Halloween party ideas 2015
Showing posts with label KOMPASIANA 2. Show all posts

foto oleh Bambang Subaktyo
Lalu lintas kota Yogyakarta mulai padat. Ini terlihat pada antrian di beberapa perempatan.

Hari-hari ini memang banyak mobil pariwisata masuk kota Yogyakarta. Ini awal dari hari-hari wisata liburan Natal dan Tahun Baru.

Beberapa ruas jalan di sekitar perempatan Monjali dan Kentungan padat. Biasanya banyak mobil pariwisata menuju tempat wisata arah Kaliurang. Jangan heran jika jalan Kaliurang jadi padat.

Demikian juga dengan tempat wisata lain di sekitar kota Yogyakarta. Memang banyak orang luar kota masuk. Jangan heran tiket kereta api dan pesawat ke Yogya dan Jawa Tengah sudah penuh sampai akhir tahun.

Semoga petugas lalu lintas dan keamanan tetap menjaga suasana kondusif di kota budaya dan pelajar ini. Juga kota pariwisata.

Ternyata Jogja masih jadi daya tarik liburan akhir tahun. Selamat datang untuk pendatang dari luar kota. Atau warga Yogya yang tinggal di luar kota. Mari bersatu dalam keragaman.

PA, 23/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 12/12/14

foto ilustrasi oleh Kurniawan Biantoro
Hari ibu sudah lewat. Ternyata masih ada yang bertanya-tanya. Kok ibu ada harinya mana hari bapak? Kapan hari bapak dirayakan?

Tampaknya tidak terkenal hari bapak. Hari ibu masuk dalam kalender nasional. Lalu, mengapa hari bapak tidak ada?

Ya tampaknya tidak ada. Kalau pun ada boleh jadi tidak begitu terkenal. Apakah hari bapak juga mesti dimasukan dalam kalender? Apakah bapak-bapak protes karena tidak ada perayaan hari bapak?

Selama ini tidak ada protes. Ya…mungkin bapak-bapak tidak mau menuntut. Bapak-bapak juga sering tampil di muka sehingga tidak mungkin tidak terkenal. Sedangkan, ibu jarang tampil. Kalau pun sering tampil, tidak sesering bapak.

Tetapi jangan berkecil hati. Jangan sesekali menilai IBU lebih besar dari BAPAK karena Ibu mempunyai perayaan khusus dan Bapak tidak.

Perayaan ini bukan mau membedakan atau memilih mana yang berharga dan tidak. Tidak. Bapak dan ibu berharga untuk anak-anak. Mereka berdua sudah bekerja sama membesar dan mendidikkan anak-anak.

PA, 23/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 23/12/12

gambar dari google
Banyak orang menyanjung ibu hari ini. Ini karena hari Ibu. Kalau tidak kaum ibu hanya di belakang layar saja. 

Saaya terharu pada hari ini. Banyak ucapan melalui sms dan telepon menyinggung soal hari Ibu. Tadi pagi saya dapat kiriman beberapa pesan singkat di hp. Saya juga tak lupa mengucap selamat untuk ibu yang melayani kami di rumah.

Hari ini sosok ibu betul-betul dibanggakan, dibicarakan, disanjung, dan sebagainya. Memang ini kesempatan emas untuk meninggikan ibu. Tak ada salahnya. Toh ibu punya jasa besar. Tak ada bandingan dengan jasa mana pun.

Tetapi perayaan hari ini justru seremonial belaka. Sebab, setelah hari ini, ibu tidak ditinggikan lagi. Peran ibu memang banyak di belakang layar. Yang kerap tampil adalah kaum bapak dan anak lelaki.

Meski beberapa ibu sudah menjabat posisi tinggi di negeri ini, tetap saja, kesejahteraan kaum ibu kurang diperhatikan. Lihatlah di desa. Ibu melahirkan tanpa pertolongan bidan dan pihak medis lainnya. Di kota banyak ibu jadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Masih banyak kasus lain di mana ibu diinjak martabatnya.

Bolehlah menyanjung dan meninggikan sosok ibu. Hanya saja jangan hanya pada hari ibu. Sanjunglah dan hormatilah sosok ibu kapan dan di mana saja.

Selamat hari ibu…..

PA, 22/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 22/12/12

foto ilustrasi oleh Red Frame OmaQ.org
Hari ini diperingati sebagai hari ibu. Hari di mana setiap orang mengingat jasa ibu.

