Halloween party ideas 2015
Showing posts with label Catatan Lepas. Show all posts

Kucing dan Anjing Bisa Bersahabat

Anjing juga butuh sahabat. Bukan saja antara sesama anjing tetapi juga dengan manusia. Ya, manusia sebagai pemiliknya. Entah mengapa anjing-anjing kami pagi ini menggonggong aneh. Rupanya mencari pemiliknya. Pemiliknya memang sedang berada di luar rumah. Beberapa di antara kami ada di rumah. Meski ada orang di rumah, anjing itu tetap merasa kesepian. Ketika kudatangi mereka, mereka mengibaskan ekornya pertanda akrab. Dan, seketika, lenyaplah gonggongan mereka.

Rupanya bersahabat dengan anjing itu menyimpan kesan mendalam. Tetapi, kesan itu kadang juga bisa jadi negatif. Anjing kadang-kadang berontak. Anjing akrab sekaligus memberontak. Dia memberontak kala pemiliknya tidak memberinya perhatian. Apalagi kalau makanannya kurang. Anjing berontak, merusak yang bisa dia rusakkan. Kaca jendela misalnya, dengan mudah dia pecahkan.

Anjing itu punya sisi sifat baik dan buruknya. Dan, kedua sifat ini berjalan bersama. Dengan dua ini juga dia bersahabat dengan pemiliknya. Dia akan senang jika diberi makanan enak, menurut selera rasanya. Dan, dia akan berontak jika sesuatu menimpanya. Termasuk jika ia kesepian.

Anjing juga punya sifat nakal. Dia nakal tetapi bisa dikendalikan. DIa bisa saja lari dari rumah dan emngerjar kucing pemiliknya. Dia dan kucing memang bermusuhan. Anjing akan mengejarnya tetapi anjing bisa dilatih untuk akrab dengan kucing peliharaan itu. Mereka punya tuan yang sama, jadi tidak boleh saling bermusuhan. Demikianlah dalam diri anjing perubahan itu ada. Dari musuh jadi sahabat.

Anjing memang punya naluri. Dan dengan nalurinya dia akan bertindak. Naluri ini mengarahkannya untuk mencri makanan jika tidak cukup yang diberikan pemiliknya. Naluri ini, betapa pun liar, bisa dijinakkan. Anjing liar tetapi bisa dijinakkan. Itulah sebabnya orang Eropa biasanya tidak mau makan anjing. Anjing bagi mereka adalah sahabat. Memang banyak yang ditemani anjing dalam rumahnya. Anjing bagi mereka adalah hewan peliharaan. Juga hewan kesayangan yang tidak boleh dimakan.

Karena bisa dijinakkan maka anjing juga bisa menjadi penjaga rumah. Kala pemiliknya pergi, anjing yang menjaga. Dengan telinganya dia mendengar semua bunyi yang terkait dengan isi rumah pemiliknya. Dengan penciuman tajamnya dia akan mencium bau keringat semua tamu yang akan masuk. Dia tahu ada tamu. Dia akan lari ke egrbang dan menggonggong pada tamu. Ini tanda bahwa tamu tidak boleh masuk. Kalau pun mau masuk, izin dulu sama pemiliknya.

Demikianlah anjing bisa jadi liar dan bisa jadi jinak. Asal pemiliknya jeli. Anjing bisa menjadi sahabat yang disayang. Itulahs ebabnya anjing dimandikan, bak manusia butuh mandi. Ini agar anjing itu tampil menawan. Tidak saja menawan tetapi juga bersih. Tak elok jika anjing dekat dengan pemiliknya dalam keadaan kotor dan bau.

Ah mungkin tulisan ini tidak berguna. Hanya mau mengatakan bahwa persahabatan itu luas. Bisa antara sesama manusia bisa juga antara manusia dan makhluk lainnya. Baik itu dengan hewan maupun dengan tetumbuhan. Manusia dan alam bisa bersahabat.

Jakarta, 18/6/13
Gordi


Jari jempol adalah jari yang sering dilihat sebagai simbol. Dan, memang hanya jempol yang sering digunakan untuk mengungkapkan sesuatu. Di sinilah peran jari jempol sebagai simbol.

Di facebook ada lambang jari jempol. Lambang ini seirng digunakan. Boleh jadi karena mudahnya menggunakan lambang ini. Tinggal diklik saja akan keluar lambang jari jempol. Tetapi, lambang jari ini tidak bisa keluar begitu saja. Begitu keluar lambangnya, berbagai perasaan pun muncul. Pada umumnya senang. Siapa yang tidak senang ketika diberi komentar berupa lambang jari jempol di facebook?

Ada yang bangga melihat komentar berupa lambang jari ini. Dan memang jari ini menjadi lambang kebanggann. Kalau saya mengacungkan jari jempol pada teman saya, itu tandanya dia hebat. Demikian juga sebaliknya jika diacungkan ke hadapan saya, saya hebat. Dan, tentunya ada rasa bangga setelah acungan itu ditunjukkan.

Jari jempol juga sering diartikan sebagai lambang manis. Entah mengapa demikian. Padahal jari jempol tidak sering dipakai sebagai ungkapan manis. Begitu ada lambang jari jempol, muncul komenter, terima kasih untuk jari jempolnya yang manis. Atau, terima kasih untuk jempol manisnya. Benarkah jempolnya yang manis?

Tentu di sini jangan ditafsir harfiah. Jempol manis tidak berarti jempol itu berasa manis. Kalau manis, jempol itu bisa dijadikan gula atau pemanis lainnya. Jari jempol tetap akan menjadi jari dan tidak akan menjadi gula. Dan, jari jempol tentunya ada yang manis. Jari jempol yang dipelihara dengan baik akan tetap tampak manis. Kecuali jari jempol saya yang sering bekerja dengan benda kasar. Jari jempol saya menjadi kasar. Tidak amnis lagi. Tetapi siapa yang peduli dengan manis-kasarnya jari jempol saya?

Di dunia nyata boleh saja jempol saya kasar. Tetapi, di dunia maya (facebook) jari jempol saya yang diwakili lambang jari jempol akan disebut jari jempol manis. Jadi, yang kasar dalam kenyataan bisa jadi manis dalam dunia maya. Dan, tidak ada yang akan mempersoalkan ini. Toh, dunia maya tidak sepenuhnya mewakili dunia nyata. Jadi, tak perlu repot melihat kesamaan antara jempol dan lambang jempol. Dalam lambang semua dijadikan satu dalam dugaan atau tafsiran.

