Halloween party ideas 2015
Showing posts with label PENDIDIKAN. Show all posts

gambar dari postingan di kompasiana
Pelajaran Geografi itu penting. Tak sia-sia jika diajarkan di SMP dan SMA. Pelajaran itu akan dibawa terus sepanjang hidup. Hingga masa tua pun, pelajaran itu tetap berharga. Itulah sebabnya pelajaran Geografi menjadi salah satu mata pelajaran yang penting. Mata pelajaran yang kiranya sengaja diperkenalkan sejak SMP. 

Pelajaran Geografi tidak seperti pelajaran lainnya seperti Matematika dan Fisika yang kesannya masuk kategori rumit. Pelajaran Geografi masuk kategori ringan. Meski demikian, pelajaran Geografi berkaitan erat dengan Matematika dan Fisika. Salah satu kaitannya adalah masalah gempa bumi. Cabang ini dipelajari dalam Geografi SMP kalau tidak diubah pada kurikulum yang sekarang. Pertanyaan yang muncul adalah di mana letak gempa. Berapa kekuatan gempa. Sebera jauh getaran gempa.

Untuk pertanyaan seperti ini, Geografi membutuhkan jawaban Matematika dan Fisika. Maka, Geografi memang tidak lepas dari Matematika dan Fisika. Meski, kesannya bukan pelajaran rumit, sebaiknya Geografi jangan dianggap enteng. Geografi sebagai salah satu cabang ilmu tetap relevan dan harus dipelajari dengan baik. Mempelajari Geografi seperti mempelajari kerangka besar dari sebuah benda. Geografi akan menyusuri keliling benda itu hingga mempunyai bentuk geografis. Dengan demikian, mempelajari Geografi Indonesia berarti mempelajari kerangka besar tentang Indonesia. Kerangka tentang kepulauan Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Tahun 2012 yang lalu, saya mengunjungi teman saya yang tinggal di Kepulauan Mentawai. Mentawai masuk provinsi Sumatera Barat. Mentawai dengan beberapa pulau besar dan kecilnya masuk dalam satu kabupaten. Kabupaten Kepulauan Mentawai. Mereka yang mempelajari Geografi akan dengan mudah mengetahui letak dan posisi kepulauan ini. Mudahnya seperti mereka yang dengan cepat menunjukkan posisinya pada peta negara Republik Indonesia. Tapi kalau tidak memahami dengan baik Geografi, akan sulit mencarinya di peta Indonesia. Saya terbantu dengan pelajaran Geografi sejak SMP untuk menemukan letak kepulauan ini. Logikanya, masuk dari wilayah Sumatera Barat. Temukan kota Padang dan sekitarnya. Lalu, masuk ke kepulauannya. Ada Nias dan Kepulauan Mentawai. Di situlah kerumitannya diperkecil. Pada akhirnya, dengan mudah menemukan Kepulauan ini.

Saya berkunjung ke dua dari tiga pulau besarnya. Dengan kapal laut selama 6 jam dari Padang, kami mendarat di Pulau Siberut. Tinggal di sana selama 2 hari. Lalu, dengan kapal lagi, kami ke Pulau Sikabaluan. Di sana tinggal 3 hari, lalu kembali ke Siberut. Satu lagi pulau yang tidak kami kunjungi yakni Pulau Sipora. Ada pulau-pulau kecil lainnya yang tentu tidak saya hafal namanya. Bahkan, masyarakat setempat pun enggan menyebutkan semuanya. Bagi mereka, yang utama adalah ketiga pulau besar ini. Mereka bisa berkeliling ke tiga pulau ini dengan kapal pemerintah.

Di Sikabaluan, saya berincang-bincang dengan anak-anak SMP dan SMA yang tinggal di asrama. Demikian juga dengan anak-anak di Siberut. Sebagai orang ‘asing’ pertanyaan yang muncul pertama adalah, Anda dari mana. Lalu, mengapa Anda ada di sini. Saya menggoda mereka dengan pertanyaan di mana letak NTT? Sebagian besar dari mereka tidak bisa menjawabnya. Berarti, pengetahuan mereka tentang Geografi masih kurang bahkan boleh dibilang minim. Pertanyaan yang sulit ini rupanya bisa dijawab oleh seorang anak SMP. Anak ini rupanya berasal dari keluarga perantau dari luar Mentawai. Merantau rupanya bisa membantu siswa mempelajari Geografi.
Kesulitan mempelajari Geografi seperti ini bukan saja masalah anak-anak SMP dan SMA di Kepulauan Mentawai. Kiranya ini merupakan kesulitan anak-anak di seluruh Indonesia. Indonesia memang-secara Geografi-amat rumit dipelajari. Apalagi dari segi budaya, bahasa, dan sosial-politik. Namun, apa pun tantangannya, orang Indonesia mesti tahu konteks geografis bangsanya sendiri. Dan, ini harus diketahui sejak SMP, saat Geografi diperkenalkan. Malah lebih bagus jika jauh sebelumnya yakni sejak SD.

Anak-anak di Mentawai rupanya tidak jauh berbeda dengan anak-anak SMA di Makasar. Akhir Mei tahun 2012, saya berpetualang ke Makasar. Saya mampir ke tempat teman yang mengajar di salah satu SMA di Makasar. Di situ, saya bertemu anak-anak SMA. Kami berbagi cerita. Saya membagikan pengalaman saya selama tinggal di Jogja dan Jakarta. Lalu, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Padang dan Mentawai. Reaksi mereka sebelum saya melanjutkan cerita adalah bertanya, di mana letak Kepulauan Mentawai?

Rupanya, pertanyaan Geografi seperti ini ada di mana-mana. Bertanya berarti ingin mencari jawaban. Dan, anak-anak ini sedang mencari jawaban. Jawaban yang sebenarnya sudah mereka temukan dalam buku pelajaran Geografi SMP dan SMA. Namun, mereka masih dalam pencarian juga.

Mempelajari Geografi rupanya rumit terutama Geografi Indonesia. Namun, Geografi Indonesia yang sulit itu rupanya memudahkan orang Indonesia mempelajari peta Geografi dunia. Kesulitan ini memang bukan saja dialami anak-anak Mentawai dan Makasar. Boleh jadi juga menjadi kesulitan anak-anak remaja di seluruh dunia. Anak-anak zaman sekarang memang dengan mudah mencari ilmu di internet. Dengan komputer, laptop, bahkan dengan telepon gengam, mereka dalam sekejab mencari jawaban di google. Namun, Geografi sendiri mesti dipelajari jauh-jauh hari, sejak mereka belum menggunakan telepon genggam, belum menggunakan komputer berjaring internet.