Semalam keponakan saya mengirim pesan. Dia menghargai dan menghormati jasa ibunya. Kalaimat terakhirnya adalah…Ibu jasamu besar, tak bisa dibalas dengan apa pun. Ini berarti jasa ibu besar sekali. Memang setiap orang merasa jasa ibu paling besar dari semua jasa yang ia terima.

Saya teringat akan teman-teman di panti asuhan. Tahun 2005-06 yang lalu, saya tinggal di panti asuhan di daerah Boro, Kulon Progo, Yogyakarta. Di sana ada panti asuhan yang dikelola oleh bruder FIC. Anak-anaknya beragam, datang dari berbagai daerah di Indonesia. Ada Papua, Timor Leste, Timor Barat, NTT, Kalimantan, Sumatera, dan Jawa.

Mereka tinggal di panti karena orang tua mereka tidak mampu mendidik dan membesarkan mereka. Tetapi pada umumnya mereka ini anak yang kehilangan orang tua. Orang tuanya bercerai atau juga meninggal. Beberapa di antaranya adalah korban perang di Timor Leste.

Saya mengingat mereka pada perayaan hari Ibu ini. Mereka tanpa ibu kandung. Mereka tidak merasakan kasih sayang ibu kandung. Di panti mereka diasuh oleh ibu asrama. Dengan ibu ini mereka sering bercengkerama layaknya ibu sendiri.

Tampak sekali bahwa mereka mendambakan bahkan memerlukan atau haus perhatian seorang ibu. Meski ibu asrama sudah memberi perhatian pada mereka, tetap saja, mereka kehausan perhatian. Sebab, tak mungkin ibu asrama memberikan sebagian besar perhatiannya untuk semua anak asuh. Paling-paling mereka dapat perhatian yang setara dengan sebagian dari yang mereka perlukan.

Meski demikian, kehadiran ibu asuh di panti membantu anak asuh. Dari ibu ini mereka mencicipi perhatian dan kasih sayang seorang ibu. Perhatian dan kasih sayang seorang ibu penting bagi seorang anak. Dengan kasih dan perhatian itu, seorang anak bisa bertumbuh dan berkembang dengan baik.

Salam hormatku untuk teman-teman di panti asuhan. Semoga ibu dan bapak asuh bisa memberikan perhatian dan kasih sayang untuk kalian semua. Terima kasih untuk ibu dan bapak yang menggantikan posisi ibu kandung di asrama. Jasa kalian besar untuk anak didik di panti asuhan. Semoga teman-teman panti merasa cukup atas perhatian dan kasih sayang diberikan oelh ibu-bapak-pendamping serta pengelola panti asuhan.

Dan, salamku untuk semua ibu terutama ibu saya di rumah yang telah membesarkan kami anak-anakmu. Jasa kalian besar. Perhatian pertama dan utama sewaktu kami menjadi bayi datang dari kalian. Pelukan hangat, dan air susu yang kalian berikan sungguh menanamkan perhatian besar pada kami.

Selamat hari ibu.

PA, 22/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana apda 22/12/12

foto ilustrasi oleh POJOK BUKU
Isu kiamat menarik perhatian kita akhir-akhir ini. Sejak 12/12/2012 yang lalu isu ini menyedot perhatian.

Kiamat yang juga berarti akhir dunia menjadi isu hangat. Tak jarang persiapan menuju ke sana dibuat.

Ada yang menyiapkan peralatan untuk menghindari bahaya kiamat. Dengan kata lain mau selamat. Kalau kiamat terjadi bisakah ia selamat? Kalau dunia akan hancur bisakah dia selamat? Belum tentu. Kalau dunia kiamat itu berarti semua isinya kiamat pula.

Tetapi, namanya isu mesti ditanggapai dengan isu juga. Langkah praktis ya membuat peralatan yang bisa tahan dari serangan mana saja. Tentu kekuatan alat itu tidak bisa diprediksi seperti kekuatan bahaya kiamat.

Tetapi akankah menjadi nyata isu kiamat itu? Kita pakai kata ramalan untuk isu itu. Ramalan sifatnya tak tentu. Wong meramal, mereka-reka, menduga-duga. Kenyataannya bisa lain. Sebab, ramalan itu bisa meleset juga.

Paling tidak beberapa ramalan sebelumnya terbukti meleset. Isu kiamat muncul akhir tahun 1999. Ada ramalan tanggal 1/1/2000 dunia berakhir. Kiamat. Namun, sampai kini dunia masih ada. Kiamat yang diisukan tidak terjadi.