Jari jempolku tetap manis dalam dunia maya dan tetap kasar dalam dunia nyata. Jadi, yang nayata tetap nyata dan yang maya tetap maya. Maya dan nyata tetap beda. Seperti jempol dan lambang jempol. Keduanya berbeda dan tidak perlu disamakan. Keduanya tentu bisa dilambangkan. Diberi lambang. Tetapi lambang tidak sepenuhnya mewakili objek yang dilambangakan.

Salam jempol manis

PA, 28/6/13
Gordi

Pergi. Kata yang membuatku sedih. Sedih karena engkau meninggalkanku. Kau pergi dan aku tinggal. Bahkan kau tinggalkan daku. Kau berjumpa teman baru dan aku tak dapat apa-apa. Aku dan kamu sudah akrab. Tapi, lagi-lagi kau pergi tinggalkan daku.

Kau pergi untuk kembali. Kamu memang pergi. Pergi meninggalkan aku. Tetapi aku tetap berharap kau akan kembali. Dan itulah harapanku, kau akan kembali. Kau pergi namun kembali. Bahkan kau pergi untuk kembali.

Kau pergi dan meninggalkan kenangan indah di sini bersamku. Kau tinggalkan semuanya. Bagimu, tiada lagi yang berharga yang sudah kita jalin bersama. Kita sama-sama menilainya itu berharga. Amat berharga. Namun, yang berharga—dalam sekejap mata—menjadi tak berharga. Yang berharga itu kini menjadi yang hampa. Dan itulah yang membuatku sedih dengan kepergianmu.

Kau pergi dan meninggalkan semua yang berharga. Bagimu, pergi dengan melupakan semua kenangan indah selama kita bersama menjadi sebuah harapan. Karena jika kau bawa kenangan kita, kau tak bebas lagi menemukan kebersamaan baru di sana. maka, pesanku, tinggalkan kenangan indah kita bersama. Biarlah kau pergi dengan hampa kenangan. Kelak, kamu akan mendapat pengalaman baru di sana. dan itu akan menjadi kenangan indah kala engkau meninggalkan tempat itu.

Kau pergi untuk kembali. Harapanku, kamu akan kembali lagi. Aku ingin kita bersama. Engkau memang akan pergi. Harus pergi. Tetapi aku berharap kebersamaan kita tidak berakhir. Entahkah kau menemukan teman baru di sana. Berelasilah dengannya sampai kalian bisa akrab. Aku akan mendoakanmu dari sini. Belajarlah dari teman barumu, budaya barumu, bahasa barumu. Siapa tahu itu menjadi bekala, kelak, ketika engkau kembali bersamaku. Aku tak minta apa-apa padamu, selain pergi untuk kembali.

Betapa aku rindu kamu kembali. Kamu belum lama di sana, baru akan mau berangkat. Tapi, pikiranku sudah menjauh, angan-anganku melayang. Dalam hati kecil kubertanya, kapan kau kembali? Akankah kita emngulang kenangan indah bersama? Aku harap kamu kembali. Itu saja pesanku. Yang lain hanya bumbu perjalanan. Intinya, aku harap kau kembali. Aku merindukanmu, mengharapkanmu, bahkan memintamu untuk kembali lagi.

Kau pergi meninggalkan kenangan yang lama. Bawalah dirimu yang hampa. Isilah tenaganya agar siap menerima hal baru. Itulah bekalmu dalam kepergianmu ini. Selamat jalan dan salam sukses.

*Obrolan siang

PA, 2/3/13
Gordi

FOTO, pman26.files.wordpress.com
Fisik tua, pikiran muda. Itulah gambaran yang kuberikan pada kakek itu. Saat kami menikmati eskrim di sebuah gelateria (tempat jual gelatto atau eskrim), dia masuk. Dia melihat kami dengan serius. Mungkin karena kami orang baru. Memang, kami baru masuk daerah pegunungan itu untuk pertama kalinya tahun ini. Tahun lalu, kami masuk daerah ini, tetapi tidak sampai di sini. Hari ini, kami sampai di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut, kali lalu hanya sampai 300 meter. 

Kami tak banyak bicara. Maklum, masing-masing sedang menikmati eskrim-nya. Pendakian tadi membuat kami ingin berhenti sejenak. Apalagi matahari sore di musim semi tampak cerah dan sedikit menyengat. Kami sebenarnya tidak terlalu haus dan capek. Tetapi, sopir sekaligus guide kami sengaja memarkir mobilnya. Ada gunanya juga. Kami turun dari mobil dan masuk ice-cream shop. Di sana, kami bertemu dua bapak. Keduanya tentu bekerja di gelateria ini. Satunya sebagai pelayan bar, satunya lagi bagian kasir. Kami berdialog sebentar lalu kami membeli eskrim.

Saya memilih untuk menikmati eskrim ini sambil melihat-lihat koran yang ada di atas meja. Kebetulan, di dekat saya ada seorang bapak yang sedang membaca koran juga. Mumpung belum ada pelanggan, dia manfaatkan waktu yang ada untuk melihat koran. Lalu, saya juga mulai melihat-lihat koran itu.

Membaca mungkin menjadi bagian dari kehidupan mereka. Di ruangan itu, ada banyak koran dan majalah. Bahkan, di tiga meja yang ada, masing-masing ada satu koran dan beberapa majalah. Saya salut. Mereka menyediakan koran lokal, koran setingkat provinsi, dan koran nasional. Padahal, daerah iini letaknya di pegunungan. Jauh dari pusat kota.

Mungkin itu juga yang membuat bapak tadi datang dan terheran-heran melihat kami. Fisiknya tua namun pikirannya muda. Entah dia masih heran dengan keberadaan kami. Mungkin dia bertanya, ada apa dengan orang asing ini. Orang Asia lagi. Apakah mereka nyasar di sini?

Setelahnya, dia mengambil kacamatanya lalu mulai membaca. Saya perhatikan cara dia melihat koran itu. Dia buka dari halaman pertama. Melihat dan membaca tanpa suara. Yang tidak menarik kiranya dia lewatkan atau hanya lihat judulnya. Dalam waktu sekitar 15 menit, dia sudah selesai melihat satu koran itu. Lalu, dia membolak-balik koran berikutnya. Tampak sekali bahwa dia sudah terbiasa membaca koran itu. Mungkin dia sudah tahu rubrik-rubriknya. Saya tidak heran dengan ini. Yang saya heran adalah kemampuannya untuk memerhatikan dengan cepat isi koran itu. Dialah gambaran orang yang fisiknya tua tetapi pikirannya muda.