Liburan bulan Juni dan Juli tahun 2014 yang lalu, saya habiskan di beberapa kota kecil di bagian Selatan Italia. Di sana, saya juga bertemu banyak orang muda dan kaum remaja. Kami berbincang-bincang karena baru bertemu pertama kali. Dari perbincangan inilah, saya juga berhadapan dengan pertanyaan Geografi.

Dari mana asal Anda? Dari Indonesia. Indonesia di mana yahhh? Di Afrika, Amerika Latin atau Asia. Sulit menebak. Bahkan, ada yang menebak di Afrika. Ini salah besar. Ada juga yang menebak dari Amerika Latin karena kulit saya yang cokelat ini mirip dengan kulit orang Amerika Latin. Saya coba membantu mereka dengan mengarah pada jawaban yang benar. Filipina di mana yah?? Dengan mudah mereka jawab di Asia. Indonesia dekat dengan Filipina juga dekat dengan Australia. Kalau Australia mereka tahu. Maklum, sebagian besar dari mereka sudah bepergian ke luar negeri termasuk Australia. Di sana rupanya banyak orang Italia.

Baik anak-anak Italia maupun anak-anak Indonesia rupanya tidak mudah mempelajari Geografi. Bisa dimaklumi untuk anak-anak Italia. Sebagian dari mereka, tidak mempelajari Geografi di sekolah secara rinci seperti Geografi yang masuk dalam kurikulum di Indonesia. Meski demikian, anak-anak Italia biasanya mencari sendiri pelajaran ini. Ada yang mempelajarinya karena keluarga mereka sering berlibur ke luar negeri. Mau tak mau, mereka juga dibiasakan untuk belajar Geografi. Paling tidak letak negara dan tempat-tempat yang mereka kunjungi.

Anak-anak Indonesia juga semestinya lebih hebat dari anak-anak Italia. Mereka punya kesempatan khusus untuk mempelajarinya di sekolah. Terbantu lagi jika mereka juga diberi kesempatan untuk belajar di luar kota dan pulaunya sendiri. Mahasiswa dari Mentawai yang belajar di Malang, misalnya, mempunyai pengetahuan Geografi yang jauh lebih bagus dari mereka yang belajar di Padang. Di Padang boleh jadi mereka hanya mengenal teman-teman sesama Sumatera Barat atau sesama Sumatera. Sementara di Malang, bertemu dengan teman-teman dari seluruh nusantara. Ya, mudahkan belajar Geografi?

Geografi tidaklah sesulit yang dibayangkan. Bisa jauh lebih mudah. Salah satu kuncinya ya, belajar dengan baik sejak SMP dan SMA. Saat itulah pelajaran Geografi menjadi darah daging dalam diri siswa. Geografi bukanlah ilmu yang sekali dipelajari lalu selesai. Geografi adalah ilmu yang terus diperbarui. Kalau ada kabupaten atau provinsi baru, Geografi juga turut berkembang. Geografi amat penting untuk Indonesia dengan kepulauannya yang luas dan besar, dan juga dengan masalah alamnya yang rumit. Geogologi yang bisa mempelajari perkiraan gempa rupanya juga masuk cabang Geografi. Tak mungkin belajar Geologi tanpa tahu Geografi. Jadi, mari kita belajar Geografi dengan baik.

Salam cinta Geografi.

PRM, 2/3/2015
Gordi


foto ilustrasi oleh POJOK BUKU
Isu kiamat menarik perhatian kita akhir-akhir ini. Sejak 12/12/2012 yang lalu isu ini menyedot perhatian.

Kiamat yang juga berarti akhir dunia menjadi isu hangat. Tak jarang persiapan menuju ke sana dibuat.

Ada yang menyiapkan peralatan untuk menghindari bahaya kiamat. Dengan kata lain mau selamat. Kalau kiamat terjadi bisakah ia selamat? Kalau dunia akan hancur bisakah dia selamat? Belum tentu. Kalau dunia kiamat itu berarti semua isinya kiamat pula.

Tetapi, namanya isu mesti ditanggapai dengan isu juga. Langkah praktis ya membuat peralatan yang bisa tahan dari serangan mana saja. Tentu kekuatan alat itu tidak bisa diprediksi seperti kekuatan bahaya kiamat.

Tetapi akankah menjadi nyata isu kiamat itu? Kita pakai kata ramalan untuk isu itu. Ramalan sifatnya tak tentu. Wong meramal, mereka-reka, menduga-duga. Kenyataannya bisa lain. Sebab, ramalan itu bisa meleset juga.

Paling tidak beberapa ramalan sebelumnya terbukti meleset. Isu kiamat muncul akhir tahun 1999. Ada ramalan tanggal 1/1/2000 dunia berakhir. Kiamat. Namun, sampai kini dunia masih ada. Kiamat yang diisukan tidak terjadi.

Isu itu muncul lagi di tahun 2012. Tanggal 12/12/12, tanggal cantik. Deretan 3 kelompok angka 12. Yang terakhir ditambah 20 di depannya. Tanggal itu sudah lewat dan dunia belum kiamat.

Karena gagal, muncul lagi isu lain. Tanggal 20/12/2012. Tanggal cantik juga. Perpaduan angka 20 yang diikuti angka 12. Tanggal itu adalah tanggal kemarin. Nyatanya tidak ada. Kemarin sudah lewat.

Ramalan berikutnya hari ini 21/12/12. Ini juga sedikit cantik. Ada angka 12 di dua kelompok pertama. Kita tidak tahu apakah hari ini akan datang kiamat?

Yang jelas sudah lewat setengah hari, dan dunia masih ada. Kalau sampai nanti malam, dunia tetap ada, isu kiamat itu hanya ramalan belaka. Ramalan yang meleset.

Perlukah kita takut dengan ramalan kiamat itu? Tidak perlu. Sebab, ramalan sebelumnya meleset. Jadi tak perlu takut. Jangan mudah terprovokasi dengan isu kiamat.

Yang terpenting adalah kita tetap mengisi hari-hari hidup kita dengan aktivitas. Jangan sesekali terganggu dengan ramalan kiamat. Lebih baik kita tetap beraktivitas daripada menunggu datangnya tanggal ramalan itu.