Isu itu muncul lagi di tahun 2012. Tanggal 12/12/12, tanggal cantik. Deretan 3 kelompok angka 12. Yang terakhir ditambah 20 di depannya. Tanggal itu sudah lewat dan dunia belum kiamat.

Karena gagal, muncul lagi isu lain. Tanggal 20/12/2012. Tanggal cantik juga. Perpaduan angka 20 yang diikuti angka 12. Tanggal itu adalah tanggal kemarin. Nyatanya tidak ada. Kemarin sudah lewat.

Ramalan berikutnya hari ini 21/12/12. Ini juga sedikit cantik. Ada angka 12 di dua kelompok pertama. Kita tidak tahu apakah hari ini akan datang kiamat?

Yang jelas sudah lewat setengah hari, dan dunia masih ada. Kalau sampai nanti malam, dunia tetap ada, isu kiamat itu hanya ramalan belaka. Ramalan yang meleset.

Perlukah kita takut dengan ramalan kiamat itu? Tidak perlu. Sebab, ramalan sebelumnya meleset. Jadi tak perlu takut. Jangan mudah terprovokasi dengan isu kiamat.

Yang terpenting adalah kita tetap mengisi hari-hari hidup kita dengan aktivitas. Jangan sesekali terganggu dengan ramalan kiamat. Lebih baik kita tetap beraktivitas daripada menunggu datangnya tanggal ramalan itu.

Meramal boleh saja. Hanya meramal. Sebab, kiamat yang diisukan tidak ada yang tahu. Kitab kuno pernahmenulis bahwa tak satu pun yang tahu, kapan datangnya akhir zaman itu. Jadi tak perlu cemas berlebihan. Tak perlu membuat peralatan yang bisa bertahan dari serangan mana saja.

PA, 21/12/12
Gordi


*Pernah dimuat di blog kompasiana apda 21/12/12

foto oleh afdhal fauzy
Konflik antar-warga masih melanda masyarakat Indonesia. Ada-ada saja penyebabnya. Mulai dari masalah sosial, politik, ekonomi, perbatasan, intoleransi, dan sebagainya. 

Daerah yang sering terjadi konflik adalah Poso, Lampung, dan Papua. Di ketiga daerah ini, masyarakatnya merasa tidak aman. Bukan berarti di daerah lain aman. Konflik juga melanda daerah lain. Hanya saja frekuensinya tidak sebesar ketiga daerah ini.

Poso kembali bergejolak. Padahal belum lama ini terjadi konflik. Akar konflik di sini agak rumit. Ada yang bilang di sinilah sarang teroris. Ada juga yang mengatakan di sini rawan provokasi. Ada yang tidak suka keragaman budaya dan agama.

Demikian juga dengan Lampung. Di sini ada keragaman suku dan agama. Ada yang iri dengan keberhasilan pendatang. Gara-gara masalah kecil, emosional massa tersulut. Letuslah konflik besar.

Di Papua masalahnya sering dikaitkan dengan kehadiran Freeport. Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah mengapa rakyat Papua masih miskin sementara daerah mereka kaya tambang dan busaya serta pariwisata?

Jangan-jangan kekayaan tambang itu dikeruk sebesarnya oelh pihak asing dan pemerintah pusat. Rakyat tidak puas dengan semua ini akhirnya meletuslah konflik berkepanjangan. Tiada akhir.

Kapankah rakyat kita merasa aman???

PA, 21/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana apda 21/12/12

foto ilustrasi oleh andi rahmat
Pernahkah Anda membuat penilaian terhadap teman kerja? Bagaimana Anda menilainya?

Menilai teman kerja amat gampang. Sekadar menilai tentu saja lebih gampang. Coba beri penilaian saat kita merasa senang dengannya. Hasilnya pasti baik-baik saja. Sebaliknya, beri penilaian saat kita kecewa dan jengkel dengan dia. Hasilnya pasti buruk semua.

Menilai rekan kerja atau teman sejawat sebenarnya bertujuan untuk membantu dia bertumbuh dan berkembang. Menilai beda dengan mencari kelemahan rekan kita.

Mencari kelemahan amat gampang karena semua manusia punya.

Menilai untuk membiarkan dia berkembang tentu tidak mudah. Kadang-kadang rasa dendam dan iri hati ikut berpengaruh. Kalau demikian, bagaimana sebaiknya kita menilai rekan kita?