Dari mana saya tahu kalau pikirannya muda? Dari cara membaca korannya. Orang muda biasanya membaca dengan cepat atau sepintas saja. Dan, dia yang umurnya tua ini juga melakukan hal sama. Saya perhatikan beberapa orang tua lainnya yang membuka kora pelan-pelan. Ah tentu orang tua tidak bisa disamakan. Semua punya cara untuk menyimak isi koran harian. Dan dia ini adalah salah satu di antara orang yang berfisik tua namun berpikiran muda.

Tiga puluh menit berlalu, kami pun beranjak pergi. Saya memberi salam pada mereka dengan bahasa Italia. Mereka kaget, “Rupanya bisa berbahasa Italia,”kata bapak tua yang dengan cepat menyimak koran tadi. Saya tersenyum lalu melambaikan tangan.

Terima kasih Pak. Hanya dengan gerakanmu yang tidak menggurui itu, kamu berhasil menularkan kebiasaan yang kami butuhkan yakni membaca. Semoga saya dan kami kaum muda bisa seperti kamu, rajin membaca dan tak pernah merasa puas. Fisik boleh tua, tapi pikiran tak boleh jadi tua.

PRM, 20/5/15
Gordi

FOTO ilustrasi, infojambi.com
Jadi rakyat kok sakit. Emang gak ada rumah sakit yang bisa ubah sakit jadi sehat? Ya tetap saja sakit. Sakit gara-gara jadi rakyat di negeri ini. Kalau rakyat sakit, itu artinya ada yang tak beres. Entah rakyatnya yang memang tidak tahu jaga kesehatan atau pemerintahnya yang tidak pandai menyehatkan warga yang sakit. 

Baru saja menyapa teman di facebook. Ngobrol sebentar seputar situasi terkini di kampung halaman. Didahului dengan kabar terkini dari kami. Kami baik-baik saja. Sehat walafiat. Teman yang bekerja di Pulau Dewata ini bertanya, kapan telepon ke rumah? Saya telepon terakhir kali bulan lalu. Belum telepon untuk bulan ini. Kami memang beda. Dia, katanya, sering telepon ke rumah. Maklum, dari Bali bisa telepon setiap saat ke rumah. Dia beda dengan saya, yang tak hobi telepon berkali-kali jika tak perlu. Jika perlu, dua atau tiga kali pun, saya bisa telepon dua atau tiga kali ke rumah. Tapi jarang sekali. Toh, semuanya berjalan baik-baik saja.

Karena dia sering telepon ke rumah, saya tanya kabar darinya. Dia menyinggung masalah yang sudah lama kami bahas. Soal jalan raya dan listrik. Hari gini masih bahas jalan raya dan listrik? Beginilah kehidupan di kampung. Orang kota mungkin kaget. Tapi, orang desa tidak kaget. Seperti orang desa memandang orang kota, tidak perlu kaget. Orang desa dengan keterbatasannya dalam teknologi canggih tidak perlu banyak kaget apalagi khawatir tentang hidup harian. Sebab, tanpa teknologi pun sebenarnya hidup harian tetap bisa dijalani. Bukan pembelaan tapi pujian. Maklum, saya orang desa yang pernah dan selalu merasakan indahnya kehidupan di desa.

Jalan raya sudah dikerjakan namun belum sampai di kampung. Listrik juga demikian. Instalasi sudah dipasang di tiap rumah, tiang listrik sudah didatangkan, namun pekerjaan terganjal. Jalan tidak dilanjutkan. Listirk dibiarkan berhenti di tengah jalan. Lalu saya tanya, mengapa?
Jawab teman saya, untuk jalan mungkin dilanjutkan tahun 2016, sesuai program Jokowi. Untuk listrik, ada masalah teknis antara kepala PLN di kecamatan dan kontraktor yang mengerjakan proyek ini.

Saya lalu menyambung, hemmm ini namanya perjanjian. Dalam dunia politik, janji adalah harta emas. Dengan janji, politikus bisa menjual idenya. Ide yang membuat masyarakat terbius dalam kebahagiaan dan kenikmatan hidup. Janji kampanye politik ibarat narkoba yang selalu menawarkan kenikmatan sepanjang waktu. Meski nikmat, janji itu sebenarnya pahit. Pahit sekali. Dan, itulah sebabnya, saya membalas kepada teman saya, beginilah sakitnya jadi rakyat di negeri ini.

Dia setuju jika janji itu menyakitkan. Jalan dan listrik yang diprogramkan itu sudah dimasyarakatkan sejak beberapa tahun lalu. Sebelum pemilihan bupati yang sebentar lagi berakhir masa jabatannya ini, program itu sudah dikabarkan pada masyarakat. Dan, politik itu betul-betul datang sebelum makan siang dimulai. Menjelang akhir masa jabatan, pemerintah berusaha menggenapi janjinya. Janji yang menciptakan janji baru lagi. Di mana-mana pekerjaan di menit-menit tterakhir biasanya tidak membuahan hasil memuaskan. Dan benar, jalan dan listirk itu pun tidak tuntas.

Boleh jadi ketidaktuntasan itu jadi harta emas para politikus untuk berkampanye menjelang pilkada nanti. Dengan itu, dia bisa bermulut manis di hadapan pemilih. Ah, rakyat selalu jadi korban janji manis. Sakitnya menjadi rakyat di negeri ini. kalau begini terus, di bawa ke mana negeri ini?

Jakarta mungkin terlalu jauh menjangkau pelosok negeri ini sehingga penguasa di pelosok dengan langkah kaki lenggang menguasai rakyatnya semau gue.

Salam cinta rakyat.

PRM, 9/5/15
Gordi

Gambar dari nonstop-online.com
Anggun rupanya sudah memebaca reaksi rakyat Indonesia atas surat terbukanya. Surat yang dia tulis sebelumnya berisi penyesalannya atas praktik hukuman mati di Indonesia. Di situ, dia menyatakan ketidaksetujuannya atas hukuman mati. Dia juga memohon kepada presiden RI untuk tidak mempraktikkan hukuman mati ini. Surat itu pun ibarat petir di siang bolong bagi warga dunia maya.