Meramal boleh saja. Hanya meramal. Sebab, kiamat yang diisukan tidak ada yang tahu. Kitab kuno pernahmenulis bahwa tak satu pun yang tahu, kapan datangnya akhir zaman itu. Jadi tak perlu cemas berlebihan. Tak perlu membuat peralatan yang bisa bertahan dari serangan mana saja.

PA, 21/12/12
Gordi


*Pernah dimuat di blog kompasiana apda 21/12/12

foto ilustrasi oleh Saki Ono
Bahasa Indonesia diperkirakan akan menjadi bahasa internasional di masa mendatang. Jika ini benar masyarakat Indonesia akan beruntung. Banyak masyarakat dari penjuru dunia akan berbondong-bondong mempelajari bahasa ini.

Kolom Bahasa di TEMPO edisi 14-20 November memperlihatkan alasannya. Alasannya antara lain jumlah penggunanya. Penduduk Indonesia saat ini mencapai 200 juta lebih. Jumlah ini besar. Jika pengandaian semua penduduk Indonesai menggunakan bahasa Indonesia maka perkiraan di atas akan tercapai. Tinggal ditambah dengan penduduk negara tetangga misalnya Malaysia dan Bruneidarusalam, jumlah penggunanya akan bertambah.

Beberapa hal perlu diberi catatan. Pertama, tidak semua masyarakat Indonesia menggunakan bahasa Indonesia. Jangankan menggunakannya sebagai bahasa tulis yang baku, sebagai bahasa percakapan saja belum semuanya. Ini mesti diakui sebab banyak masyarakat yang masih dipengaruhi bahasa lokal. Pengaruh bahasa lokal begitu kuat sehingga bahasa nasional tidak dikuasai.

Kedua, kalau mau menjadikan bahasa Indonesia go international, semua masyarakat termasuk para pejabat negara mesti menggunakannya. Masyarakat dibiasakan berbahasa Indonesai tanpa menghilangkan bahasa lokal. Sebab, bahasa lokal sebagai bahasa ibu mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk budaya masyarakat Indonesai. Ini juga yang dipertanyakan mahasiswa program Bahasa Indonesia di Jerman, sebagaimana dijelaskan dalam kolom bahasa. Dia melihat masih ada pejabat kita yang cenderung menggunakan bahasa Inggris dalam berpidato. Sia-sia lah para penerjemah mencari padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia. Masyarakat perkotaan yang cenderung menggunaan bahasa Inggris diajak untuk memakai bahasa Indonesai. Dengan kata lain ada kampanye secara besar-besaran untuk menggunakan bahasa Indonesia.

Ketiga, tata Bahasa Indonesai mesti dibereskan. Tata bahasa yang membingungkan kadang menyulitkan pengguna asing mempelajari bahasa Indoenesai. Mesti ada pembatasan yang jelas antara ragam baku-tidak baku, percakapan-tulisan, dan sebagainya. Dalam hal ini tata bahasa mesti jelas. Kalau tidak, orang akan menganggap bahasa Indonesia tidak berwibawa. Oleh karena itu, bahasa Indonesia tidak dianggap bisa dijadikan bahasa internasional.

@@@@@
Saya kira bagian ketiga ini yang perlu dicermati dengan baik. Bahasa Indonesai terus berkembang dari hari ke hari. Seiring itu pula kosa kata bahasa Indonesai berkembang. Ada yang baru dan langsung tenar di masyarakat. Ada pula kosa kata yang jarang dipakai sehingga asing bagi masyarakat.

Dalam hal ini peran media tulisan amat penting. Orang yang sering menulis dengan baik dan benar akan terangsang otaknya untuk mencari kata yang tepat dalam menulis. Beda dengan pembawa acara di televisi yang cenderung menggunakan kata sesuaitrend masyarakat. Cara seperti ini boleh diangap mencari gampang, tidak mau bersabar sejenak untuk mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Media mempunyai andil besar dalam memasyarakatkan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Saya mengajak para kompasioner untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam menulis. Tidak ada yang sempurna di antara kita. Kita sama-sama saling belajar, mencari bahasa yang tepat sehingga kita menularkan cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam masyarakat. Bahasa adalah warisan budaya yang bernilai tinggi. Maka, menggunakan bahasa yang baik dan benar sama dengan menghargai warisan leluhur kita. Mari mencobanya.

Cempaka putih, 26/11/2011
Gordi Afri

fotoilustrasi oleh Yayasan Islam Kelantan
Nasib guru di Indonesia kurang diperhatikan. Masih ada guru yang merasa kurang sejahtera terutama di daerah pedalaman. Tak jarang guru enggan menerima tawaran mengajar di daerah pedalaman. Ada pula ruang yang tampak memisahkan guru yakni kategori PNS dan non-PNS. PNS menerima gaji dari Negara sedangkan non-PNS dari tunjangan sekolah dan sumbangan para orang tua murid. Gaji guru memang berasal dari sumber yang berbeda namun guru bekerja untuk anak didik yang sama yakni siswi/a sekolah. 

Semestinya pemerintah memperhatikan kesejahteraan guru baik PNS maupun non-PNS. Slogan ini disampaikan Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistyo pada puncak peringatan Hari Guru Nasional 2011 dan HUT ke-66 PGRI, Rabu (30/11/2011), di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat seperti dikutip kompas.com. Rabu, 30/11/2011. Namun Sulistyo meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberi perhatian khusus kepada guru-guru non-PNS, guru tidak tetap, dan guru honorer.

Ini berarti bahwa nasib guru terutama non-PNS di Indonesia belum sejahtera. Kita semua tahu bahwa guru adalah pendidik pertama dalam pendidikan formal. Gurulah yang memperkenalkan abjad dan berhitung kepada anak-anak SD. Dan kita semua melalui masa itu. Tak ada seorang pun yang luput dari perhatian guru. Peran guru mampu mendongkrak citra bangsa. Tak salah para guru membuat slogan GURU ADALAH PEJUANG BAGI KEJAYAAN BANGSA. Apa jadinya bangsa ini kalau para pejuang bangsa saja ditelantarkan. Majulah terus wahai para guru. Didikanmu membekas di hati para murid.