Salah satu tipsnya adalah pandanglah dia sebagai saudara kita. Dengan kaca mata saudara, kita membantu dia untuk bertumbuh dalam persaudaraan. Siapa yang tidak mau bekerja dalam suasana persaudaraan?

Bantulah saudara kita menemukan kekurangannya. Yang kurang itu mesti disingkirkan sehingga dia bisa berkembang/bertumbuh sesuai yang diharapkan. Biarlah kariernya berkembang dan kepribadiannya semakin baik.

Berikan juga semangat padanya agar ia mengembangkan hal positif yang ada padanya. Yang positif mesti bertambah sehingga berguna bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya.

Dengan menilai seperti ini, kita memandang rekan kita sebagai saudara dan bukan pesaing. Suasana kerja menjadi tidak sehat jika ada persaingan.

Demikian juga dalam hidup bersama. Kalau ada persaingan, rasa-rasanya suasana kehidupan kita kurang sehat. Boleh jadi kita juga bertumbuh dalam kesakitan. Ini yang mesti dihindari.

Salam penilaian……

PA, 20/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana apda 20/12/12

Foto ilustrasi oleh SanjiOne
PSSI dan KPSI. Dua lembaga yang tampak sama tinggi. Lembaga bergengsi. Satu bentukan sah. Satu lagi antara sah dan tidak sah. Sulit menentukan mana yang sah dan mana yang tidak. Untuk memudahkan pemahaman, kita tinjau saja umur mereka. PSSI lebih lama.

Kalau mengenai sah dan tidak untuk saat ini relatif. Sebab, keduanya menganggap diri sah. Keduanya tidak membuka ruang bagi masyarakat untuk menilai. Keduanya mengklaim sah. Program mereka dianggap resmi. Masyarakat hanya menonton saja. Kalau pun protes tak ada gunanya.

Tetapi lebih baik ‘menggonggong’ daripada diam saja.

Saya teringat akan anjing kesayangan yang tak henti menggonggong ketika menjaga tupai di atas pohon. Dia menggongong dengan setia di bawah pohon. Tujuan gonggongan ini adalah menunggu sang majikan. Juga untuk menjaga tupai itu agar tidak lari. Jadi, tidak ada salahnya jika kita menggonggong.

Kalau mau selesaikan masalah antara PSSI dan KPSI, salah satu jalannya adalah berdamai. Tetapi mulai dari mana? Jika kedua lembaga ini tidak membuka ruang bagi yang lain, damai itu akan sulit.

Ketika dua orang tidak mau kalah maka selama keduanya masih kuat tidak ada yang kalah. Tentu KPSI dan PSSI bukan lembaga yang adu kuat. Keduanya adalah lembaga yang mengelola sepak bola. Tetapi, melihat sepak terjang keduanya, rasa-rasanya tidak salah jika kita menilai mereka sedang membuat adu kekuatan. Keduanya tidak mau kalah.

Salah satu kunci untuk berdamai adalah mau rendah hati menerima yang lain. Selama kita mengunci diri, yang lain sulit masuk. Demikian jika PSSI atau KPSI mengunci diri, yang lain sulit masuk. Dengan demikian tidak ada perdamaian antara keduanya.

Dampak selanjutnya besar. Sepak bola Indonesia tidak diakui di mata internasional. Masyarakat tidak bisa menikmati permainan Indonesia. Mungkinkah ini jalan terbaik? Belum tentu. Tetapi, melihat kengototan kedua lembaga pengurus sepak bola, rasa-rasanya jalan terakhir menjadi pilihan.

Indonesia memang tidak mengehndaki itu. Tetapi pilihan itu jatuh dari atas. Pengurus sepak bola dunia-lah (FIFA) yang akan menjatuhkan. Jalan ke sana semakin dekat.
Sikap mau menang sendiri tidak bisa lagi dipertahankan jika pihak ketiga masuk. Jika FIFA masuk, Indonesia tidak bisa berbuat banyak lagi. FIFA masuk bukan tanpa alasan. Ini wewenang mereka sebagai induk. Jika mereka memberi waktu untuk berbenah tetapi tidak ada hasil, lebih baik kita berbenah diri dulu. Kita mau tidak mau menerima keputusan dari atasan.