Warga dunia maya dari Indonesia memberi tanggapan. Banyak yang setuju dan sependapat dengan Anggun. Ada juga yang tidak setuju. Ada yang bahkan mengecam isi surat itu. Ada juga yang mempertanyakan latar belakang surat itu. Ada yang menduga, surat itu ditulis karena ada warga Prancis yang jadi calon terpidana mati di Indonesia. Dengan demikian, Anggun tentunya ingin membela warga negaranya ini. Anggun yang berdarah Indonesia-Jawa ini sudah pindah ke Prancis. Dalam suratnya dia memaparkan latar belakang budaya aslinya dan kemudian seperti membanggakan bahwa dia sudah lama tinggal di Prancis. Dia memang sudah warga Prancis. Seperti kita ketahui, Indonesia tidak mengenal kewarganegaraan ganda. Maka, Anggun yang berkewarganegaraan Prancis itu, di Indonesia tidak dianggap sebagai WNI lagi. Entah, di Prancis sana dia juga masih dianggap WNI.

Hari ini, Anggun menulis tanggapan lagi. Tanggapannya ditulis dalam bahasa Indonesia dan diberi judul bahasa Inggris. Entah mengapa demikian. Dipahami saja, Anggun ‘orang internasional’ yang tinggal di Prancis. Tapi, dalam surat itu tidak satu kata pun bahasa Prancis. Malah, bahasa Inggris dan sebagian besar bahasa Indonesia.

Isi Surat Anggun
Menarik menyimak surat Anggun kali ini. Dia mengatakan sekali lagi, dia mendukung pemberantasan narkoba. Dia mengecam koruptor yang membantu memasukkan agen narkoba ke Indonesia. Dia juga ingin mendukung proyek untuk membantu keluarga korban narkoba. Dia mendukung hukuman seberat-beratnya kepada gembong narkoba. Tetapi, dia tidak setuju jika gembong narkoba dibunuh. Dia berargumen, nyawa manusia hanya bisa dicabut oleh Allah saja.

Tampak Anggun menghormati hak hidup manusia. Hak hidup yang menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Anggun memang bekerja sama dengan PBB sebagai pembela HAM. Kiranya tidak ada yang membantah misi Anggun sebagai pembela HAM, juga misi PBB. Namun, benarkah Anggun pembela HAM?

Mempertanyakan peran Anggun sebagai Pembela HAM
Katanya, Anggun adalah pembela HAM. Dia katakan dengan jelas dalam suratnya. Bisa dipahami jika Anggun juga ikut membela warga Prancis yang jadi calon terpidana mati di Indonesia. Jelas juga jika Anggun membelanya karena calon korban adalah teman warga negaranya. Tetapi, pertanyaannya mengapa Anggun hanya membela calon itu? Jika benar pembela HAM, mengapa tidak membela yang lainnya? Mengapa Anggun yang berdarah Indonesia-Jawa itu tidak ikut membela warga Negara Indonesia yang ikut terbunuh di luar negeri?

Salut dengan pembelaan Anggun terhadap kehidupan terpidana. Tetapi, semestinya Anggun dan rekan kerjanya PBB membela sampai tuntas. Jangan hanya membela untuk warganya saja. PBB itu badan internasional dan sebaiknya bekerja di level internasional. Jangan bekerja sampai penduduk dunia memberi kesan PBB bekerja sebagian saja.

Seperti PBB, Anggun juga mestinya demikian. Jika darahmu Indonesia-Jawa, bela dunk warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati. Jangan hanya membela warga negaramu saja. Dan, lebih dari membela calon korban terpidana, sebaiknya Anggun bekerja dalam metode yang lain juga.

Anggun sebagai pembela HAM sebaiknya ikut memberi penyuluhan agar narkoba tidak merajalela seperti barang dagangan. Anggun sebaiknya ikut memberantas perdagangan narkoba. Begitu kan Anggun, kalau mau benar-benar jadi pembela HAM.

PRM, 2/5/15
Gordi


Segala sesuatu ada hikmahnya. Sejelek apa pun tindakan bahkan yang merugikan sesama tetap berhikmah. Bisa saja hikmahnya sederhana saja. Dari tindakan jelek yang kamu lakukan, perbaikilah tindakanmu agar tidak jatuh dalam kejelekan lagi. Demikian juga dengan judul tulisan ini. Boleh saja menafsir, emang ada hikmahnya setelah hukuman mati itu dijatuhkan? Emang membunuh manusia itu baik? Emang kamu berhak mencabut nyawa manusia yang dalam pandangan berbagai keyakinan hanya Tuhan yang berhak mencabutnya? Indahnya berargumentasi itu seperti ini.



Hukuman mati yang dilakukan Indonesia rupanya membuat dunia gempar. Segempar guncangan gempa di Nepal. Indonesia menjadi terkenal seketika. Indonesia memang sudah terkenal dari dulu. Bahkan, akhir-akhir ini lebih terkenal juga karena di mata pengamat ekonomi internasional, Indonesia patut diacung jempol. Pertumbuhan ekonominya bagus. Meski pengamat ini sebenarnya bisa keliru. Coba kamu mengamati di Indonesia, di sana akan lain. Di sana memang ada orang kaya tetapi ada juga yang miskin. Jadi, kalau pertumbuhan ekonominya bagus, tidak berarti bagus untuk seluruh Indonesia. Bagusnya itu ya di lingkaran emas ekonomi Indonesia. Tentu di Jakarta.

Indonesia juga terkenal karena orang kayanya sudah mulai tampil di kancah perdagangan internasional. Lihat klub terkenal Italia, Intermilan, mayoritas sahamnya milik orang Indonesia. Belum hitung di tempat lain. Indonesia dalam hal ini tidak bisa dianggap negara berpenghasilan rendah. Semua ini membuat warga Indonesia bangga akan bangsanya. Lebih bangga lagi ketika orang asing melihat orang Indonesia bukan sebagai penduduk kelas bawah alias penduduk tak berpenghasilan.

