalam arena pertarungan. Siap menang dan siap kalah. Kalau menang bersyukurlah. Target tercapai. Tetapi kalau kalah, jangan berkecil hati. Bangkit kembali. Mulai dengan mengakui kekuatan lawan.

Orang besar adalah mereka yang berani untuk menang dan berani menerima kekalahan.

——————————

*Obrolan siang menjelang sore

PA, 22/9/2012
Gordi Afri

foto oleh Anggreiny Rori
Mereka bilang malam minggu malam yang panjang.
Itu kata-kata penyanyi dalam sebuah lagu.
Menjadi terkenal gara-gara orang mewariskannya.
Bagi mereka, malam minggu memang malam yang panjang.
Padahal setiap malam sama panjangnya.
Tetapi mereka bisa benar.
Bagi mereka malam minggu terasa lebih panjang.
Panjang maksudnya demikian.
Lama untuk beraktivitas.
Biasanya memang aktivitas siang hari.
Tetapi menjadi luar biasa karena aktivitas dipindah ke malam hari.
Atau juga menambah di malam hari.
Anak muda biasanya menggunakan kesempatan dalam kesempitan pada malam minggu ini.
Untuk apa?
Jangan tanya.
Untuk berdua dengan pasangan.
Untuk berkumpul dengan kelompok hobinya.
Malam minggu bukan malam panjang.
Karena setiap malam sama panjangnya, sama lamanya.
Tetapi menjadi lebih panjang bagi yang menggunakannya untuk beraktivitas.
Berlama-lama dalam suasana mengasyikkan.
Serasa malam itu lebih panjang.
Atau juga sengaja diperpanjang.
Biar tambah asyik.
Selamat bermalam minggu.

——————
*Obrolan malam

PA, 22/9/2012
Gordi Afri

foto oleh Azamer
Dedaunan bergoyang
pertanda ada angin
angin tak bisa dilihat
banyak yang meributkan keberadaannya

padahal angin bisa diketahui
tak bisa dengan mata
buktinya dedaunan itu  bergoyang
kadang-kadang ada yang patah dahannya

itulah kekuatan angin
senja ini
dedaunan itu bergoyang lagi
suhu dingin pun mulai muncul
diawali dengan sepoi-sepoi

bulu kuduk berdiri
kulit memang tak tahan dengan suhu yang ada
tadi siang agak panas
senja ini mulai dingin
senja hari menjelang malam

ketika pengeras suara dari masjid berbunyi
itu ajakan untuk berterima kasih pada Pencipta
yang telah memberi waktu sepanjang hari ini
itu itu itu ketukan hati untuk bersujud

marilah berhenti sejenak
mengucap terima kasih pada-Nya

————————–
*Obrolan senja

PA, 23/9/2012
Gordi Afri

foto oleh Brad Dowdy
Salam dariku untukmu, kompasiana
Dikau bagai gadis yang selalu kupuja dalam hati
Seharian tanpamu serasa tak ada matahari yang bersinar setiap hari
Aku pun rindu bersua denganmu

Dalam dirimu ada banyak yang bisa kupelajari
Aku pun rindu untuk membaca tulisan teman-temanku
Bila aku tak hadir hari ini
Izinkan aku pergi untuk sementara

Tetapi engkau mesti ingat
Aku akan kembali tak lama lagi
Aku pergi tetapi jiwaku masih di sini
Tak apa-apa kan

Aku pergi untuk sementara
Aku juga mesti melakukan pekerjaan lain selain bersua denganmu
Aku titip surat ini untukmu
Bukan bermaksud berpisah denganmu untuk selamanya

Bukan bukan bukan
Aku sengaja bersua pagi ini
Sebab sepanjang hari
Aku pamit tuk sementara darimu

Moga-moga senja hari aku kembali
Membawa semangat baru untukmu
Agar malam menjadi kesempatan untuk bertemu kembali
——————————-
*obrolan fajar

PA, 24/9/2012
Gordi Afri

Powered by Blogger.