PA, 19/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 19/12/12

foto ilustrasi oleh Paul Kijlstra 
Pembunuhan kini menjadi kasus ramai. Ramainya karena terjadi hampir setiap hari. Simak berita kriminalitas di koran dan televisi. Hampir setiap hari ada berita tentang pembunuhan. Paling sadis terjadi di daerah Jakarta dan sekitarnya. Di kota ini nyawa manusia berubah jadi mayat. Mayat ini bsia ditemuakn di mana saja. Di kebun, selokan, lahan kosong, kamar kosan, kamar rumah, dan sebagainya.

Sebegitu sadiskah manusia saat ini sehingga tega membunuh sesamanya? Dari anak-anak sampai dewasa. Anak-anak mau membunuh temannya dan kenalannya demi mendapat telepon genggam. Barang itu dijual agar dia memperoleh uang. Uang itu digunakan untuk berfoya-foya, ngegame dan mabuk.

Penjambret tak segan membunuh calon korban dan korbannya. Dalam sekejap nyawa manusia melayang.

Inilah yang terjadi di negeri kita. Tak perlu jauh-jauh ke kasus penembakan di Amerika. Di sini kasus pembunuhan itu marak terjadi. Polisi dan petugas keamanan pun kewalahan dan kadang-kadang menjadi target pelaku.

Sungguh negeri ini tidak aman lagi. Berbagai analisis dibuat. Ada yang menemukan bahwa motifnya adalah ekonomi. Ada juga sosial, budaya, politik, dan psikologis. Jika indikasi ini benar, rakyat negeri ini sebenarnya sedang sakit. Sakit itulah yang mesti dibenahi. Jangan melempar kesalahan ke sana ke  mari. Cegah saja penyakit itu. Biarkan warga menikmati hidup aman.

PA, 18/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 18/12/12

foto ilustrasi oleh PKS Beji
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) kini menjadi ajang rebutan. Rebut gelar, rebut posisi, rebut popularitas, rebut kekuasaan, dan rebut yang lainnya. Ya pilkada menjadi ajang untuk rebut.

Mengapa rebut? Lihat saja di Jawa Barat, ada 5 pasangan yang memperebutkan kursi kepala daerah. Tentu amat mulia perjuangan mereka. Iming-iming menyejahterakan rakyat pun menjadi jargon utama. Satu pasangan datang dengan programnya. Demikian pula empat lainnya. Tak salah. Tak keliru pula. Semuanya membeberkan program yang “menjual”.

Mengapa mesti direbut? Tak tanggung-tanggung 5 pasangan. Kalau hanya 2 saja tentu rakyat gampang menentukan pilihannya. Kalau 5 malah mengaburkan pemilih. Tak gampang memilih yang terbaik dari 5. Suara yang masuk pun akan pecah. Boleh jadi lama baru mendapatkan suara mutlak.

Di Jakarta kemarin hanya ada 2 kandidat. Rakyat DKI pun gampang memilih. Tak sulit membedakannya. Beda dengan Jawa Barat yang 5 kandidat.

Sungguh ini sebuah pemborosan. Meski kelimanya berkaliber sesuai visi-misi, sebaiknya tak usah merebutkan 1 kursi. Yang lain mestinya mengarah ke bidang lain. Jangan hanya ke kandidat kepala daerah saja.

Masalahnya tidak ada yang mau mundur. Tidak ada yang mau merelakan jabatan kandidat ini diserahkan kepada yang lain. Semuanya ingin maju. Padahal kalau mau mengabdi rakyat ada banyak pilihannya. Tak harus jadi kepala daerah.

Sikap semacam ini tentu masih mahal di negeri kita ini. Tak banyak sosok yang mau bekerja di belakang layar. Maunya tampil sebagai pejabat. Padahal menjadi tukang sapu juga masuk kategori mengabdi sesama. Kita tunggu saja siapa yang akan maju dan menjadi kepala daerah. Semoga ia betul-betul menjadi pelayan rakyat yang total tanpa iming-iming.

PA, 18/12/12
Gordi


*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 18/12/12

foto oleh God's World, USA
Kenal dan tahu beda tipis. Kenal berkaitan dengan keseluruhan pribadi seseorang. Sedangkan, tahu hanya sebatas yang dilihat saja.

Adam Lanza, pembunuh yang sedang tenar di Amerika ternyata tidak dikenal oleh teman-temannya. Teman-temannya tahu Adam tetapi tidak mengenalnya. Ini berarti Adam hanya dikenal sebagai nama seorang teman. Sementara pribadinya tidak banyak yang tahu.