Indonesia lebih terkenal lagi setelah hukuman mati ini benar-benar dilakukan. Dan, lebih heboh ketika korbannya adalah orang asing. Mungkin kalau hanya orang Indonesia sendiri, hebohnya tidak seperti ini. kehebohan yang tentu saja di satu sisi menjadi keanehan. Seperti orang sendiri berkomentar, kalau orang Indonesia di luar negeri dihukum mati, tidak ada protes dari pihak internasional. Ini berarti pihak internasional yang berprotes itu rupanya hanya ingat dirinya sendiri saja. Ibarat bisnis, kalau mulai rugi baru bilang, saya bangkrut. Kalau banyak untung, hanya dibilang, cukup.

Beberapa teman orang asing juga bertanya pada saya. Mengapa Indonesia begitu menghukum mereka. Saya sudah paparkan situasi Indonesia saat ini. lalu, ada yang menambah, Indonesia rupanya tidak main-main dengan ini (kasus narkoba). Memang, Indonesia tidak main-main dengan hal ini. Indonesia tegas dengan hal ini, seperti tampak dalam keputusan Jokowi. Lepas dari pro dan kontranya keputusan ini, Jokowi menampilkan pemimpin yang tegas. Sekali jawab A tetap A. Rasa-rasanya tidak banyak pemimpin Indonesia seperti ini. Jokowi dalam hal ini seperti Soekarno. Jawaban Jokowi, pihak internasional harus menghormati hukum di Indonesia. Presiden sebelum Jokowi kiranya jarang yang membuat keputusan setegas ini khususnya dalam kasus narkoba. Pengamat media yang kritis bisa mengajukan pertanyaan, ke mana saja pemimpin sebelumnya yang tidak tegas dengan kasus narkoba seperti ini?

Bukan berarti pemimpin sebelumnya tidak bertindak tegas. Sudah banyak yang ditangkap dan dimasukkan ke penjara. Sayang seperti diiming-iming dengan uang, korban ini pun bisa dilepaskan lagi. Pengajuan pembebasannya diterima. Jadilah, dia berpesta lagi dengan udara kebebasannya. Dalam hal ini, hukum seperti main-main saja. Karena main-main, hukum menjadi barang mainan yang bisa dibeli dengan uang.
Hukuman mati yang dibuat Indonesia ini membuat banyak orang berdiskusi. Di dunia maya, ramai diperbincangkan. Dari pro sampai kontra. Saya tidak membahas pro dan kontranya. Saya lebih tertarik dengan proses berargumennya. Ada yang pro dengan berbagai alasan. Ada pula yang kontra dengan berbagai alasan. Dan, bukan saja antara sesama orang Indonesia saja. Bahkan, orang di luar Indonesia juga. Bukan saja pemimpin Australia yang dekat dengan Indonesia. Pemimpin Prancis dan Inggris juga siap-siap strategi. Ramai-ramai berargumen. Semoga Indonesia terutama Jokowi sebagai pemimpin tetap tegas menghadapi semua ini.

Teman saya mengatakan kalian tidak berani membunuh tahanan Prancis karena Prancis sudah mengancam. Prancis melalui media-medianya memang memberi semacam sinyal kepada Indonesia. Bahasa halusnya ada konsekuensinya jika Indonesia membunuh warga Prancis ini. Saya setuju tentu ada konsekuensinya. Tetapi, saya jawab, kamu pikir Indonesia gentar dengan ancaman itu? Kalau memang warga Prancis itu betul-betul bersalah dan sudah dijatuhi hukuman mati, Indonesia akan membunuhnya.

Dia lalu diam dan mencari argumen lain. Kalau warga Amerika, pasti kalian tidak bunuh. Untuk menyenangkannya, saya jawab, warga Amerika kami lepaskan saja, tetapi kami akan membunuh warga negaramu (nama negaranya tidak perlu ditulis) yang membawa narkoba ke Indonesia.

Hukuman mati ini tidak saja menggetarkan dunia. Tetapi, juga membuat banyak orang berdiskusi dan berargumen, bahkan berdebat panjang.

Salam akhir bulan.

PRM, 30/4/15
Gordi

gambar dari internet
Gempa Nepal menjadi berita hangat di seluruh dunia. Dunia seolah-olah satu hati karena gempa ini. Berbagai peristiwa memang menghiasi media masa internasional hari-hari ini. Namun, dua hari terakhir, gempa Nepal menjadi topik teratas.

Gempa Nepal memang memakan korban. Ratusan orang meninggal. Belum yang menderita, hilang begitu saja, menunggu pertolongan, dan masih terjepit benda berat. Jumlah ini besar. Manusia seolah-olah tak berarti di hadapan musibah alam seperti ini.

Banyak yang berteriak histeris, menangis, takut, dan sedih. Semua karena gempa. Teriakan penyesalan, teriakan stress, teriakan tanda kecewa. Sedih karena kehilangan sahabat, teman, keluarga. Takut karena terjadi gempa lagi, takut ditimpa reruntuhan, takut masuk jurang, masuk lubang menganga. Dalam keadaan gempa seperti ini, semua serba tak tentu. Memang demikianlah adanya.

Gempa Nepal ini seperti gempa Yogyakarta tahun 2006 yang lalu. Saya membayangkan penderitaan rakyat Nepal dan negara sekitar yang jadi korban. Teringat Yogya kala itu. Menjadi calon korban saat itu. Untunglah selamat. Dari calon korban jadi relawan. Semua berangkat dari suasana tak tentu. Menjadi relawan saat itu menjadi kilas balik. Menentukan sikap yang tepat di saat yang tidak tentu. Maka, dari ring road utara ke Bantul dan Ganjuran. Dari Gunung Kidul ke Imogiri. Dari Godean ke ring road selatan.

Gempa Nepal bukan saja jadi topik hangat media. Gempa ini membuka mata dunia. Dunia sepertinya diundang untuk berbuat sesuatu terhadap sesama. Gempa Nepal mengajak penghuni planet bumi untuk bersatu. Tidak ada persaingan. Tidak ada peperangan. Tidak ada saling tuduh.

Gempa ini mengajak untuk saling bantu. Saling berbagi. Tidak egois. Tidak saling angkat senjata. Tidak saling menguji kekuatan bom. Tidak. Gempa Nepal mengajak dunia bersatu. Dunia seakan-akan tidak berarti di hadapan kekuatan alam. Memang dunia hanya mampu bergerak setelah alam bergejolak. Gejolak alam selalu lebih besar dari kekuatan manusia. Maka, mari kita bantu rakyat Nepal dengan cara kita masing-masing.