CPR, 30/11/2011
Gordi Afri

foto ilustrasi oleh pubsma
Catatan tentang Selokan di ibu kota

Nasib trotoar hampir sama dengan nasib selokan di ibu kota. Ya selokan yang memperlacar jalannya air. Selokan kini tak terawat. Kalau banjir baru kewalahan. Entah mengapa masyarakat kota mengabaikan perawatan selokan. Di depan rumah kami, ada selokan setinggi 1 meter dan lebar lebih kurang 75 cm hingga 1 meter. Kami membersihkannya minimal sekali sebulan. Air pun berjalan lancar. Sayangnya saluran lain yang berhubungan dengannya tidak terawat. Akibatnya, aliran air tak lancar. Sampah-sampah berserakan dari saluran seberang.

Sekali lagi selokan yang mengalirkan air di ibu kota. Berapa jumlah masyarakat yang peduli dengan selokan? Kalau musim banjir segera tiba, pemerintah mulai membenahi selokan-selokan di pinggir jalan dan kompleks perumahan. Bahu membahu bersama masyarakat. Sayangnya, kadang-kadang upaya ini terlambat. Banjir datang menembus pintu rumah warga sebelum selokan ini dirawat.

Memang manusia serakah. Manusia merampas hak air mengalir di jalannya. Manusia serakah menjadikan jalanan air itu bak kotak sampah. Segala yang tidak digunakan dibuang begitu saja ke selokan. Andai air punya mulut akan ada protes besar-besaran. Air tak punya mulut tetapi punya kaki. Dia mendatangi rumah-rumah warga yang menghadangnya. Menembus isi rumah membasahi perabot rumah, menerjang semua yang terapung. Itulah sifat air, dihadang tak mempan, malah ia mencari tempat terendah untuk mencari jalan keluar.

Lihatlah selokan-selokan di pinggir perumahan padat di ibu kota. Selokan bak tong sampah yang bisa menampung apa saja. Manusia begitu sadis. Wahai manusia rawatlah jalan ini jika engkau tak ingin dijamah. Air punya hak melalui jalannya, jangan hadang dia, biarkan dia jalan tenang, tak menyenggol  apa yang dimiliki manusia.

CPR, 6/12/2011
Gordi Afri

foto ilustrasi oleh Ishaqzain
Sabtu, 10/12/2011. Ketika bertemu anak-anak untuk belajar Matematika hari ini, saya teringat akan syair lagu di SMA dulu. Lagu itu dinyanyikan ketika guru memberikan seabrek pekerjaan rumah. Seperti kita tahu, sebagian dari kita waktu sekolah merasa pekerjaan rumah itu membosankan. Maka, lagu ini diciptakan untuk menghibur. Syairnya demikian: matematika aku tak bisa, bahasa inggris aku meringis, biologi aku gerogi, fisika itu membosankan… maaf, syair lengkapnya saya lupa.

Dari syair ini, tergambar jelas mata pelajaran yang sulit. Uniknya bidang-bidang ini tergabung dalam mata pelajaran eksata (dari eksak, tepat). Memang eksata atau juga dikenal dengan sebuta IPA-Matematika merupakan mata pelajaran favorit yang peminatnya sedikit. Orang-orangnya kalem dan sopan, tak banyak bicara, menurut pengakuan beberapa teman. Benarkah demikian?

Hari ini, saya ditugaskan untuk mengajar Matematika. Mengajar dalam bahasa teknisnya, kenyataannya sama-sama belajar bersama anak-anak. Jujur saja, saya sudah lupa sebagian besar dari mata pelajaran ini. Lebih-kurang 7 tahun lalu, untuk terakhir kalinya saya mempelajari bidang ini. Namun, matematika sebenarnya bukan bidang yang asing.

Saya mulai dengan cerita kepada anak-anak. Cerita tentang seorang anak kecil yang dipercayakan ibunya menjaga toko. Anak itu melayani pembeli, mengambil barang, menjadi kasir, dan sebagainya. Anak itu sudah hafal mata uang meski belum sekolah. Dia memang tak berniat sekolah di sekolah formal. Anak itu juga sudah hafal jenis barang beserta harganya. Jadi, sebenarnya Matematika itu ada dalam kehidupan sehari-hari. Ketika bangun pagi, membeli bubur misalnya. Di situ ada matematika (plus ekonomi ya…). Ada transaksi yang melibatkan nominal uang. Nominal itulah matematika. Di situ ada angka, jumlah, kurang, kali, dan sebagainya.

Anak-anak terpana memandang saya ketika mengisahkan cerita itu. Lalu, saya tanya, benarkan kalau Matematika itu sering dijumpai dalam hidup sehari-hari? Mereka berteriak, benar…. Namun, semudah itukah Matematika? Kalau cuma seputar kali, bagi, kurang, tambah, hampir semua orang bisa. Penjual koran, kernet metromini, penjual pulsa, pedagang sayur keliling, dan profesi lainnya bisa dan pintar Matematika. Matematika lebih dari situ. Namun, dasarnya adalah seputar penjumlahan, pengurangan, dan lain-lain. Kalau dasar itu kuat, pokok bahasan lain bisa diatasi.

Ketika Matematika diajarkan di sekolah kesannya sulit. Kami juga menghadapi hal serupa. Anak-anak diajarkan membuat tabel tentang perbandingan tinggi badan siswa beserta jumlah siswa. Atau juga tabel perbandingan pelemparan mata dadu dan banyaknya lemparan dadu. Soal ini mengasyikkan. Anak-anak pun tidak banyak bicara ketika mengerjakannya. Dalam penyelsaian soal, ada empat unsur dasar matematika tadi, kurang-tambah-kali-bagi. Saya mencoba menjadikan matematika sebagai pelajaran yang mengasyikkan. Caranya mulai dengan bercerita. Dalam cerita itu ada unsur dasar matematika.

Saya memang baru kali ini diminta mengajarkan matematika. Saya bukan siapa-siapa dibanding guru matematika di sekolah dasar dan sekolah lanjutan lainnya. Kiranya mereka lebih banyak pengalaman bergelut dengan mata pelajaran yang menakutkan siswi/a ini. Kalau ada kisah lain, baiklah jika dibagi. Anak-anak membutuhkan pelajaran yang membuat mereka senang dan bisa paham. Matematika mesti menjadi pelajaran yang mengasyikkan. Di dalam ruang kecil itu, kami menutup pelajaran kami dengan pekerjaan rumah. Yahhhh pekerjaan rumah lagi.

Saya berpesan kepada anak-anak, “Kerjakan soal ini ketika kalian selesai bermain di rumah.” Permainan membuang energi sekaligus membuang isi memori otak. Maka, selesai bermain anak-anak bisa fokus menyelesaikan pekerjaan rumah, apalagi matematika yang bermain dengan angka. Matematika tidak seperti hafalan yang bisa memperbanyak isi memori otak. Namun, matematika menguras waktu karenakeasyikkan bermain dengan angka.