Inilah akibatnya jika berteman hanya sebatas nama saja. Berteman layaknya disertai kenal secara mendalam. Pribadi, sikap, tutur kata, tingkah lakunya meski diketahui. Jika tidak, seperti ini hasilnya.

Saya kira Adam Lanza tak jauh beda dengan pelaku teror di negeri kita. Mereka tinggal di lingkungan RT tetapi tidak dikenal oleh warga lingkungan. Mereka hanya tahu, si A tinggal di sini selama setahun, misalnya. Tetapi sikap, perilaku, profesi, bahkan aktivitasnya tidak diketahui.

Beberapa waktu kemudian tiba-tiba saja, tetangga itu ditangkap polisi. Semua yang diketahui tentang tetangga itu buyar. Ternyata dia ini teroris, pembuat bom, dan sebagainya.

Kembali kepada kita. Maukah kita mengenal tetangga kita? Jika sering bergaul dan ikut serta dalam pertemuan, kerja bakti lingkungan, kita mengetahui tetangga kita. Meski hanya sekali sebulan, kerja bakti itu berguna, paling tidak kita punya modal untuk saling sapa. Dari saling sapa kita mengenal orangnya.

Kebiasaan gaul semacam ini bisa ditularkan kepada anak-anak kita. Jangan biarkan dia murung sendiri di kamar. Ajak dia bermain, bercengkrama, menonton film bersama, jalan-jalan ke pasar, mol, dan tempat ramai. Dengan kata lain anak dilatih untuk bersosialisasi. Orang tua juga semestinya setia mendampingi. Jangan beralasan sudah lelah bekerja, anak-anak dibiarkan bermain sendirian.

Kalau kita tahu dan kenal anak kita seperti apa, kita pun bisa memberi pendampingan yang efektif padanya. Anak-anak adalah peniru ulung. Jangan sesekali anak-anak mempelajari hal-hala buruk dari orang dewasa. Kunci untuk mencegahnya adalah dengan mendampingi dia.

Mari mengenal tetangga kita. Selamat mencoba.

PA, 18/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 18/12/12

foto oleh God's World, USA
Senjata adalah alat pembunuh. Tetapi senjata tidak digunakan untuk membunuh. Senjata sejatinya dipakai untuk melindungi diri. Tentara menggunakan senjata hanya untuk menembaki musuh. Bukan untuk menembak sasaran semaunya.

Di Amerika senjata boleh dimiliki oleh semua rakyat. Tujuan utama boleh jadi untuk membela diri. Maksudnya menjaga keselamatan dirinya. Sejauh seperti ini sah-sah saja tentunya.

Di Amerika juga ternyata senjata itu membunuh warga tak bersalah. Korbannya anak kecil pula 20 orang dan dewasa 6 orang. Korban tak punya pilihan karena tak berdaya. Si penembak, Adam Lanza, 20 tahun masuk ruang kelas dan menembak ke segala penjuru. Akhirnya Adam pun menembak dirinya sendiri.

Tindakan di luar akal manusia. Mungkin Adam sedang stres, depresi, atau mau membuktikan bahwa dirinya adalah penembak? Mungkinkah dia berangan menjadi seorang militer dan harus menembak?

Pertanyaan ini tinggal sebagai bahan penyelidikan. Yang jelas Adam sudah meninggal. Tak ada gunanya menuntut dia. Tetapi dari peristiwa ini kiranya perlu dicermati beberapa hal.

Pertama, ada yang tidak beres dengan keamanan di Amerika. Rakyat dibolehkan memiliki senjata untuk menjaga keselamatan. Berarti rakyat merasa belum aman.

Kedua, masih perlukah rakyat memiliki senjata? Jika rakyat tidak bersenjata (dilegalkan) penembakan seperti ini hanya dilakukan oleh perampok dan penjahat. Sebab, rakyat biasa tidak bersenjata.

Ketiga, masyarakat perlu waspada dengan orang asing. Petugas keamanan mestinya menjaga keamanan yang menjadi tanggung jawabnya. Jangan lengah dan membiarkan orang asing masuk.

Keempat, keluarga mesti mendidik anaknya dengan serius. Anak-anak yang kurang pendidikan di keluarga boleh jadi hidupnya terombang ambing. Tak ada kesempatan untuk menghabiskan waktu berlama-lama dengan anggota keluarga. Waktu inilah yang dibutuhkan anak sebelum dia beranjak dewasa. Kalau sudah dewasa anak tak boleh lagi dikekang di rumah. Oleh karena itu penanaman nilai yang pas adalah saat anak-anak.