Dunia yang akhir-akhir ini seperti tutup mata, kini bangun. Memang saatnya untuk bangun dari tidur. Saatnya untuk berangkat ke Nepal, membantu rakyat Nepal. Jadi ingat Jepang. Bangsa yang gigih membantu korban gempa. Bukan saja ketika negerinya jadi korban. Dia bergegas kala bangsa lain jadi korban. Jepang, Nepal, Asia, bersatu.

Salam salut untuk para relawan.

Turut berduka untuk keluarga para korban.

PRM, 26/4/15
Gordi


gambar dari google menulisberita-rihad.blogspot.com
Pagi-pagi sudah tengok. Tengok apa yah…. Tengok apa saja boleh. Kalau akutengok berita di koran. 

Ya koran. Koran yang menggoda bak gadis cantik. Koran itu membuatku duduk sebentar dan membuka halaman demi halaman. Nah koran ini membuat saya kecanduan. Candu untuk duduk.

Kalau sudah duduk, berat untuk berdiri. Bisa berdiri jika semua halaman sudah terlihat. Kadang-kadang kalau ada berita menarik numpang sebentar. Baca dulu. Yang lain tinggal melihat judulnya saja.

Meski waktu untuk membaca koran ada. Biasanya setelah makan siang dan malam. Ini waktu yang saya sediakan. Sambil menunggu makanan masuk ke perut, mata dan otak bekerja.

Membuka halaman koran dan membaca isinya. Satu per satu akhirnya tuntas. Kalau pun belum masih ada waktu setelah makan malam atau sore hari.

Tetapi koran itu tetap saja menggoda. Mengulur waktu di pagi hari gara-garakepengen membaca koran. Okelah mau membaca. Tidak dilarang. Tetapi perhatikan juga waktunya. Pagi hari adalah waktu untuk bekerja. Mengerjakan tugas utama.

Pagi-pagi sudah tengok. Tengok berita. Padahal masih banyak anak-anak dan pemuda dewasa di daerah terpencil yang tidak membaca koran. Jangankan koran bahan bacaan lain saja susah didapat. Buku bacaan tidak ada. Majalah juga tidak ada. Kalau pun ada ya bekas saja.

Tetapi yang lebih parah adalah mereka yang tidak punya niat untuk membaca. Ini berbahaya. Ada koran dan buku bacaan pun belum tentu mereka baca.

Yang penting adalah niat untuk membaca. Kalau niat ini ada, bacaan dan koran pun akan dicari sampai dapat. Niat membaca ini seperti candu rokok. Berapa pun harganya, perokok candu ini akan membelinya.

Andai pecandu rokok di negeri ini sekaligus juga pecandu baca, tidak ada lagi labelmasyarakat buta huruf. Semua bisa membaca. Bisa mengembangkan wawasan berpikir.

PA, 5/1/13
Gordi

Pagi-pagiSudah Ditengok….

gambar dari google bisnis.liputan6.com
Untung sekali malam ini saya membuka email. Biasanya memang saya jarang mengecek email. 

Ada dua email yang saya pakai. Satu yahoo dan satu google. Yahoo sering dicek karena ini email yang sering digunakan. Apalagi kompasiana juga memakai email ini.

Google dibuat karena yahoo tidak bisa mengirim file yang agak besar. Lama kelamaan google ini dipakai untuk mengirim file yang besar. Juga untuk mengirim pesan ke sahabat dan teman yang mempunyai akun google.

Enam hari lalu saya mengirim email kepada seorang sahabat. Saya meneleeponnya setelah mengirim. Dia pun menjanjikan akan mengecek.

Rupanya dia lupa mengecek. Saya menunggu email konfirmasi tetapi tidak ada. Saya mengira terjadi kesalahan tetapi tidak menemukan kesalahan. Hari ini saya berniat untuk mengecek. Dan ternyata benar. Ada pesan di kotak masuk. Pesan dari dia. Ternyata file yang saya lampirkan hilang.

Hari ini kami dipertemukan lagi. Dia mengecek duluan dan saya kemudian. Saya melengkapi file yang diminta.

Beruntung cepat dicek. Kalau tidak, saya dan dia kewalahan. Saya mungkin yang paling kewalahan. Sebab, tidak lama lagi file itu akan dijadikan bahan untuk didiskusikan. Penting sekali mengecek email setiap hari.

PA, 4/1/13
Gordi

JanganLupa Cek Email Anda






gambar dari google www.republika.co.id
Pemerkosa! Kata yang sering muncul di media massa akhir-akhir ini. Pemerkosaanmemang marak terjadi. 

Dalam negeri juga luar negeri. India adalah salah satu negara yang terkenal dengan kasus pemerkosaan. Entah mungkin ada negara lain tetapi India sudah terkenal. Boleh jadi di tempat lain banyak juga tetapi media belum melaporkan.

Pemerkosa di India itu keterlaluan. Jumlahnya lebih dari satu. Bayangkan betapa menderitanya korban perkosaan mereka. Mahasiswi kedokteran. Bukan hanya diperkosa, mahasiswi ini juga diancam digilas bus. Apa yang dicari para pemerkosa itu?
Pemuasan nafsu seksuksual? Harta? Ataukah ada dendam kesumat?

Mengikuti perkembangan beritanya, kasus ini berkategori kriminal. Boleh jadi ada alasan lain selain hanya mau memerkosa dan mengambil harta benda korban. Seburuk itukah pengamanan di India?

Sebenarnya bukan hanya di India. Kasus pemerkosaan bisa terjadi di mana saja.Kapan saja. Oleh karena itu, setiap orang perlu waspada.

Korban paling banyak adalah kaum hawa. Banyak tips yang ada untuk menghindari kasus seperti ini. Tinggal saja pilih yang sesuai. Perlu kenal situasi dan kondisi. Sebab, satu jurus tak mungkin berlaku untuk semua.

Tetapi pesan untuk kaum adam adalah jangan jadi pemerkosa. Sekali jadi pemerkosa, akan ketagihan untuk melakukan hal yang sama. Setelah itu, siap-siaplah masuk penjara. Atau kena hukuman yang setimpal. Kalau pihak korban menuntut untuk dihukum mati, siap-siaplah. Segala bentuk kejahatan ada hukumannya.