CPR, 11/12/2011
Gordi Afri

foto oleh [Jadranka]
Ini syair lengkap tentang lagu yang saya singgung pada tulisan sebelumnya, Betulkah Matematika itu Menakutkan? Saya berhasil menghubungi teman SMA saya yang sering menyanyikan lagu ini. Saya tidak tahu kapan lagu ini diciptakan, pengarang dan penciptanya pun tidak tahu. Saya tahu waktu SMA teman-teman saya biasa menyanyikannya. Suara mereka keras sehingga semua penghuni ruangan mendengarnya. 
Satu kelas pun jadi gaduh.

Datanglah guru pembina OSIS mengamankan seluruh isi kelas. Kami terdiam. Kadang-kadang guru itu menyiksa kami. Terlalu sering kami menjerit dalam kelas. Jeritan bukan karena sakit tetapi jeritan karena sakit hati kalau guru menyiksa kami karena lalai mengerjakan tugas.

Nyanyian ini memang memggambarkan suasana hati para pelajar. Saya tak tahu, apakah pelajar sekarang mengalami hal serupa. Maksudnya, merasa lelah dengan seabrek pekerjaan rumah. Apa pun tantangannya, masa pendidikan memang mesti dilalui. Di situ ada kisah yang menjadi bagian hidup kita. Kisah kasih di sekolah dengan si dia, kisah kasih paling indah kisah kasih di sekolah…..(syair lagu juga kan????)

Cita-citaku jadi sarjana
Rupanya hanya mimpi belaka
Mogok lingkungan dan pergaulan
Lebih dominan jadi preman
Melihat guru aku menggerutu
Setiap pri jarang kusentuh
Mata pelajaran yang diajarkan
Masuk kiri keluar kanan
Bahasa inggris aku meringis
Matematika aku tak bisa
Sejarah bikin aku alergi
Biologi aku gerogi
Fisika itu paling kubenci
Menyontek itu soal biasa
Tapi menggambar, orkes,
dan nyanyi aku hobi
Tolonglah dewi fortuna
agar ku lulus dari sma
Ku pasrah bila akhirnya
SMA aku gagal

CPR, 11/12/2011
Gordi Afri

toko buku gramedia di Jambi, foto oleh georgesouisa
Harga terjangkau dicari banyak orang. Itulah potret hidup rakyat Indonesia. Sekelompok orang mungkin lebih nyaman dengan harga mahal. Apalagi produk luar negeri. Woao..keren dan gengsi.

Padahal itu kenyaman semu. Toh, ada juga produk dalam negeri yang keren dan bermutu. Persisnya paham ke-gengsi-an yang sempit. Gengsi tak identik dengan produk luar negeri. Namun, inilah keyakinan sebagian warga Indonesia. Merekalah yang secara tak langsung menarik produk luar negeri dan membanjiri pasar rakyat di seluruh tanah air.

Saya dan teman saya baru saja mengunjungi toko buku Gramedia Matraman, Rabu, 20/12/2011. Meski namanya toko buku, di sana dijual juga barang-barang lain. Ada peralatan tulis, perangkat komputer, dan barang elektronik lain. Lebih panjang kalau didaftar di sini. Semuanya ini mempermudah pengunjung yang hobinya belanja. Daripada keluar masuk mol, lebih baik sekalian aja beli di gramedia. Namun, tentu saja yang banyak dijual adalah buku.

Buku-buku dari banyak penerbit dijual di sini. Dari kelompok penerbit kompas-gramedia saja sudah banyak, tambah lagi dengan penerbit lainnya. Buku apa saja bisa dicari di sana. Berbagai bidang ada, buku-buku lama juga kadang-kadang ada. Lebih dominan buku baru dan best seller. Saking banyaknya buku yang dipajang, pengunjung bisa bingung menentukan buku mana yang dibeli. Sebaiknya pengunjung merencanakan membeli buku apa sebelum berkunjung ke sana.

Melihat beragam judul, hati ini ingin meraih semuanya. Tentu tak mungkin. Saya pun kadang-kadang tergoda untuk membeli beberapa buku sekaligus. Apa daya, kantong mahasiswa terbatas. Kalau mau lebih hemat, rajin-rajin saja berkunjung ke sana dan duduk berlama-lama membaca. Satu buku bisa dibaca 2-3 kali kunjungan. Hemat kan???

Nah, untuk kita yang ‘kantong tipis’, gramedia menyediakan buku murah. Harga terjangkau tetapi kualitasnya bagus. Tak ada bedanya dengan buku lain yang dipajang di rak.

Saya menduga buku ini dijual murah karena terlalu banyak cetak atau juga sudah tidak laku di pasaran. Atau juga karena mau cuci gudang. Istilah yang tidak asing bagi saya yang hobi memburu buku murah. Di beberapa penerbit cuci gudang dibuat menjelang akhir tahun. Buku-buku dijual murah sehingga gudang diisi dengan buku baru.

Kami membeli beberapa buku murah ini. Ada banyak pembeli sebelum kami, namun kami beruntung karena bisa mendapat beberapa buku. Bagi yang belum, di sana masih banyak. Persediannya cukup banyak. Tempatnya di lantai 2 pojok kiri. Bisa jadi ada di lantai lain juga. Kami hanya melihat di lantai ini. Lumayan dengan 50 ribu rupiah dapat 3 sampai 5 buku. Harganya berkisar 10 ribu hingga 30 ribu rupiah. Sebagian besar buku novel. Bagi yang hobi sastra silakan mampir ke sana. Yang tidak pun, silakan ke sana, masih ada bidang lain. Jangan lewatkan kesempatan yang datang hanya beberapa kali setahun.

CPR, 20/12/2011
Gordi Afri

foto oleh aqilfithri
Dua bulan lebih, kami tidak bertemu. Kampus ditinggalkan begitu saja. Kami tak tahu, siapa saja yang menjaga kampus kami selama liburan. Pastinya ada pegawai sekretariat dan perpustakaan yang selalu mengawal kampus tercinta ini.

Selama liburan, kami, para mahasiswi/a tidak bertemu secara fisik. Interaksi tetap terjalin melalui jejaring sosial. Inilah mudahnya zaman sekarang, kami bisa bertemu di dunia maya. Ada cerita yang terpotong-potong selama liburan. Misalnya, teman-teman yang mengadakan kursus di bidang tertentu sesuai minatnya. Ada yang mengambil kursus menulis, public speaking, spiritualitas, bertani, bertukang, petugas listrik, dan sebagainya. Ini semua, kami tahu lewat dunia maya.