Kita berdukacita atas keluarga korban di Ameriak sana. Semoga ini menjadi pelajaran berharga dan tidak terulang dalam sejarah kehidupan kita.

PA, 17/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 17/12/12

foto dari Naif Al's
Demo sebagai ciri khas masyarakat Indonesia akhir-akhir ini merambah ke berbagai kalangan. Mahasiswa, para guru, para buruh, para kepala sekolah, para perawat, para kru pesawat, dan sebagainya. Berbagai kelompok pernah berdemo.

Yang paling terkenal adalah demo mahasiswa. Hampir di setiap kota provinsi pernah ada demo mahasiswa. Mereka memang darah muda. Darah untuk berdemo. Demo menjadi salah satu cara menyampaikan aspirasi. Demikian keyakinan umum masyarakat.

Kemarin di Jakarta, para kepala desa berdemo. Tidak tahu jumlah pastinya berapa. Dan, apakah mereka datang dari seluruh provinsi atau hanya segelintir saja. Yang jelas mereka berdemo. Mau menyampaikan beberapa tuntutan.

Andai mereka datang dari seluruh desa di Indonesia, jumlahnya besar. Polisi sebagai pengaman tentunya kerepotan. Kepala desa juga ternyata bisa menjadi seperti mahasiswa. Sebab, selama ini yang paling sering berdemo adalah mahasiswa. Ada juga buruh yang hampir setiap tahun berdemo.

Entah bagaimana ke depannya demo seperti ini terjadi. Kalau sudah menjadi agenda tahunan maka siap-siaplah jumlah demo bertambah. Tak tanggung-tanggung mereka berdemo di Jakarta. Tentunya mereka mempunyai tuntutan seperti pendemo lainnya. Hanya saja apakah tuntutan mereka itu terkabul dengan cara seperti ini?

Ini menjadi pertanyaan sebab mereka datang dari berbagai penjuru. Membuang biaya dan waktu. Ataukah mereka diwakilkan saja dengan para kades yang dekat dengan ibu kota?
Kades zaman ini tidak mau diam saja. Mereka menuntut dengan berdemo. Mereka mau tampil seperti mahasiswa dan para buruh. Mereka berjuang menyukseskan tuntutannya.

PA, 15/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 15/12/12

foto oleh inikabarku
Kalau ada pertanyaan, siapa yang lebih besar di antara Anas dan Ruhut? Jawabannya pasti Anas.

Mengapa demikian? Lihat saja di lapangan. Anas mengusir Ruhut. Ruhut seperti tak berdaya. Keduanya sama-sama anggota partai demokrat. Punya posisi masing-masing. Anas sang ketua dan Ruhut kepala departemen komunikasi.

Tetapi kalau di media, Ruhut lebih besar. Ruhut sering tampil di media massa untuk mengomunikasikan perhal partainya. Dia memang bertugas untuk itu.

Anas juga tampil di media massa. Hanya saja bukan untuk membicarakan partai. Paling tidak Anas sering diincar wartawan untuk bertanya tentang partainya.

Ternyata di partai, Anas lebih besar dari Ruhut. karena besar, Anas bisa mengusir Ruhut. usir mengusir jadinya. Meski Ruhut datang atas restu Pak SBY, dia tetap diusir. Memang Ruhut kecil dibandingkan Anas.

Di partai politik orang besarlah yang berkuasa. Dia yang berhak mengatur posisi anggotanya. Ruhut berkaliber dalam bidangnya, komunikasi, tetapi toh dia diusir oleh orang besar. Orang besar memang punya kekuasaan. Kekuasaan utama adalah mengamankan partainya termasuk dirinya.

Pertanyaannya, kalau Ruhut diusir apakah posisi Anas aman? Ataukah Anas juga akan berjanji untuk gantung di Monas jika dia salah mengusir Ruhut? kita tunggu kejutan berikutnya.

PA, 15/12/2012
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 15/12/2012

foto oleh Prapen Wesi Aji.
Ibarat tamu, datang dan pergi, demikian situasi yang ada di partai demokrat. Ada anggota lama yang pergi meninggalkan partai, ada juga yang nantinya akan datang dan merapat. Ini biasa untuk dunia politik. Demikian mata kita menyaksikan panggung politik negeri ini.

Konon ada istilah kutu loncat partai. Sang politikus keluar masuk, dari partai ke partai. Ibarat tikus mencari makanan di mana saja dia temukan. Demikian politikus mencari rumah aman untuk karier politiknya.