PA, 3/1/13
Gordi

Hukuman Mati Untuk Pemerkosa?



foto ilustrasi dari internet
Pepatah memberi makna tersendiri dalam dunia bahasa. Bahasa yang kaya pepatah adalah bahasa yang kaya makna. Pepatah bahkan bukan saja permainan kata tetapi menyentuh dunia nyata. Bahasa memang mesti menyentuh dunia nyata.

Baru saja teringat pepatah, jauh di mata dekat di hati. Bisa ditebak ini adalah pepatah tentang cinta. Cinta antara dua insan yang berjauhan. Memang benar. Saya baru saja menyampaikan pepatah ini pada teman saya yang sedang berjauhan dengan kekasihnya. Berjauhan tempat tinggal dan bukan berjauhan lalu memutus hubungan. 

Jauh di mata dan dekat di hati bukan saja pepatah tentang cinta. Pepatah ini bisa bermakna harapan. Inilah yang juga disampaikan seorang teman saya. Dia sedang berjauhan dengan sahabatnya dan ingin sekali bertemu meski hanya sebentar. Katanya, sudah lama mereka berpisah. Saat di SD saja mereka dekat. Setelahnya masing-masing mengambil jalan sendiri. Baru bertemu lagi dunia maya.

“Semoga liburan tahun ini mempertemukan kami,” gumamnya saat ditanya apa maunya. Kata-kata ini adalah kata-kata harapan. Mereka belum bertemu tapi sudah menaruh harapan. Bisa saja mereka bertemu namun bisa juga tidak. Tapi, satu hal sudah mereka buat, rencana untuk bermtemu. Rencana di atas harapan.

Harapan memang mesti dikumandangkan lebih dulu. Bagi penyuka real madrid, harapan untuk menang boleh dan bahkan harus dilayangkan meski saat tulisan ini dibuat atletico madrid masih unggul. Demikian juga bagi penyuka klub atletico madrid, harapan untuk memang boleh dan harus diungkapkan sekarang saat posisi mereka unggul atas real madrid.

Saat ini boleh-boleh saja mengagungkan jagoan. Sah-sah bukan? Tanpa merugikan jagoan lain. Kita mengangungkan jago bukan untuk menjatuhkan jagoan lainnya tapi sekadar menomor-satukan jagoan kita. Sekali lagi, bukan meremehkan jagoan lain.

Sebentar lagi Indonesia akan mengadakan pemilihan presiden. Kita sejak sekarang boleh mengagungkan jagoan kita. Bahkan harus memberi harapan pada pasangan yang kita anggap pas untuk presiden. Tapi, itu dilakukan tanpa menjelekkan pasangan lain yang bukan jagoan kita. Kita tetap menghormati baik pasangan Jokowi-Jusuf maupun Prabowo-Hatta.

Siapa pun yang memang, itulah presiden kita. Kita hanya memberi harapan saat proses menuju pemilihan. Harapan itu juga yang kita yakini saat menonton Real Madrid melawan Atletico Madrid. Sebentar lagi, kita akan tahu, siapa pemenangnya. Jadikan mereka yang menang sebagai bagian dari harapan kita. Jauh di mata dekat di hati.

Prm, 25/5/14
Gordi

*Dimuat di blog kompasiana pada 25 Mei 2014

foto ilustrasi oleh Charles Jeffrey Danoff
Baru-baru ini ada survei tentang jumlah publikasi ilmiah tiap negara di jurnal internasional. Publikasi itu merupakan hasil penelitian para ahli. Ternyata dari Indonesia amat sedikit. Kalau pun jumlah peneliti Indonesia banyak, itu masih dirasa kurang kalau dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia. Selain itu bisa juga terjadi bahwa belum banyak peneliti Indonesia yang memublikaskan hasil penelitiannya di jurnal berskala internasional. Ini berarti bahwa Indonesia masih kekurangan penulis dan peneliti.

Harapan ke depannya peneliti Indonesia mesti bertambah sehingga publikasi bertambah. Peneliti dituntut untuk memublikasikan hasil penelitiannya di jurnal internasional.

Saya sebagai mahasiswa amat sedih membaca tulisan itu. Menjadi penulis memang tidak gampang. Padahal pelajaran menulis diajarkan sejak sekolah dasar. Pelajaran itu dikembangkan selama belasan tahun bagi mereka yang menamatkan pendidikan sekolah menengah. Idealnya tamat dari sekolah menengah siswa Indonesia harus bisa menulis. Waktu yang cukup sebenarnya untuk berlatih menulis.

Menulis untuk jurnal internasional membutuhkan perhatian yang cukup besar. Kalau orang sering menulis tugas itu bisa tercapai. Jadi, kuncinya adalah pernah dan sering menulis. Menulis dari hal yang kecil. Lama-lama akan terasah. Banyak penulis berkaliber mengakui kalau tulisan yang bagus muncul dari latihan yang berkelanjutan. Menurut mereka, tidak perlu khawatir dengan hasil tulisan pertama di media massa. Lebih baik dinilai tulisannya jelek daripada tidak pernah menulis sama sekali.

Saya bersyukur bisa bergabung di blog keroyokan kompasiana ini. Kalau dihitung, jumlah penulis di blog ini bertambah. Dengan demikian jumlah tulisan juga bertambah tiap hari. Kompasiana menjadi media untuk berlatih menulis bagi masyarakat Indonesia. Kita patut berterima kasih kepada Kompas Gramedia yang menyediakan fasilitas ini. Bayangkan kalau blog ini bisa dijangkau oleh setengah penduduk Indonesia. Kalau jumlah penduduk sekitar 200 juta maka pengguna blog ini 100 juta. Itu berarti bahwa jumlah penulis di Indonesai 100 juta. Dari 100 juta ini katakanlah 50%-nya bisa menulis di jurnal internasional. Maka, jumlah publikasi Indonesia bertambah. Jadi, sebenarnya Indonesia tidak kekurangan penulis.

Cempaka Putih, 26/11/2011
Gordi Afri

foto ilustrasi oleh  Ibnu Sofyan Al-Kumango
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengenal orang-orang yang dipimpinnya”.

Slogan ini dikenal luas oleh seluruh rakyat. Kiranya, tak ada yang mengelak jika slogan ini mempunyai pesan yang khas. Pemimpin mestI mengenal rakyatnya. Mengenal berarti mencintai rakyatnya. Cinta itu nyata dalam memperbaiki hidup rakyat. Bukan janji-janji.
Rakyat negeri ini tak pernah absen dari janji-janji yang digetolkan calon pemimpin. Namun, kenyataan masih jauh dari janji. Tak pelak jika beribu janji ini menjadi mimpi di negeri ini. Ya mimpi itulah yang sebenarnya digemborkan calon pemimpin kita. Jangan harap mimpi itu menjadi nyata. Mimpi itu akan menjadi refren lima tahunan. Mimpi yang menggema kuat ketika pesta demokrasi. 