Hari ini, Rabu, 1/2/2012,kami bertemu secara fisik. Cerita liburan sudah dikisahkan sebagiannya. Namun, kami tetap membahas kegiatan liburan. Diawali dengan jabatan tangan sebagai tanda baru bertemu lalu berbincang mengenai kabar harian.Alhamdulilah, teman-teman saya sehat semua. Tak ada yang kurang. Yang tidak hadir hari ini adalah mereka yang mengambil mata kuliah yang berbeda dengan kami. Meski tidak kuliah, mereka sibuk menyelesaikan skripsi di rumah. Pekerjaan ini yang membuat kami huru-hara dalam tugas harian belakangan ini.

Kami rindu bertemu dan lebih dari bertemu, kami rindu dengan kampus kami. Kampus adalah tempat kami berjuang dengan susah payah mencari ilmu. Dalam kampus ini, kami bisa berkenalan dengan para dosen yang mencintai kami. Dalam interaksi itu, kami menjalin diskusi yang hangat tentang bidang yang kami geluti. Kami juga berkenalan dengan pemikiran para tokoh berkaliber di dunia melalui buku-buku di perpustakaan. Kampus memang menyediakan segalanya demi menunjang kegatan belajar kami. Makanya, kami rindu kembali ke kampus tercinta.

CPR, 1/2/2012
Gordi Afri

foto oleh Jari Cerdas Aritmatika Indonesia
Biasanya anak-anak kelas VI paling aktif mengikuti pelajaran tiap hari Sabtu. Tetapi beberapa minggu belakangan mereka tidak tampak lagi. Ke mana kah mereka?

“Kelas enam kok tidak datang lagi?” tanyaku pada anak-anak yang kami dampingi.
“Ya kak, mereka gak datang lagi, katanya mau siap ujian sekolah,” jawab beberapa anak kelas IV.

Mereka bisa hilang begitu saja gara-gara UN. UN itu mengganggu kegiatan belajar kami. Kami hanya berjumpa sekali seminggu tetapi kami sekarang berpisah gara-gara UN itu.

Saya sudah akrab dengan mereka (kelas VI) karena sering mendampingi mereka menyelesaikan soal ujian atau tugas dari sekolah. Kini, saya haruskehilangan mereka. UN yang dibuat pemerintah itu justru memisahkan kami, kelompok belajar tiap hari Sabtu.

Mungkin, banyak teman-teman kami, anak-anak SD di daerah yang harus berpisah dari rumah orang tua dan bermalam di rumah guru atau di sekolah demi menyiapkan UN ini. Mereka rela menghilangkan waktu bermain dan diganti dengan belajar mengerjakan soal ujian. UN merebut hak kami, anak-anak, untuk menikmati masa kecil yang paling indah melalui permainan dan bersosialisai bersama teman-teman.

Dunia pendidikan ini seolah-olah segalanya sehingga sebagian besar waktu kami dicurahkan untuk itu. Bagaimana dengan dunia kami yang lainnya? Kami punya bakat yang harusdikembangkan. Tetapi kami dikondisikan untuk mendiamkan bakatkami itu sehingga kami tak bisa mengembangkannya lagi. Sungguh UN itu membelenggu kebebasan kami, anak-anak.

Pemerintah harus bertanggung jawa jika kami, anak-anak SD tak mempunyai masa depan cerah gara-gara dikondisikan untuk mengerjakan soal UN. Selamat berjuang adik-adikku yang besok akan mengadakan UN.

Pintar itu banyak seginya bukan hanya sisi kognitif saja. UN mengukur kepintaran dari satu sisi saja.

CPR, 15/4/2012

foto oleh gandeng_tangan
Beberapa hari belakangan media massa memberitakan kasus-kasus yang menimpa anak kecil di kota Jakarta. Ada anak yang dibuang begitu saja oleh ibunya. Untuk kasus ini bukan hanya anak tetapi yang paling banyak adalah bayi. Ada juga yang diculik orang tak dikenal dengan dalih-dalih yang menarik. Kita boleh setuju dengan kesimpulan para pakar bahwa akar permasalahannya adalah pendidikan dalam keluarga. 

Keluarga memainkan peran penting dalam membina dan mendidik anak-anak. Hanya keluarga yangs serius yang mampu membentuk kepribadian anak sehingga ia mandiri. Ini membutuhkan perhatian dan komitmen orang tua. Tak jarang permasalahannya terletak pada peran orang tua. Untuk zaman sekarang, hal ini sangat penting. Namun, hal itu tidak mudah diwujudkan. Orang tua terlalu sibuk, misalnya, lupa memberi pendidikan dan perhatian kepada anak-anaknya. Anak-anak mencari perhatian dan kasih sayang dari pengasuh anak. Kadang-kadang anak-anak tertarik dengan bujukan dan rayuan dari orang tak dikenal. Hal ini tidak disadari oleh orang tua yang terlalu sibuk dengan dunianya.

Saya memberi apresiasi kepada anak-anak dampingan kami di Warakas-Jakarta Utara. Kami berkumpul sekali seminggu, setiap hari Sabtu. Saya dan beberapa teman memberi pelajaran kepada mereka. Ini bukan sekolah privat yang dibayar. Kegiatan ini hanya kegiatan sosial. Pelajaran yang kami berikan pun berupa pelajaran yang dibahas di sekolah. Tak jarang kami hanya mengerjakan tugas dari sekolah. Kadang-kadang kami juga hanya bermain atau mendengarkan cerita. Tetapi bukan permainan kosong. Lewat permainan itu kami menanamkan nilai-nilai yang baik kepada anak-anak misalnya kejujuran, kesabaran, dan kerja keras. Permainan menebak angka atau huruf misalnya. Anak-anak dilatih untuk sabar menemukan jawaban. Anak-anak juga dilatih untuk dengan jujur menyebut angka yang dipilihnya. Saya merasa ini merupakan bagian dari pendidikan yang dibutuhkan oelah anak-anak seusia SD, dari kelas 1 sampai 6.