Hari ini saya juga membuat account baru di kompasiana ini. Bukan karena saya mau memiliki lebih dari satu akun. Akun yang lama gagal dibuka setelah dicoba beberapa kali. Daripada menunggu lama lagi, saya membuat yang baru. Ini untuk mengembangkan kemampuan saya dalam hal menulis dan berbagi. Meski bukan penulis profesional, saya tetap mencintai kegiatan menulis.

Inilah demokrasi dalam blog keroyokan ini. Juga bagi saya demokrasi dalam menulis. Mau tulis berapa hari ini terserah saya. Mau tidak menulis juga bisa. Tetapi saya ingin tetap ada yang ditulis setiap hari. Biar otak tidak berat menampung ide.

Saya akan berusaha tidak meloncat sana sini membuat akun baru. Saya ingin tetap tinggal dalam akun ini sehingga tetap ada tulisan yang dibuat. Ini janji saya di awal akun ini. Semoga ini tetap ada dan menjadi wadah untuk berbagi dan bertemu teman-teman semuanya di blog kompasiana ini.

Salam kompasiana

Yogyakarta, 15/12/2012
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 15/12/2012

foto demo 1 Mei 2011 di New York, foto oleh peoplesworld
Dunia hari ini memperingati atau merayakan hari buruh internasional. Di mana-mana warga dunia merayakan hari ini. Asia, Afrika, Amerika, Eropa, Australia. Itulah sebabnya dinamakan hari buruh internasional. Masing-masing negara tentu merayakannya dengan caranya sendiri. Bahkan mungkin dalam negara juga tidak ada perayaan secara nasional. Boleh jadi hanya perayaan tingkat daerah. Atau juga mungkin tidak ada sama sekali. 

Merayakan hari buruh atau membuat demo? Tak penting mendebatkannya. Toh ada yang bisa saja berargumen berdemo juga menjadi bagian dari perayaan atau peringatan. Pertanyaan yang kiranya pas adalah mengapa ada demo?

Tentu ada sebabnya.  Kalau boleh menebak salah satu alasannya adalah kurang puas. Kurang upah, kurang tunjangan, dan kurang-kurang lainnya. Boleh ditambah alasan lainnya. Intinya demo ini ada sebabnya. Di beberapa belahan dunia, hari ini menjadi hari untuk berdemo. Hari buruh menjadi kesempatan untuk berdemo.

Sampai kapan pun kiranya tidak pernah ada kepuasan. Buruh kiranya tidak akan menikmati kepuasan yang mereka harapkan. Meski setiap tahun mereka berdemo, pada akhirnya kepuasan akan hal yang mereka cari tidak akan tercapai.

Kepuasan memang mesti dicari. Pencarian seumur hidup. Katakanlah demikian. Sebab, tahun lalu buruh berdemo. Tahun ini juga buruh berdemo. Tahun depan juga buruh akan berdemo. Dua tahun lagi boleh jadi buruh akan berdemo.

Demo terus menerus bisa saja menghilangkan nama peringatan hari ini. Hari buruh menjadi hari demo. Tentu demo dalam arti tertentu yakni demo tanggal 1 mei. Bukan demo lainnya. Hari buruh terkait erat dengan hari demo.

Tentu yang berdemo hari ini tidak semua buruh. Hanya sebagian yang berdemo. Boleh jadi mereka yang berdemo hanya kelompok yang tidak puas. Dan kelompok yang tinggal-diam di rumah menikmati kepuasan pekerjaan mereka. Atau juga kelompok yang mengisi hari ini dengan kegiatan lain yang bukan dengan demo. Atau juga kelompok yang tidak mau peduli dengan kepuasan akan hak mereka. Mereka tahu mereka kurang dihargai sehingga mereka merasa kurang puas. Tetapi, mereka enggan membuat protes karena mereka tahu, suasana ini tidak gampang berubah. Demo tidak menjamin masalah akan selesai. Tetapi demo bisa juga menjadi semacam rambu. Rambu yang menuntut adanya perubahan.

Hanya saja perubahan di mana-mana membutuhkan waktu lama. Demo pun kadang-kadang kurang greget untuk membuat perubahan. Jadi, perlukah berdemo atau tidak pada hari buruh? Paskah hari buruh kita peringati dengan berdemo?

Prm, 1/5/2014
Gordi


*Pernah dimuat di blog kompasiana 1 Mei 2014
Powered by Blogger.