Tibo lebih terkenal daripada para presiden
Pada Sabtu,3/12/2011 kemarin, saya bertemu dengan anak-anak yang kami dampingi. Saya bersama beberapa teman mendampingi mereka dalam hal belajar. Sedikit yang kami bantu, namun dari yang sedikit ini akan menjadi berarti. Kebetulan hari ini kami mempelajari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Seorang teman pendamping membacakan soal yang ada dalam buku pelajaran. Soalnya tentu tidak asing bagi seorang anak SD kelas V. Namun, alangkah terkejutnya saya ketika mendengar jawabannya. Soalnya demikian, siapa nama Presiden Indonesia sekarang. Soal ini masih berhubungan dengan soal sebelumnya, tentang nama-nama presiden Republik Indonesia sejak Soekarno.

Anak itu menggaruk-garuk kepalanya pertanda tidak bisa menjawab. Lalu, dia menoleh ke temannya dan berbisik, “Kok Titus Bonai ya yang muncul di pikiran saya.” Saya tertawa kemudian memandanginya. Ada rasa kecewa. Anak SD masih belum tahu nama presiden kita. Nama para pemain sepak bola malah dihafal. Saya bertanya padanya, apakah kamu kenal nama pemain lainnya? Dengan lantang dia menyebut Patrick Wanggai, Okto Maniani. Ketiganya adalah pemain sepak bola asal Papua, daerah yang diobrak-abrik para petambang. Memang tidak bisa dipungkiri kalau nama mereka begitu tenar. Sekarang masih bergema suasana pesta Seagames. Jangan heran kalau nama-nama itu yang masih kuat dalam benak anak-anak.

Tibo dkk memang dikenal karena kepiawaiannya dalam sepak bola. Sepak bola bagi rakyat kecil adalah sebuah tontonan yang indah dan menghibur. Negeri ini adalah negeri gila bola. Di mana-mana selalu ada pendukung klub tertentu. Tak jarang aksi mereka membahayakan, bahkan sama sekali tidak manusiawi, hingga menelan korban. Meninggalnya dua penonton di senayan adalah potret begitu tidak manusiawinya para pendukung sepak bola di negeri ini. Bukankah semua yang indah itu berujung pada menjunjung tinggi martabat manusia? Sekali lagi sepak bola adalah tontonan yang menghibur. Di tengah kepenatan rakyat akan situasi negeri ini, permainan tim nasional kita menjadi tontonan yang menghibur.

Bagaimana dengan pemimpin kita?
Boleh jadi pemimpin kita belum piawai memainkan perannya di negeri ini. Karena belum piawai, mereka belum  dikenal di kalangan masyarakat. Jangan-jangan presiden kita juga belum berbuat sesuatu yang membuat masyarakat merasa bangga. Lihat juga para pemimpin kita yang lain, anggota DPR, para menteri, para gubernur, para walikota dan bupati, dan pemimpjn lainnya. Apa yang mereka lakukan? Tibo dkk sudah mendahului kiprah pemimpin di negeri ini. Mereka lebih dulu dikenal di mata masyarakat ketimbang para pemimpin. Masyarakat melihat sesuatu yang menyentuh hidup mereka, bukan janji yang membuat mereka terus bermimpi.

Masyarakat kita beragam, petani, nelayan, pengusaha, dan sebagainya. Budaya kita juga amat kaya. Namun, siapa peduli dengan semua ini? Sekali lagi pemimpin kita boleh dibilang belum menyentuh kehidupan rakyat. Pemimpin kita diam ketika para nelayan ditangkap polisi Malaysia, pemimpin kita diam ketika TKI kita dihukum mati di negeri asing. Pemimpin kita tidak seperti Tibo dkk yang berjuang hingga akhir demi mengharumkan nama bangsa. Pemimpin kita mencari aman dengan mengimpor beras ketimbang mengangkat citra petani dan membantu mereka meghasilkan beras. Pemimpin kita diam ketika produk negeri tetangga membanjiri pasar lokal. Rakyat berjuang sendiri. Wahai pemimpin, masihkah kalian bermimpi??

Rakyat Menunggu
Rakyat Indonesia menunggu realisasi dari mimpi kalian. Berbuatlah sesuatu supaya rakyat mengenal kalian dari kerjanya dan bukan dari janjinya. Hanya segelintir pemimpin di negeri ini yang mjengenal rakyatnya. Rakyatnya pun mengenal pemimpin ini. Rakyat kota Solo pasti mengenal Pak Walikota, Joko Widodo, dan jajarannya. Pak Walikota melestarikan budaya sehingga kota Solo tetap menjadi kota budaya. Pak Walikota juga menyediakan sarana transportasi yang aman bagi rakyatnya meskipun mungkin belum memuaskan semua. Nama mereka selalu dikenang di mata rakyat kecil. Begitu juga dengan Dahlan Iskan, mantan Direktur Utama PLN, dan sekarang menjadi Mentri BUMN. Rakyat kecil tersentuh dengan programnnya misalnya pemadaman listrik mendadak makin berkurang. Juga, pembaruan meteran listrik. Sesuatu yang sederhana namun menjadi luar biasa karena menyentuh kehidupan rakyat.

Rakyat kecil menunggu kiprah para pemimpin. Pemimpin yang baik memang mesti mengenal rakyatnya.Tibo dkk  boleh jadi mengenal rakyat Indonesia sebagai masyarakat pecinta sepak bola. Maka, mereka berbuat sesuatu melalui permainan yang menarik ditonton. Inilah hiburan di tengah suasana kepenatan masyarakat. Selalu ada kesempatan bagi pemimpin untuk berbuat sesuatu sehingga dicintai rakyatnya. Tibo dkk hanya sekali saja, dalam seagames, namun langsung dicintai rakyat di negeri ini. Semoga pemimpin mendengar jeritan rakyat dan langsung menanggapinya sehingga nama mereka akan dikenang selamanya.

CPR, 6/12/2011
Gordi Afri


Powered by Blogger.