Ada juga anak-anak yang butuh didengarkan. Beberapa anak mengajak saya untuk bercerita. Mereka serius mendengarkan. Sesekali kami menyuruh mereka untuk bercerita tentang apa saja. Mereka bisa bercerita dan butuh didengarkan. Dari latar belakang orang tua mereka, akan ketahuan bahwa mereka kurang diperhatikan. Orang tua terlalu sibuk bekerja. Ada yang bertemu bapaknya hanya sekali sebulan. Ada yang hanya pada malam hari, kalau bapaknya pulang sebelum dia tidur. Ada yang hanya pagi hari. Macam-macam. Peran ayah dalam pendidikan anak tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh peran ibu. Sebab ibu pada umumnya menanamkan nilai-nilai yang berkaitan dengan peran seorang ibu. Sedangkan bapak akan mewariskan nilai-nilai yang berkaitan dengan peran seorang bapak.
Kami belajar di bawah kolong tol Tanjung Priok. Beralaskan terpal yang digealr di atas tanah datar berlantai semen seluas 6×20-an meter. Kami menggunakan sebagian kecilnya saja, seukuran terpal, 5×6 meter. Halaman yang luas itu dijadikan tempat permainan bagi anak-anak di sekitar tol. Rumah mereka berdempetan sehingga tidak ada tempat untuk bermain. Lantas, kolong tol yang kosong itu dijadikan tempat bermain. Ada orang yang berbaik hati, memberi sumbangan untuk merapikan tempat itu. Kolong ini pun menjadi tempat yang nyaman untuk bermain, berjualan, parkir mobil, bahkan sebagai lapangan futsal.

Sebelum pelajaran kami biasanya membiasakan anak-anak untuk membaca buku. Anak-anak kelas 4 ke atas kami beri buku bacaan anak-anak. Buku cerita tentunya. Ada cerita nusantara. Ada juga buku cerita terjemahan dari  bahasa asing. Untuk anak-anak kelas 3 ke bawah, kami memberi buku-buku bergambar yang menarik. Ini kesempatan untuk memperkenalkan mereka pada dunia buku, dunia membaca, dunia mengembangkan wawasan.

Satu hal lagi yang mengagumkan saya yakni kebiasaan menabung. Ketika pertama kali bergabung dalam kegiatan ini, saya kaget. Anak-anak membawa uang Rp. 5.000,00, kadang juga Rp 10.000,00. Dan, ada beberapa orang yang hanya Rp.3.000,00. Rupanya mereka mempunyai buku tabungan. Saya pernah dipercayakan untuk mengisi buku itu sesuai dengan jumlah uang dan nama anak. Uang-uang ini nantinya akan dikembalikan kepada anak-anak pada akhir tahun. Buku tabungan dan uang disimpan oleh koordinator kegiatan ini yakni seorang suster/biarawati Katolik.

Ini kebiasaan yang baik. Anak-anak dibiasakan untuk menabung sejak kecil. Bukan tidak mungkin kebiasaan menabung ini akan mengakar dalam diri anak sampai dia dewasa nanti. Jika ini menjadi kebiasaan maka dia mempunyai satu modal hidup di masa depan. Ada anak yang menabung sampai Rp. 20.000, 00 dalam sekali setoran. Biasanya dia hanya menabung Rp. 5.000,00 dalam satu kali setoran. Ketika saya tanya asal-usul uang sebesar itu, dia mengatakan uang itu berasal dari pamannya. Dia baru saja menerima uang dari sang paman. Dia pun menabung uang itu tanpa tergoda untuk memberi jajan.

Saya yakin apa yang kami tanamkan dalam diri anak-anak dampingan kami akan menjadi modal besar bagi masa depan mereka. Kembali kepada peran keluarga dalam pendidikaan anak. Kami sedikit membantu peran keluarga dalam membina dan mendidik anak. Jumlah mereka kecil tetapi mereka bisa bersahabat, menghormati, dan berbagi kasih satu dengan yang lainnya. Meski kami belajar di bawah tol yang di sampingnya terdapat kali yang baunya menyengat di hidung, kami merasa senang berkumpul di tempat itu setiap hari Sabtu. Kami belajar di antara kerumunan banyak orang yang lalu lalang di sekitar kami tetapi kami tetap betah belajar dan bermain di tempat itu. Tempat itu sudah menjadi bagian dari kehidupan masa kecil kami. Di atas kepala kami ada mobil berlalu-lalang. Semoga suatu saat kami bisa menikmati hidup yang layak. Terima kasih untuk semua orang yang membantu kami dengan tenaga, dengan materi, dengan dukungan, dan dengan bantuan lainnya.

CPR, 8/5/2012



Hari Bersejarah (2)

foto oleh kaupffup2013
Saya tak jemu-jemunya mengatakan sejarah itu penting. Bukan karena tanpa sejarah sebuah bangsa akan mati. Sejarah bisa menjadi sebuah ranting kehidupan sebuah bangsa. Jika ranting itu patah tak ada lagi pohonnya. Saya tahu banyak anak-anak SD dan SMP bahkan SMA yang tidak suka sejarah. Saya tetap akan mengatakan cintailah sejarah bangsa.
Seperti postingan saya sebelumnya di blogspot menyinggung soal sejarah. Kali ini juga akan saya singgung hari bersejarah lainnya. Konteksnya masih sama yakni menjelang akhir masa kuliah di STF Driyarkara. Saya langsung saja menyebut tanggalnya yakni 25 Mei 2012 (hari Jumat).

Pada hari ini saya kembali diuji oleh 3 dosen dalam ujian penentu. Ujian itu setara dengan skripsi yang juga diuji oleh lebih dari satu dosen. Memang ada perbedaan bobotnya. Ujian skripsi berbobot 6 SKS (Satuan Kredit Semester) sedangkan ujian yang ini hanya 3 SKS.
Ujian ini dikenal dengan sebutan Ujian Komprehensif. Komprehensif berarti secara keseluruhan. Ujian ini mencakup bahan kuliah dari semester 1 sampai 8. Bukan berarti semua mata kuliah. Lebih kurang ada 9 mata kuliah. Bahan-bahannya diringkas dalam 36 tesis.

Tesis di sini jangan dicampuradukkan dengan tesis sebagai tugas akhir mahasiswa S2 atau master. Tesis merupakan sebuah pernyataan yang mesti dijelaskan penjabarannya. Dalam ilmu filsafat dikenal istilah tesis-antitesis-sintesis. Nah, sintesis itulah yang merupakan pernyataan yang sudah dijelaskan penjabarannya secara detail. Tesis merupakan sebuah pernyataan yang masih perlu dijelaskan isinya.

Tesis-tesis inilah yang akan diuji saat ujian komprehensif. Mahasiswa akan menjawab 3 tesis yang dipilih secara acak oleh 3 dosen penguji. Seorang dosen akan bertanya setelah mahasiswa menjelaskan tesis yang dipilih. Dalam kesempatan inilah dosen akan menguji kemampuan berpikir mahasiswa. Biasanya mahasiswa berpikir logis setelah mengikuti kuliah 4 tahun. Untuk mengujinya, salah satunya, dengan ujian ini. Tiap dosen menggunakan metode ini. Jadi, seorang mahasiswa itu betul-betul diuji kemampuannya dalam menjelaskan sesuatu.

Ujian ini biasanya menuntut keseriusan dalam mempersiapkan bahan. Juga kesiapan mental. Ada beberapa teman yang karena rasa gugup menguasainya, dia tidak bisa menjawab satu kata pun dalam ujian. Sadis bukan? Maka, persiapkanlah mental dengan baik. Beberapa teman lagi gagal karena belum mampu menjelaskan dengan baik dan detail tesis yang diuji.

Peristiwa ini menjadi sejarah dalam hidup saya. Dengan persiapan yang belum terlalu matang, saya memberanikan diri menghadap ketiga dosen penguji. Saya baru saja keluar dari rumah sakit sehingga persiapannya juga agak kurang. Tiap hari hanya ada waktu sekitar 1-2 jam untuk persiapan tesis. Selebihnya saya istirahat karena masih lemas.

Tetapi saya berterima kasih kepada pihak sekretariat kampus karena memberi saya waktu belajar secukupnya. Jadwal ujian saya ditunda dari jadwal semula yakni Senin, 21/5/2012. Penundaan ini karena kondisi kesehatan saya tidak memungkinkan untuk ujian hari itu. Hari Kamis minggu sebelumnya saya baru keluar dari rumah sakit.

Saya tetap berusaha mempersiapkan diri dengan baik juga disesuaikan dengan trik-trik menghadapi dosen penguji. Tesis-tesis diuraikan dengan bahasa sendiri. Trik menghadapi dosen penguji juga sudah disiapkan. Betapa kagetnya saya ketika semua ini sia-sia. Dosen penguji diganti pada hari ujian. Untungnya pagi hari saya ke kampus melihat ulang jadwal. Terkejut sekaligus kecewa karena dua dosen diganti. Mulai saat itu saya meyakinkan diri saya bahwa ujian ini tidak tergantung pada dosen penguji tetapi tergantung pada persiapan diri. Usaha meyakinkan diri ini berhasil. Saya tidak gugup berhadapan dengan dua dosen yang diganti. Saya bersyukur karena saya bisa menjelaskan tesis yang diuji dengan baik.

Inilah bagian dari sejarah hidup saya. Sejarah ini menjadi tonggak bagi saya untuk melangkah ke dunia selanjutnya yang sama sekali lain. Dunia yang tidak lagi antara menjelaskan dan mendengar. Tetapi, dunia yang kadang-kadang membutuhkan pertanggungjawaban yang rasional dan logis. Dunia yang hanya bekerja saja tanpa berdiskusi. Terima kasih untuk Sang Empunya yang membolehkan saya mengalami masa sejarah ini.

CPR 3/6/2012
Gordi Afri

foto oleh smktelkomdu
Sekolah itu mahal. Maksudnya agar bisa mengenyam pendidikan di sekolah kita mesti membayar mahal. Mulai dari hal fisik saja. Harga baju seragam sekolah yang mencapai ratusan ribu rupiah. Harga ini boleh jadi tidak ada artinya. Tetapi menjadi berarti ketika orang tua mencarinya dengan meminjam sana-sini. 

Banyak orang mencibir mutu pendidikan di negeri ini. Tetapi tidak banyak yang tahu bahwa pendidikan di negeri ini amat mahal. Hari ini tahun ajaran baru dimulai. Beruntunglah mereka yang mulai sekolah. Masih ada teman-teman mereka yang terpaksa tinggal di rumah dan membantu orang tua. Mereka tidak bisa sekolah. Ada juga yang sedang mencari kerja dengan modal ijazah seadanya.

Jika pendidikan mahal itu artinya sekolah di negeri ini hanya untuk orang kaya. Orang yang berduit. Orang miskin dilarang sekolah. Sekolah tidak beda dengan mal-mal di kota besar yang menjual barang dengan harga tinggi. Di situ orang miskin dilarang masuk. Bahkan pengemis pun dilarang masuk.

Di sisi lain banyak orang mendukung pemerintah menyukseskan wajib belajar 9 tahun bahkan ada yang merencanakan 12 tahun. Ada juga yang berhasil menggratiskan biaya pendidikan dasar dan menengah. Tuntutan wajib belajar 9 tahun terbentur dengan keadaan ekonomi masyarakat. Gratisan sekolah tidak merata di negeri ini. Ada daerah yang sukses menggratiskannya ada juga yang tidak.

Ya…lagi-lagi masyarakat dikotak-kotakkan. Satu yang tetap yakni orang miskin dilarang sekolah. Kita berharap pada pemerintah untuk memperbaiki situasi ini. Namun jalan ke sana masih panjang. Masih banyak perbaikan sana-sini. Gedung sekolah sebagai sarana penunjang saja belum maksimal. Di jakarta diberitakan masih ada gedung SD yang ambruk. Di pelosok tanah air anak-anak SD belum bisa bermain internet. Beda dengan anak-anak di Jakarta yang sejak kecil sudah diperkenalkan dengan internet. Lagi-lagi anak-anak di pelosok sulit mengaskses informasi dari dunia maya.

Pemerintah meratakan semua penilaian dengan ujian nasional. Ya…mereka yang masuk kelas hari ini akan melewati pemerataan ini jika kebijakan pemerintah belum berubah. Tak kenal situasi sudah bisa berinternet atau belum, punya akses informasi atau tidak, membayar mahal atau tidak, berkorban demi sekolah atau tidak. Tidak peduli. Semua siswa seluruh tanah air akan melewati ujian nasional.

Semoga semua rakyat bisa menikmati pendidikan di negeri ini. Jika ada yang ebrbaik hati dan mau membantu, tolonglah masyarakat yang masih sulit menyekolahkan anaknya. Kasihan kalau anak orang miskin dilarang sekolah. Sudah miskin harta, miskin ilmu lagi….

PA, 16/7/2012
Gordi Afri


Powered by Blogger.